Polisi Temukan Kejanggalan Dibalik Kematian Bocah 9 Tahun Yang Digantung, Ini Pengakuan Saksi Mata

Polisi Temukan Kejanggalan Dibalik Kematian Bocah 9 Tahun Yang Digantung, Ini Pengakuan Saksi Mata

author photo
Polisi Temukan Kejanggalan Dibalik Kematian Bocah 9 Tahun Yang Digantung, Ini Pengakuan Saksi Mata


Tragedi kematian CKP, bocah berusia 9 tahun di sebuah rumah kos di wilayah Kelurahan Tanjung Kecamatan Rasanae Barat Kota Bima (14/5/2020) menggemparkan warga Bima.

Bocah cantik kelas 3 SDN 55 Kota Bima yang dikenal riang dan sangat disayang oleh kedua orang tuanya itu diketahui meninggal dunia dalam kondisi tergantung di depan pintu kamar kosnya.

Dalam peristiwa itu, publik terutama di Media Sosial (Medsos) hingga kini masih meyakini bahwa korban dibunuh oleh pelaku tak bertanggungjawab.

Dugaan publik tersebut, terindikasi melalui cara korban “digantung” dengan kain di tali jemuran yang teramat kecil dan kakinya menyentuh langsung dengan lantai.

Ketidakpercayaan publik tersebut, juga mengacu kepada berbagai analisa bahwa hal mustahil bagi bocah seumur itu punya pikiran untuk mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri karena usianya baru 9 tahun walau sedang menghadapi masalah sebesar apapun.

Selain itu, Polisi juga menyebutkan adanya sejumlah kejanggalan mulai dari cara gantung diri, alat yang digunakan untuk menggantung, luka lebam pada loeher bagian depanya, luka pada bagian tangan, alat vital hingga kakinya yang bersentuhan langsung dengan lantai.

Kapolres Bima Kota AKBP haryo tejo melalui Kasat Reskrim setempat, Iptu Hilmi Manossoh Prayugo, S.IK nampaknya masih berhati-hati memberikan keterangan kepada media massa.

Namun, pihaknya membenarkan adanya kejanggalan atas kematian korban.

“Ya, jika dilihat secara seksama memang ditemukan adanya kejanggalan. Namun, kita belum bisa memastikan apakah korban dibunuh atau menggantung dirinya sendiri, sebab polisi masih bekerja secara serius menangani kasus ini,” terang Hilmi seperti dilansir dari Visioner, Kamis malam (14/5/2020).

Sementara berbagai tahapan dalam menangani kasus ini, pun diakuinya sudah dan sedang dilaksanakan.

Yakni mulai dari olah TKP, penyelidikan, pemeriksaan terhadap sejumlah saksi termasuk kedua orang tua korban.

Sementara Dari hasil visum itulah, polisi mendapati bahwa CKP tidak bunuh diri, melainkan diperkosa dan dibunuh.

"Dari hasil visum memang korban mengalami luka di bagian kemaluannya. Selain itu, ada cairan di vaginanya, apakah itu merupakan cairan sperma atau cairan lain perlu cek forensik," ujar dia.

"Untuk memperdalam tersebut, kami membawa almarhum ke Rumah Sakit Bayangkara Polda NTB untuk dilakukan visum lebih lanjut," ujar dia menambahkan.

Kapolres menuturkan, juga terdapat luka di tubuh P yang menunjukkan tanda-tanda perlawanan.

Menurut AKBP Haryo Tejo, kuat dugaan korban sempat menolak upaya pemerkosaan. Namun oleh pelaku, korban dianiaya hingga pingsan serta digantung di depan pintu indekos.

"Korban ini dilakukan pemerkosaan terlebih dahulu. Kemudian ada perlawanan sehingga terjadi penganiayaan. Namun, ketika digantung, korban masih dalam keadaan hidup, cuma keadaannya sudah pingsan," tutur dia.

Liputan langsung Visioner pada moment pengangkutan jenazah korban menggunakan mobil ambulance milik unit PPA Polres Bima Kota di wilayah Kelurahan Dara pada Jum’at pagi (15/5/2020) melaporkan-isak tangis ibu kandung korban tak terhindari. Hal yang sama juga terlihat pada keluarga korban serta sahabat kecilnya. Isak tangis kedua orang tua korban dan keluarga serta sahabatnya tersebut, terlihat berlangsung sekitar 20 menit lamanya. Sementara kondisi fisik ibu kandung korban, masih terlihat sangat lemas. Namun, ayah kandungnya terlihat masih tegar.

Pertanyaan tentang seseorang yang diduga sebagai pelaku pembunuhan dalam kasus tersebut, hingga kini masih diamankan di Mapolres Bima Kota. Selain itu, terduga yang hingga kini belum dijelaskan identitasnya tersebut masih dimintai keteranganya sebagai saksi.

Masih soal peristiwa mengenaskan yang menimpa bocah kelas 3 pada SDN 55 Kota Bima ini, Jum’at siang (15/5/2020) Visioner bersama pihak LPA Kota Bima dibawah kendali Juhriati SH, MH kembali menyambangi Tempat Kejadian Perkara (TKP) di sebuah rumah kos di wilayah Kelurahan Tanjung.

Pada moment tersebut, selain melihat secara langsuyng cek TKP oleh pihak PPA Sat Reskrim Polre Bima Kota-juga sempat memintai keterangan sejumlah orang termasuk seorang saksi mata berinisial A.

Pada moment cek TKP tersebut, Visioner dan LPA sempat mendengarkan pernyataan saksi mata berinisial A. Beberapa menit sebelum mengetahui peristiwa bahwa CKP tewas dalam kondisi tergantung tersebut, A mengaku masih berada di dalam kamar kosnya.

“Saya keluar dari kamar kos dan kemudian menuju TKP tergantungnya CKP yakni setelah mendengar adanya teriakan anak-anak kecil di luar kamar kos ini. Setelah keluar dari kamar kos ini, saya menuju TKP dan syok melihat tubuh CKP dalam kondisi tergantung dalam kondisi lidahnya yang menjulur keluar,” ungkap A.

Kendati demikian, A mengaku belum sepenuhnya percaya bahwa CKP sudah meninggal dunia.

“Dengan kondisi itu, saya belum percaya bahwa CKP sudah meninggal. Maksud saya, kemungkinan CKP sengaja mempermainkan adiknya dengan cara berpura-pura menggantung diri. Namun setelah melihat lebih dekat dekat, baru saya tahu bahwa CKP sudah tidak bernyawa. Saat itu pula saya syok dan kemudian mengetuk pintu pasangan suami istri yang juga sekampung dengan Fitri (Ruteng) untuk memberitahukan kejadian tersebut,” ungkapnya.

Berkali-kali A mengetuk pintu kamar kos nomor 1 paling ujung (sebelah selatan) itu, A mengaku tidak diindahkan oleh orang yang ada di dalam kamar kos itu.

“Berkali-kali saya mengetuk pintu itu, nakmun seorang laki-laki yang ada di dalamnya tidak mengindahkanya. Dan saat itu saya sangat percaya bahwa ada orang di dalam kamar kos paling ujung itu,” bebernya.

Saat itu pula, secara berakngsur-angsur warga datang ke TKP untuk menyaksikan mayat CKP dalam kondisi tergantung.

Dan di moment itu, ada warga yang mengintip dari jendela kamar kos paling itu.

Hasilnya, dari balik jendela kos itu warga menemukan adanya kaki seorang laki-laki di dalam kamar kos tersebut yang diduga sedang jalan (bukan tidur).

“Melihat hal itu, warga kemudian menggedor pintu kamar kost tersebut dan akhirnya seorang laki-laki itu membuka pintu sembari menyatakan tidak mendengar panggilan warga karena alasan sedang mandi. Saat itu pula, warga memberitahukan kepada yang bersangkutan bahwa CKP sudah tewas dalam kondisi tergantung,” ungkap A lagi.

Masih di moment itu, A kemudian meminta nomor HP ayah kandung CKP kepada lelaki tersebut. Namun, lelaku tersebut mengaku tidak mengantungi nomor HP ayah kandung CKP.

“Tidak ada nomor HP bapaknya CKP di saya. Biar saya saja yang menguhubungi pemilik Toko tempat kerjanya ayah kandung CKP,” ungkap A menirukan suara lelaki itu.

Tak lama kemudian kata A, lelaki tersebut langsung pergi meninggalkan kamar kos dimaksud. Namun sebelum ia meninggalkan kamar kos tersebut, A menjelaskan bahwa yang bersangkutan sama sekali tidak menyempatkan diri untuk melihat secara langsung CKP yang dalam kondisi tewas tergantung.

“Dia langsung pergi, dan sama-sekali tidak menyambangi mayat CKP dalam kondisi tergantung itu,” sebut A.

Namun sebelum lelaki tersebut meninggalkan kamar kosnya, A mengaku sempat meminta kepada warga yang datang untuk menahan lelaki tersebut agar tidak meninggalkan kamar kosnya.

“Karena ada perasaan yang berbeda dan bersifat spontan, saya meminta kepada warga agar menghentikan lekai itu untuk tidak keluar dari kamar kosnya. Namun permintaan saya tersebut, mungkin saja tidak didengar oleh warga hingga akhirnya yang bersangkutan pergi. Dan di dalam kamar kos tersebut hanya ada seorang laki-laki, sementara istrinya sudah pergi kerja beberapa jam sebelum peristiwa ditemukanya mayat CKP dalam kondisi tergantung,” katanya lagi.

A kemudian mengaku, kedua orang tua CKP datang ke TKP yakni setelah sekitar satu jam setelah dirinya dan warga menemukan kondisi CKP yang tewas tergantung di kamar kosnya.

“Kedua orang tua CKP hadir di TKP setelah ratusan warga terlebih dahulu ada di TKP. Melihat kondisi anaknya yang tewas tergantung, keduanya menangis histeris. Dan yang saya tahu, ayah dan ibunya ini sangat menyayangi dan mencintai CKP di masa hidupnya. Dan selama saya tinggal di sini, sama sekali tidak menemukan adanya kejadian pemukulan atau percekcdokan antara CKP dengan kedua orang tuanya,” jelas A.

Lepas dari itu, ada hal menarik yang diungkap oleh salah seorang anggota LPA Kota Bima (Yuni). Yuni mengungkap adanya keterangan dari ayah kandung CKP yang diperoleh pihaknya. Yakni, ayah kandung CKP mengaku sempat mengeluarkan pernyataan menitipkan CKP dan adiknya kepada seorang lelaki yang tinggal di kamar kos paling ujung bagian selatan itu. Kata Yuni, ayah kandung CKP menitipkan anaknya pada lelaki tersebut yakni sebelum berangkat kerja di Toko Anugerah.

“Kepada kami, ayah kandung CKP tersebut mengaku sempat menyatakan menitipkan CKP dan adiknya sebelum berangkat kerja,” ungkap Yuni. (TIM VISIONER)
Next article Next Post
Previous article Previous Post