Jokowi Mau Berlakukan Darurat Sipil, Pengamat : Lari dari Tanggung Jawab..!

Jokowi Mau Berlakukan Darurat Sipil, Pengamat : Lari dari Tanggung Jawab..!

author photo
Jokowi Mau Berlakukan Darurat Sipil, Pengamat : Lari dari Tanggung Jawab..!

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan siap melakukan pembatasan sosial berskala besar menghadapi penyebaran virus corona (Covid-19). Hal ini akan dibarengi dengan darurat sipil.

"Saya minta pembatasan sosial berskala besar, physical distancing, dilakukan lebih tegas, lebih disiplin dan lebih efektif lagi sehingga tadi juga sudah saya sampaikan perlu didampingi kebijakan darurat sipil," kata Jokowi, Senin (30/3/2020)

Lebih lanjut, Jokowi meminta jajarannya untuk segera mempersiapkan aturan pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar tersebut.

Payung hukum tersebut diperlukan agar pemerintah daerah dapat segera bekerja.

"Dalam menjalankan kebijakan pembatasan sosial berskala besar saya minta agar segera disiapkan aturan pelaksanaan yang jelas sebagai panduan provinsi kabupaten dan kota sehingga mereka bisa bekerja," katanya.

Dinilai perlu oleh Jokowi, lalu apa sebenarnya kebijakan darurat sipil?

Keadaan darurat sipil ternyata diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1959 tentang Pencabutan Undang Undang No.74 Tahun 1957 dan Penetapan Keadaan Bahaya.

Peraturan tersebut mengatur tentang keadaan bahaya suatu wilayah.

Darurat sipil merupakan keadaan bahaya yang ditetapkan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang di seluruh atau sebagian wilayah NKRI. Berikut adalah peraturan tentang Darurat Sipil mengacu pada PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1959.
BAB I

PERATURAN UMUM


Pasal 1

(1) Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara Republik Indonesia dalam keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil atau keadaan darurat militer atau keadaan perang, apabila :

1. keamanan atau ketertiban hukum diseluruh wilayah atau disebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa;

2. timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga;

3. hidup Negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup Negara.

(2) Penghapusan keadaan bahaya dilakukan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.

Pasal 2

(1) Keputusan yang menyatakan atau menghapuskan keadaan bahaya mulai berlaku pada hari diumumkan, kecuali jikalau ditetapkan waktu yang lain dalam keputusan tersebut.

(2) Pengumuman pernyataan atau penghapusan keadaan bahaya dilakukan oleh Presiden.

Pasal 3

(1) Penguasaan tertinggi dalam keadaan bahaya dilakukan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang selaku penguasa Darurat Sipil Pusat/Penguasa Darurat Militer Pusat/Penguasa Perang Pusat.

(2) Dalam melakukan penguasaan keadaan darurat sipil/keadaan darurat militer/keadaan perang, Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang dibantu oleh suatu badan yang terdiri dari :

1. Menteri Pertama;

2. Menteri Keamanan/Pertahanan;

3. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah;

4. Menteri Luar Negeri;

5. Kepala Staf Angkatan Darat;

6. Kepala Staf Angkatan Laut;

7. Kepala Staf Angkatan Udara;

8. Kepala Kepolisian Negara.

(3) Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang dapat mengangkat Menteri/Pejabat lain selain yang tersebut dalam ayat (2) pasal ini, apabila ia memandang perlu.

Pasal 4

(1) Di daerah-daerah penguasaan keadaan darurat sipil dilakukan oleh Kepala Daerah serendah-rendahnya dari Daerah tingkat II selaku Penguasa Darurat Sipil Daerah yang daerah-hukumnya ditetapkan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.

(2) Penguasa Darurat Sipil Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dibantu oleh suatu badan yang terdiri dari :

1. Seorang Komandan Militer tertinggi dari daerah yang bersangkutan.;

2. Seorang Kepala Polisi dari daerah yang bersangkutan;

3. Seorang Pengawas/Kepala Kejaksaan dari daerah yang bersangkutan.

(3) Penunjukan anggauta-anggauta badan tersebut dalam ayat (2) pasal ini dilakukan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.

(4) Untuk sesuatu daerah, Penguasa Darurat Sipil Pusat dapat menentukan susunan penguasaan dalam keadaan darurat sipil yang berlainan dari pada ketentuan dalam ayat (2) pasal ini, apabila ia memandang perlu berhubung dengan keadaan.

Pasal 5

(1) Di daerah-daerah penguasaan keadaan darurat militer dilakukan oleh Komandan Militer tertinggi serendah-rendahnya Komandan kesatuan Resimen Angkatan Darat atau Komandan Kesatuan Angkatan Laut/Angkatan Udara yang sederajat dengan itu selaku Penguasa Darurat Militer Daerah yang daerah-hukumnya ditetapkan oleh Presiden/ Panglima Tertinggi Angkatan Perang.

(2) Penguasa Darurat Militer Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dibantu oleh :

1. Seorang Kepala Daerah dari daerah yang bersangkutan;

2. Seorang Kepala Polisi dari daerah yang bersangkutan;

3. Seorang Pengawas/Kepala Kejaksaan dari daerah yang bersangkutan.

(3) Penunjukan anggauta-anggauta badan tersebut dalam ayat (2) pasal ini dilakukan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.

(4) Untuk sesuatu daerah, Penguasa Darurat Militer Pusat menentukan susunan penguasaan dalam keadaan darurat militer yang berlainan dari pada ketentuan dalam ayat (2) pasal ini, apabila ia memandang perlu berhubung dengan keadaan.

Pasal 6

(1) Di daerah-daerah penguasaan keadaan perang dilakukan oleh Komandan Militer tertinggi serendah-rendahnya Komandan kesatuan Resimen Angkatan Darat atau Komandan Kesatuan Angkatan Laut/Angkatan Udara yang sederajat dengan itu selaku Penguasa Perang Daerah yang daerah-hukumnya ditetapkan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.

(2) Penguasa Perang Daerah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dibantu oleh suatu badan yang terdiri dari :

1. Seorang Kepala Daerah dari daerah yang bersangkutan;

2. Seorang Kepala Polisi dari daerah yang bersangkutan;

3. Seorang Pengawas/Kepala Kejaksaan dari daerah yang bersangkutan.

(3) Penunjukan anggauta-anggauta badan tersebut dalam ayat (2) pasal ini dilakukan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.

(4) Untuk sesuatu daerah, Penguasa Perang Pusat dapat menentukan susunan penguasaan dalam keadaan perang yang berlainan dari pada ketentuan dalam ayat (2) pasal ini, apabila ia memandang perlu berhubung dengan keadaan.

Pasal 7

(1) Dalam melakukan wewenang-wewenang dan kewajiban-kewajibannya. Penguasa Darurat Sipil Daerah/Penguasa Darurat Militer Daerah/Penguasa Perang Daerah menuruti petunjuk-petunjuk dan perintah-perintah yang diberikan oleh Penguasa Darurat Sipil Pusat/Penguasa Darurat Militer Pusat/Penguasa Perang Pusat dan bertanggung-jawab kepadanya.

(2) Jika dalam bagian wilayah yang dinyatakan dalam tingkatan keadaan darurat sipil, terdapat beberapa orang Kepala Daerah yang menjabat Penguasa Darurat Sipil Daerah, maka tiap-tiap Kepala Daerah yang menjabat Penguasa Darurat Sipil Daerah diwajibkan menjalankan petunjuk-petunjuk dan perintah-perintah dari Kepala Daerah yang menjabat Penguasa Darurat Sipil Daerah yang lebih tinggi kedudukannya dalam wilayah tersebut, kecuali apabila Penguasa Darurat Sipil Pusat menentukan lain.

(3) Jika dalam bagian wilayah yang dinyatakan dalam tingkatan keadaan darurat militer/keadaan perang, terdapat beberapa orang Komandan Militer yang menjabat Penguasa Darurat Militer Daerah/Panguasa Perang Daerah, maka tiap-tiap Komandan Militer yang menjabat Penguasa Darurat Militer Daerah/Penguasa Perang Daerah diwajibkan menjalankan petunjuk-petunjuk dan perintah-perintah dari Komandan Militer yang menjabat Penguasa Darurat Militer Daerah/Penguasa Perang Daerah yang lebih tinggi kedudukannya dalam wilayah tersebut, kecuali apabila Penguasa Darurat Militer Pusat/Penguasa Perang Pusat menentukan lain.

(4) Jika dalam bagian wilayah, yang dinyatakan dalam tingkatan keadaan darurat militer/keadaan perang, terdapat Komandan Militer yang menjabat Penguasa Darurat Militer Daerah/Penguasa Perang Daerah dan Komandan Militer lain yang menjadi atasan dari Komandan Militer tersebut, tetapi yang tidak menjabat Penguasa Darurat Militer Daerah/Penguasa Perang Daerah, maka Komandan Militer Penguasa Darurat Militer Daerah/Penguasa Perang Daerah itu tetap menjalankan perintah-perintah dan petunjuk-petunjuk dari Komandan Militer atasannya, kecuali apabila Penguasa Darurat Militer Pusat/Penguasa Perang Pusat menentukan lain.

(5) Penguasa Darurat Sipil Pusat/Penguasa Darurat Militer Pusat/Penguasa Perang Pusat dapat mencabut sebagian dari kekuasaan yang diberikan oleh Peraturan ini kepada Penguasa Darurat Sipil Daerah/Penguasa Darurat Militer Daerah/Penguasa Perang Daerah.

(6) Wewenang-wewenang yang oleh Peraturan ini diberikan kepada seorang Penguasa dalam rangka keadaan bahaya, tidak boleh dilimpahkan kepada pihak lain.

Pasal 8

(1) Selama keadaan darurat sipil berlangsung, ketentuan-ketentuan dalam Bab ini berlaku untuk wilayah atau sebagian wilayah Negara Republik Indonesia yang dinyatakan dalam keadaan darurat sipil.

(2) Apabila keadaan darurat sipil dihapuskan dengan tidak disusul dengan pernyataan keadaan darurat militer atau keadaan perang, maka pada saat penghapusan itu, peraturan-peraturan yang telah dikeluarkan dan tindakan-tindakan yang telah diambil oleh Penguasa Darurat Sipil tidak berlaku lagi, kecuali yang tersebut dalam ayat (3).

(3) Apabila dipandangnya perlu, Kepala Daerah yang bersangkutan dapat mempertahankan untuk daerahnya seluruh atau sebagian dari peraturan-peraturan/tindakan-tindakan Penguasa Darurat Daerah, dengan ketentuan bahwa peraturan-peraturan/tindakan-tindakan yang dipertahankan itu dapat berlaku terus selama-lamanya empat bulan sesudah penghapusan keadaan darurat sipil.

(4) Dalam hal seluruh atau sebagian dari peraturan-peraturan/tindakan-tindakan Penguasa Darurat Sipil Daerah dipertahankan menurut ayat (3) di atas, maka tugas dan wewenang Penguasa Darurat Sipil Daerah yang berhubungan dengan peraturan-peraturan/tindakan-tindakan itu diselenggarakan oleh Kepala Daerah yang mempertahankannya, kecuali jika ditetapkan lain oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.

(5) Dalam hal sesuatu peraturan/tindakan dipertahankan sebagai dimaksud dalam ayat (3) pasal ini, maka lembaga-lembaga, badan-badan dan lain sebagainya yang terbentuk karena peraturan/tindakan tersebut tetap mempunyai kedudukan dan tugas seperti semula.

(6) Apabila keadaan darurat sipil diganti dengan keadaan darurat militer atau keadaan perang, maka peraturan-peraturan dan tindakan-tindakan dari Penguasa Darurat Militer atau Penguasa perang.

Pasal 9

(1) Peraturan-peraturan Penguasa Darurat Sipil berlaku mulai saat pengundangannya, kecuali apabila ditentukan waktu yang lain untuk itu. Pengumuman yang seluas-luasnya dilakukan menurut cara yang ditentukan oleh Penguasa Darurat Sipil.

(2) Ketentuan dalam pasal 1 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana tidak berlaku dalam hal peraturan-peraturan Penguasa Darurat Sipil tidak berlaku lagi menurut pasal 8, diubah atau dicabut.

Pasal 10

(1) Penguasa Darurat Sipil Daerah berhak mengadakan peraturan-peraturan yang dianggap perlu untuk kepentingan ketertiban umum atau untuk kepentingan keamanan daerahnya, yang menurut perundang-undangan pusat boleh diatur dengan peraturan yang bukan perundang-undangan pusat.

(2) Penguasa Darurat Sipil Pusat berhak mengadakan segala peraturan-peraturan yang dianggap perlu untuk kepentingan ketertiban umum dan untuk kepentingan keamanan.

Pasal 11

(1) Kecuali apabila Penguasa Darurat Sipil Daerah berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan ini berhak mengatur suatu soal dengan peraturan atau mengambil tindakan-tindakan lain yang dimaksudkan oleh ketentuan-ketentuan itu, maka peraturan-peraturan/tindakan-tindakan tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan pusat.

(2) Jika bertentangan dengan peraturan perundang-undangan pusat, maka peraturan-peraturan/tindakan-tindakan itu tidak berlaku.

Pasal 12

(1) Di daerah yang menyatakan dalam keadaan darurat sipil, setiap pegawai negeri wajib memberikan segala keterangan yang diperlukan oleh Penguasa Darurat Sipil, kecuali apabila ada alasan yang sah untuk tidak memberikan keterangan-keterangan, itu.

(2) Kewajiban memberikan keterangan ditiadakan, jika orang yang bersangkutan, isteri/suaminya atau keluarganya dalam keturunan lurus atau keluarganya sampai cabang kedua, dapat dituntut karena keterangan itu.

(3) Pejabat-pejabat yang di dalam melakukan tugasnya memperoleh keterangan-keterangan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, wajib merahasiakan, kecuali apabila peraturan perundang-undangan pusat yang lain menentukan sebaliknya.

Pasal 13

Penguasa Darurat Sipil berhak mengadakan peraturan-peraturan untuk membatasi pertunjukan-pertunjukan, percetakan, penerbitan, pengumuman, penyampaian, penyimpanan, penyebaran, perdagangan dan penempelan tulisan-tulisan berupa apapun juga, lukisan-lukisan, klise-klise dan gambar-gambar.

Pasal 14

(1) Penguasa Darurat Sipil berhak atau dapat-menyuruh atas namanya pejabat-pejabat polisi atau pejabat-pejabat pengusut lainnya atau menggeledah tiap-tiap tempat, sekalipun bertentangan dengan kehendak yang mempunyai atau yang menempatinya, dengan menunjukkan surat perintah umum atau surat perintah istimewa.

(2) Pejabat yang memasuki, menyelidiki atau yang mengadakan penggeledahan tersebut di atas membuat laporan pemeriksaan dan menyampaikan kepada Penguasa Darurat Sipil.

(3) Pejabat yang dimaksudkan di atas berhak membawa orang-orang lain dalam melakukan tugasnya. Hal ini disebutkan dalam surat laporan tersebut.

Pasal 15

(1) Penguasa Darurat Sipil berhak akan dapat menyuruh memeriksa dan mensita semua barang yang diduga atau akan dipakai untuk mengganggu keamanan serta membatasi atau melarang pemakaian barang itu.

(2) Pejabat yang melakukan pensitaan tersebut di atas harus membuat laporan pensitaan dan menyampaikannya kepada Penguasa Darurat Sipil dalam waktu tiga kali dua puluh empat jam.

(3) Terhadap tiap-tiap pensitaan, pembatasan atau larangan, maka yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada Penguasa Darurat Sipil.

Pasal 16

Penguasa Darurat Sipil berhak mengambil atau memakai barang-barang dinas umum.

Pasal 17

Penguasa Darurat Sipil berhak :

(1) mengetahui semua berita-berita serta percakapan-percakapan yang dipercakapkan kepada kantor tilpon atau kantor radio, pun melarang atau memutuskan pengiriman berita-berita atau percakapan-percakapan dengan perantaraan tilpon atau radio.

(2) membatasi atau melarang pemakaian kode-kode, tulisan rahasia, percetakan rahasia, tulisan steno, gambar-gambar, tanda-tanda, juga pemakaian bahasa-bahasa lain dari pada bahasa Indonesia;

(3) menetapkan peraturan-peraturan yang membatasi atau melarang pemakaian alat-alat telekomunikasi sepertinva tilpon, tilgrap, pemancar radio dan alat-alat lainnya yang ada hubungannya dengan penyiaran radio dan yang dapat dipakai untuk mencapai rakyat banyak, pun juga mensita atau menghancurkan perlengkapan-perlengkapan tersebut.

Pasal 18

(1) Penguasa Darurat Sipil berhak mengadakan ketentuan bahwa untuk mengadakan rapat-rapat umum, pertemuan-pertemuan umum dan arak-arakan harus diminta-idzin terlebih dahulu, Idzin ini oleh Penguasa Darurat Sipil diberikan penuh atau bersyarat. Yang dimaksud dengan rapat-rapat umum dan pertemuan-pertemuan umum adalah rapat-rapat dan pertemuan-pertemuan umum yang dapat dikunjungi oleh rakyat umum.

(2) Penguasa Darurat Sipil berhak membatasi atau melarang memasuki atau memakai gedung-gedung, tempat-tempat kediaman atau lapangan-lapangan untuk beberapa waktu yang tertentu.

(3) Ketentuan-ketentuan, dalam ayat (1) dan (2) pasal ini tidak berlaku untuk peribadatan, pengajian, upacara-upacara agama dan adat dan rapat-rapat Pemerintah.

Pasal 19

Penguasa Darurat Sipil berhak membatasi orang berada di luar rumah.

Pasal 20

Penguasa Darurat Sipil berhak memeriksa badan dan pakaian tiap-tiap orang yang dicurigai serta menyuruh memeriksanya oleh pejabat-pejabat Polisi atau pejabat-pejabat pengusut lain.

Pasal 21

Untuk pelaksanaan peraturan-peraturan dan tindakan-tindakan Penguasa Darurat Sipil, anggauta-anggauta Kepolisian, badan-badan pencegah bahaya udara, dinas pemadam kebakaran dan dinas-dinas atau badan-badan keamanan lainnya ada di bawah perintah Penguasa Darurat Sipil.

Pengamat : Lari dari Tanggung Jawab


Pengamat sosial politik Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, mempertanyakan langkah Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang malah menyinggung darurat sipil ketimbang karantina wilayah.

"Kenapa Jokowi tak mau menyebutkan kebijakan karantina wilayah, tetapi memilih pembatasan sosial berskala besar dan pilihan darurat sipil? Tentu ini memunculkan analisis kritis," kata Ubedilah dalam siaran tertulisnya, Senin, 30 Maret 2020.

Ubedilah mengatakan, pernyataan juru bicara presiden, Fadjroel Rachman, mengenai tahapan baru perang melawan Corona seolah hanya memunculkan dua opsi, yaitu pembatasan sosial berskala besar dan darurat dipil.

Menurut Ubedilah, ada logika dasar kebijakan yang lompat, yaitu dari dasar UU Nomor 6 tahun 2018 lompat ke Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 23 tahun 1959 tentang keadaan bahaya.

"Karantina Wilayah tidak disebutkan sama sekali. Ini mirip memotong tangkai berduri dari pohon bunga mawar pake gergaji besar. Tentu ini keliru," katanya.

Dengan hanya menyinggung pembatasan sosial berskala besar dan darurat sipil, Ubedilah menilai Presiden Jokowi terkesan lari dari tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara jika kebijakannya karantina wilayah.

Padahal, kata Ubedilah, dalam kondisi wabah yang terus meluas, pasal yang digunakan menurut UU Nomor 6 tahun 2018, setelah kebijakan pembatasan sosial berskala besar adalah karantina wilayah, tidak lompat ke darurat sipil.

Ia menuturkan, karantina wilayah terdapat pada Bab VII bagian ketiga tentang Karantina Wilayah pada Pasal 53, Pasal 54, dan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018.

"Saya heran jika pasal yang disediakan oleh undang-undang ini diabaikan oleh pemerintah. Pengabaian pada perintah undang-undang bisa termasuk pelanggaran konstitusi," ujarnya.

Selain itu, Ubedilah menilai juga berbahaya jika langsung darurat sipil. Sebab, Perpu Nomor 23 Tahun 1959 yang mencantumkan frasa darurat sipil itu merupakan aturan lama yang sempat akan diubah setelah reformasi 1998. Isinya, Ubedilah menyebutkan, memungkinkan kekuasaan menafsirkan secara subyektif otoriterian dan kebebasan sipil dipastikan akan terganggu dalam skala nasional.

Pasal 17 dalam perpu tersebut menyebutkan hak penguasa darurat sipil yang sangat otoriter, di antaranya kontrol terhadap semua alat komunikasi dan pemberitaan.

"Jadi informasi dari Fadjroel Rachman itu keliru, lompat dari pembatasan sosial berskala besar ke darurat sipil. Harusnya karantina wilayah, bukan darurat sipil," ucapnya.

Senada dengan Ubedilah, aktivis Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Julius Ibrani juga ikut menolak keras rencana tersebut.

Dia menilai, pemerintah harus berhati-hati dalam menggunakan dasar hukum yang digunakan untuk meminimalisir bias tafsir dan penggunaan kewenangan yang lebih tepat sasaran.

"Artinya ada gangguan atas ketertiban umum sehingga harus ada pembatasan dan surveillance sampai ke ruang private sipil," jelas Julius. Senin (30/3), saat ditanya apa arti darurat sipil yang hendak diaktifkan Jokowi.

Dia mendesak pemerintah tetap mengacu pada UU No 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana dan UU No 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Bukan over reaktif dengan memberlakukan darurat sipil.

Julius menjelaskan, isu Covid-19 merupakan kondisi yang disebabkan oleh bencana penyakit. Selain itu, penerapan pembatasan sosial meluas yang merujuk pada karantina kesehatan perlu dilakukan guna menghindari sekuritisasi problem kesehatan yang tidak perlu.

Harus diakui, lanjut dia, sejak awal pemerintah alpa mematuhi keseluruhan prosedur yang telah diatur dalam UU Penanggulangan Bencana. Sebelum penetapan masa tanggap darurat nasional, semestinya Presiden Joko Widodo melakukan penetapan status darurat bencana nasional (Pasal 51 ayat 2).

"Oleh karena itu, Presiden hendaknya segera mengeluarkan keputusan (Kerpres) terkait penetapan status bencana nasional yang akan menjadi payung hukum penerapan kebijakan pembatasan sosial," tambah pria akrab disapa Ijul ini.

Ijul menegaskan, pemerintah belum saatnya menerapkan keadaan darurat militer dan darurat sipil. Optimalisasi penggunaan UU Kekarantinaan Kesehatan dan UU Penanggulangan Bencana masih dapat dilakukan pemerintah dalam penanganan wabah Covid-19.

"Oleh karena itu, pemerintah belum saatnya menerapkan keadaan darurat militer dan darurat sipil," tambah dia lagi.

Ijul tak membayangkan apabila Jokowi mengaktifkan tombol Darurat Sipil. Sebab, semua ruang privasi bakal diatur oleh penguasa. Salah satu contoh kecilnya, diberlakukan jam malam.

"Dan lainnya, pembatasan mobilisasi, pemidanaan juga seperti Aceh dulu," tegas dia.

Aturan yang paling dikhawatirkan oleh koalisi masyarakat sipil yakni isi pasal 17 Perppu Nomor 23 Tahun 1959 tentang Menetapkan keadaan bahaya.

Pasal itu berbunyi:

Penguasa Darurat Sipil berhak:

1. Mengetahui semua berita-berita serta percakapan-percakapan yang dipercakapkan kepada kantor telepon atau kantor radio, pun melarang atau memutuskan pengiriman berita-berita atau percakapan-percakapan dengan perantaraan telepon atau radio.

2. Membatasi atau melarang pemakaian kode-kode, tulisan rahasia, percetakan rahasia, tulisan steno, gambar-gambar, tanda-tanda, juga pemakaian bahasa-bahasa lain dari pada bahasa Indonesia;

3. Menetapkan peraturan-peraturan yang membatasi atau melarang pemakaian alat-alat telekomunikasi sepertinya telepon, telegrap, pemancar radio dan alat-alat lainnya yang ada hubungannya dengan penyiaran radio dan yang dapat dipakai untuk mencapai rakyat banyak, pun juga mensita atau menghancurkan perlengkapan-perlengkapan tersebut.

Ijul menambahkan, Jokowi hanya tinggal menekan 'tombol' Darurat Sipil, maka Perppu yang disahkan zaman Soekarno tersebut berlaku. Hal ini sesuai dengan bunyi pasal 1 dan pasal 2 dalam Perppu itu.

Pasal 1

(1) Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara Republik Indonesia dalam keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil atau keadaan darurat militer atau keadaan perang, apabila:

1. keamanan atau ketertiban hukum diseluruh wilayah atau disebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa.

2. timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga.

3. hidup Negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan- keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala- gejala yang dapat membahayakan hidup Negara.

(2) Penghapusan keadaan bahaya dilakukan oleh Presiden/ Panglima Tertinggi Angkatan Perang.

Pasal 2

(1) Keputusan yang menyatakan atau menghapuskan keadaan bahaya mulai berlaku pada hari diumumkan, kecuali jikalau ditetapkan waktu yang lain dalam keputusan tersebut.

2) Pengumuman pernyataan atau penghapusan keadaan bahaya dilakukan oleh Presiden.

Jalan Terakhir


Diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta pembatasan sosial berskala besar untuk mencegah penyebaran pandemi Covid-19.

Tidak hanya itu, Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut juga meminta pembatasan tersebut didampingi dengan adanya kebijakan darurat sipil.

"Sudah saya sampaikan bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil," kata Jokowi dalam membuka rapat terbatas terkait laporan satuan gugus tugas Covid-19 melalui siaran teleconference di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (30/3).

Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman menjelaskan, darurat sipil sebagai jalan terakhir apabila pembatasan sosial skala besar tidak berjalan mulus. Hal tersebut bertujuan agar tidak semakin bertambahnya pasien positif corona di Indonesia.

"Pemerintah juga mempertimbangkan usulan pemberlakuan Darurat Sipil supaya penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dapat dijalankan secara efektif," kata Fadjroel dalam pesan singkat, Jakarta, Senin (30/3).

Tetapi, dia menjelaskan, penerapan darurat sipil sebagai langkah akhir. Dia berharap, kebijakan itu tak dilakukan Presiden Jokowi."Penerapan Darurat Sipil adalah langkah terakhir," ungkap Fadjroel
Next article Next Post
Previous article Previous Post