Kerja Tanpa Keluh Fatimah Azzahra R.A

Kerja Tanpa Keluh Fatimah Azzahra R.A

author photo
KabarMakkah.Com - Fatimah Azzahra R.A adalah putri seorang utusan yang mulia. Putri dari junjungan kita semua, nabi Muhammad SAW. Fatimah merupakan putri yang sangat dicintai oleh Rasulullah, putri yang begitu disayanginya. Lalu bagaimana wujud rasa cinta ini direalisasikan Rasulullah dalam kehidupan putrinya?. Mari sejenak kita mengecap manisnya sepotong kisah kerja tanpa keluh Fatimah Azzahra R.A.

Pada suatu hari datang beberapa orang hamba sahaya kepada Rasulullah SAW. Berita ini pun sampai ke telinga Ali bin Abi Thalib r.a. Mendengar hal ini Ali memutuskan menyuruh istrinya-Fatimah R.A- untuk pergi menemui Rasulullah SAW dan meminta salah seorang diantara hamba sahaya tersebut untuk dijadikan pembantu rumah tangga.

Muslimah Shalehah


Permintaan ini bukan didasari karena Ali ingin memanjakan istrinya. Namun karena Ali merasa kasihan pada istrinya yang setiap hari kelelahan membereskan pekerjaan rumah tangga. Ali sendiri sudah begitu disibukkan dengan urusan agama sehingga dia tidak bisa berkontribusi banyak untuk meringankan pekerjaan istrinya.

Maka pergilah Fatimah menemui ayahanda tercinta. Tetapi sesampainya ke tempat Rasul, Fatimah urung mengutarakan permintaannya karena saat itu banyak orang yang menghadiri majlis beliau. Pada esok harinya Rasulullah SAW datang ke rumah kediaman Ali dan putrinya. Beliau bertanya: “Wahai Fatimah apa maksud kedatanganmu kemarin?”

Fatimah tidak menjawab karena merasa malu. Ali-lah yang menjawab pertanyaan Rasul: “Wahai Rasulullah, Fatimah menggiling gandum dengan kedua tangannya setiap hari sehingga menimbulkan bintik-bintik hitam yang menebal pada kedua telapak tangannya. Dia juga mengangkut air dalam kantung kulit yang menyebabkan luka-luka di dadanya. Kemudian dia membersihkan rumah seorang diri sehingga pakaiannya menjadi kotor. Kemarin saya menceritakan padanya tentang beberapa hamba sahaya yang engkau dapatkan. Saya menyuruh Fatimah datang kepada engkau untuk mendapatkan seorang pembantu”.

Mendengar hal itu Rasulullah SAW bersabda: “Wahai fatimah bertakwalah kepada Allah, tetaplah menyempurnakan kewajibanmu kepada Allah dan kerjakanlah pekerjaan rumah tanggamu....”. Setelah mendengar nasihat ayahnya, Fatimah berkata:” Saya ridho dengan keputusan Allah dan RasulNya”.

Inilah gambaran kehidupan putri orang nomor satu, putri dari pemegang tambuk kepemimpinan tertinggi kaum muslimin. Betapa sederhana kehidupannya, betapa jauh dari kata bergelimang harta dan manja.

Kedua telapak tangannya menebal disertai bintik-bintik hitam akibat menggiling gandum setiap hari. Fatimah tidak membantah, tidak pula mengeluh ketika sang ayah memberikan putusan bahwa dia harus tetap mengerjakan pekerjaan rumah tangganya tanpa bantuan seorang pembantu.

Bandingkan dengan kehidupan para muslimah sekarang ini. Telapak tangan mereka putih halus bak pualam karena tidak pernah kedua tangan tersebut menyentuh pekerjaan berat. Kuku-kuku mereka terawat rapi yang tentu saja menghalanginya dari pekerjaan rumah. Mereka takut kuku-kuku tersebut patah, padahal sunnah kuku memang harusnya dipotong. Jika mereka disuruh mengerjakan pekerjaan rumah tangga seorang diri tentu akan keluar berbagai macam protes dan alasan dari lisan mereka.

Sekarang ini urusan bersih-bersih rumah biar si bibi saja yang mengerjakan. Sang ratu rumah tangga taunya tinggal beres. Putra-putri mereka sebagai generasi penerus pun tidak pernah diajari untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Bahkan kebutuhan pribadi mereka harus orang lain yang menyiapkan.

Bukan tidak boleh kita memperkerjakan seorang pembantu. Namun yang harus diingat adalah pekerjaan pembantu itu hanya membantu. Pembantu hanya meringankan beratnya pekerjaan rumah tangga bukan diserahi seluruh tugas yang menguras tenaga dan menghabiskan seluruh waktu hidup sang pembantu.

Alangkah indahnya jika yang dibantu tidak memposisikan diri sebagai majikan yang gila hormat dan berperilaku merendahkan sang pembantu. Jangan merasa semua hal bisa dikuasai dengan uang. Jangan kira dengan memberikan sejumlah uang, dia telah bisa membeli seluruh hidup sang pembantu beserta harga dirinya sehingga layak diinjak-injak.

Justru yang dibantu harus berperilaku sopan santun dengan penuh rasa terimakasih atas bantuan sang pembantu. Alangkah indahnya apabila yang dibantu dan yang membantu berkolaborasi saling bantu, maka tentu pekerjaan rumah tangga akan lebih ringan dan lebih cepat selesai.

Gambaran kehidupan putri Rasulullah harusnya menjadi suri tauladan yang menjadi tuntunan dalam perilaku kehidupan. Kita sama-sama mempunyai keinginan memetik manisnya syurga layaknya Fatimah Azzahra R.A, namun benih-benih amal yang ditanam Fatimah tidak kita ikuti sama sekali. Gaya hidup kita jauh sekali dari sifat kerja keras dan kesederhanaan kehidupan Fatimah. Pakaian Fatimah menjadi kotor akibat beres-beres rumah sedangkan muslimah zaman sekarang malah berlomba-lomba mempercantik diri dengan berbagai macam tempelan make up di wajah, dibalut busana bermerk yang serba ketat lalu dipertontonkan secara cuma-cuma di depan khalayak umum.

Rasulullah SAW sebagai ayah pun mewujudkan rasa cinta dan sayangnya dengan tidak memanjakan putri beliau. Rasulullah SAW malah memberikan nasihat agar Fatimah tetap mengerjakan pekerjaan rumah tangganya dan tetap bertakwa kepada Allah dengan mengerjakan kewajiban-kewajiban ibadahnya. Hal semacam ini harus turut kita tiru dalam rangka mendidik anak-anak kita. Jangan biarkan anak-anak kita menjadi pemalas yang justru akhirnya rasa malas dalam bekerja tersebut akan merembet menjadi rasa malas untuk melakukan ibadah.

Tetapi jangan pula mengajarkan anak-anak kita untuk rajin bekerja namun tidak rajin dalam beribadah. Jika demikian, akan lahir generasi manusia yang mampu mengorbankan seluruh waktu dan tenaganya untuk bekerja mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, namun tidak pernah ingat akan kewajiban terhadap Robbnya. Mereka rela kerja lembur, begadang dan sebagainya namun tidak pernah bangun satu kali pun di sepertiga malam untuk bertahajud kepadaNya.

Maka seperti halnya Abu Lahab, orang-orang seperti ini akan memperoleh kebinasaan. Tidak akan ada guna dan manfaat harta yang selama ini mereka kumpulkan melalui usaha kedua tangan mereka. Oran-orang seperti ini sudah terlalu condong mengejar kehidupan dunia, sudah terlalu berat sebelah.

Bahkan mereka sudah menjadi hamba yang diperbudak oleh dunia. Secara lahiriah, orang lain akan merasa takjub akan hidup mereka yang bergelimang harta. Namun di hadapan pandangan Allah mereka termasuk orang-orang yang merugi yang tidak akan mendapat bagian di akhirat kecuali api yang bergejolak. Harta benda perhiasan yang mereka kumpulkan justru akan dilebur menjadi cairan panas yang akan disetrikakan pada punggung-punggung mereka.

Na’udzubillahi min dzalika.
Next article Next Post
Previous article Previous Post