KabarMakkah.Com - Banyak orang yang mencari sumber penghidupan dari aktifitas jual beli. Tidak terkecuali yang dicontohkan nabi Muhammad dan para sahabatnya. Memang tidak ada yang salah jika kita mencari untung dari jual beli, karena jual beli hukumnya halal. Namun yang salah adalah perilaku para pedagang yang membabi buta menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Jika sudah seperti ini, waspadalah.... waspadalah akan hari dimana tidak ada lagi jual beli didalamnya !!!
Ada satu kisah penuh hikmah dari salah seorang sahabat Rasul dalam mencari keuntungan perniagaan. Berikut kisahnya:
Suatu ketika kota Madinah dilanda kemarau yang begitu panjang yang menyebabkan persediaan bahan pangan semakin menipis. Kalaupun ada yang menjualnya di pasaran, harganya begitu jauh melambung tinggi. Jika hal ini terus berlanjut, maka tak ayal lagi penduduk kota akan mengalami krisis pangan yang semakin parah.
Di tengah krisis seperti itu, datanglah serombongan kafilah dagang dengan puluhan ekor unta yang membawa bahan pangan seperti gandum, tepung, zaitun dan banyak lagi. Para pedagang menyambutnya dengan gembira dengan harapan bisa menjadi pengedar barang-barang tersebut dan memperoleh banyak untung.
Kegembiraan mereka bertambah setelah mengetahui bahwa pemilik barang-barang tersebut tiada lain adalah Utsman bin Affan, menantu Rasulullah yang terkenal jujur dan tidak pernah menyulitkan orang lain. Mereka segera megerumuninya dan menawarkan persentase pembagian keuntungan jika Utsman bersedia meloper barang-barangnya pada mereka.
Salah seorang dari mereka berkata: “Wahai Ustman, saya siap memberi Anda keuntungan 4%”.
“Saya 10%”. Timpal yang lain. “Saya 20%”. Timpal yang lainnya pula.
Mendengar hal tersebut, Ustman tersenyum dan berkata: “Saya akan menjualnya pada pemberi keuntungan tertinggi”.
Mereka berkata: “katakan saja berapa persentase keuntungan yang engkau inginkan?”
Ustman berkata: "Siapa yang bisa memberikan saya keuntungan 700 kali lipat maka akan saya berikan barang-barang ini padanya."
Para pedagang tersebut terkejut mendengar permintaan Utsman. Mereka tidak menyangka ternyata Utsman begitu tamak.
Namun Utsman berkata: “Saksikanlah wahai para pedagang sekalian, Saya akan menjual barang-barang ini kepada Allah, Dzat yang bisa memberikan keuntungan 700 kali lipat bahkan lebih. Ingatlah firman Allah :
”Wahai orang-orang yang beriman, sukakah Aku tunjukkan kalian pada perniagaan yang dapat menyelamatkan kalian dari adzab yang pedih? (yaitu) kalian beriman kepada Allah dan rasulNya dan kalian berjihad di jalan Allah dengan harta-harta kalian dan diri-diri kalian. Hal itu lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahui” (QS Ash Shaff: 10-11)
Maka daripada itu, akan saya bagikan secara percuma barang-barang ini untuk menolong warga Madinah yang mengalami kemarau panjang dengan harapan mardhotillah-mengharap ridho Allah-”.
Inilah sikap cerdas orang beriman dalam meraup keuntungan. Keuntungan yang dicari bukanlah keuntungan semu yang cepat hilang seiring waktu, namun keuntungan haqiqi yang kelak akan dipetiknya dalam kebahagiaan abadi. Siapa makhluk yang bisa memberikan keuntungan perniagaan yang begitu besar, yakni terbebas dari adzab yang sangat pedih, terbebas dari api neraka.
Dan jika kita terbebas dari Nar sudah barang tentu kita akan dimasukkanNya ke dalam Jannah yang penuh dengan keni’matan. Di dalamnya, kita akan selalu sehat dan tidak akan pernah sakit. Di dalamnya kita akan selalu muda dan tidak akan pernah tua. Di dalamya kita akan selalu hidup dan tidak akan pernah mati. Jika kita menginginkan buah-buahan Jannah, maka pepohonannya yang akan menghampiri sehingga dengan mudah kita dapat memetiknya. Sungai madu, sungai susu dan sungai khamr mengalir dibawahnya yang setiap saat bisa direguk kesegarannya tanpa takut untuk mabuk.
Berbeda halnya dengan ahli Nar, dimana mereka meratap kehausan dan berkata : “ wahai penghuni Jannah berilah kami minum untuk menghilangkan dahaga, walau hanya setetes air”. Bagaimana tidak mereka mengharapkan minuman ahli Jannah, karena minuman mereka sendiri berupa air mendidih, nanah dan darah yang terpaksa diteguk-teguknya namun tiada jua menghilangkan dahaga menyiksa. Makanan mereka berupa buah berduri yang terpaksa ditelannya namun tidak jua menghilangkan lapar.
Untuk memperoleh keuntungan yang begitu besar tersebut dapat diperoleh dengan cara-cara yang secara gamblang telah dijelaskan dalam firmanNya di atas, yakni:
1. Beriman dengan iman yang sesungguhnya, iman yang benar-benar iman terhadap Allah dan rasulNya.
2. Mu’minin dan mu’minat harus tunduk patuh terhadap segala peraturan yang ditetapkan Robbnya. Tidak pantas bagi orang yang beriman mencari aturan lain selain aturan Allah SWT. Maka setiap ucap, langkah dan tingkahnya akan selalu berada dalam koridor aturan agama islam.
3. Berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa.
Seperti contoh kisah Utsman di atas, beliau merelakan hartanya dibelanjakan di jalan Allah, menolong penduduk kota Madinah yang tengah kesusahan. Inilah gambaran orang yang menjual dirinya kepada Allah. Dia siap mengorbankan apa pun baik harta maupun nyawa.
FirmanNya: “Sesungguhnyà Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka dibunuh atau terbunuh. Itu yang menjadi janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al Qur-an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan, dan itulah kemenangan yang besar”. (At Taubah: 111)
Maka marilah berlomba-lomba untuk meraih keuntungan haqiqi dari transaksi jual beli dengan Allah. Mumpung jalan transaksi itu masih dibuka, mumpung masih ada kesempatan untuk meraihnya. Sebelum datang satu hari dimana sudah tidak ada lagi transaksi jual beli di dalamnya. Sudah tidak bisa lagi meraup keuntungan yang dapat menyelamatkan diri dari adzab yang pedih. Pada hari itu kita tidak bisa lagi meminta syafaat, meminta pertolongan dari sahabat karib yang sangat akrab sekalipun.
Allah SWT berfirman :
“Wahai orang-orang yang beriman infaqkanlah sebagian rezeki yang telah Kami berikan kepadamu. Sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafaat. Dan orang-orang kafir, itulah orang-orang yang dzalim”. (QS Al Baqarah: 254)
Wallahu a’lam.
Ada satu kisah penuh hikmah dari salah seorang sahabat Rasul dalam mencari keuntungan perniagaan. Berikut kisahnya:
Suatu ketika kota Madinah dilanda kemarau yang begitu panjang yang menyebabkan persediaan bahan pangan semakin menipis. Kalaupun ada yang menjualnya di pasaran, harganya begitu jauh melambung tinggi. Jika hal ini terus berlanjut, maka tak ayal lagi penduduk kota akan mengalami krisis pangan yang semakin parah.
Di tengah krisis seperti itu, datanglah serombongan kafilah dagang dengan puluhan ekor unta yang membawa bahan pangan seperti gandum, tepung, zaitun dan banyak lagi. Para pedagang menyambutnya dengan gembira dengan harapan bisa menjadi pengedar barang-barang tersebut dan memperoleh banyak untung.
Kegembiraan mereka bertambah setelah mengetahui bahwa pemilik barang-barang tersebut tiada lain adalah Utsman bin Affan, menantu Rasulullah yang terkenal jujur dan tidak pernah menyulitkan orang lain. Mereka segera megerumuninya dan menawarkan persentase pembagian keuntungan jika Utsman bersedia meloper barang-barangnya pada mereka.
Salah seorang dari mereka berkata: “Wahai Ustman, saya siap memberi Anda keuntungan 4%”.
“Saya 10%”. Timpal yang lain. “Saya 20%”. Timpal yang lainnya pula.
Mendengar hal tersebut, Ustman tersenyum dan berkata: “Saya akan menjualnya pada pemberi keuntungan tertinggi”.
Mereka berkata: “katakan saja berapa persentase keuntungan yang engkau inginkan?”
Ustman berkata: "Siapa yang bisa memberikan saya keuntungan 700 kali lipat maka akan saya berikan barang-barang ini padanya."
Para pedagang tersebut terkejut mendengar permintaan Utsman. Mereka tidak menyangka ternyata Utsman begitu tamak.
Namun Utsman berkata: “Saksikanlah wahai para pedagang sekalian, Saya akan menjual barang-barang ini kepada Allah, Dzat yang bisa memberikan keuntungan 700 kali lipat bahkan lebih. Ingatlah firman Allah :
”Wahai orang-orang yang beriman, sukakah Aku tunjukkan kalian pada perniagaan yang dapat menyelamatkan kalian dari adzab yang pedih? (yaitu) kalian beriman kepada Allah dan rasulNya dan kalian berjihad di jalan Allah dengan harta-harta kalian dan diri-diri kalian. Hal itu lebih baik bagi kalian, jika kalian mengetahui” (QS Ash Shaff: 10-11)
Maka daripada itu, akan saya bagikan secara percuma barang-barang ini untuk menolong warga Madinah yang mengalami kemarau panjang dengan harapan mardhotillah-mengharap ridho Allah-”.
Inilah sikap cerdas orang beriman dalam meraup keuntungan. Keuntungan yang dicari bukanlah keuntungan semu yang cepat hilang seiring waktu, namun keuntungan haqiqi yang kelak akan dipetiknya dalam kebahagiaan abadi. Siapa makhluk yang bisa memberikan keuntungan perniagaan yang begitu besar, yakni terbebas dari adzab yang sangat pedih, terbebas dari api neraka.
Baca Juga: 3 Cara Sukses Dagang Ala Nabi
Dan jika kita terbebas dari Nar sudah barang tentu kita akan dimasukkanNya ke dalam Jannah yang penuh dengan keni’matan. Di dalamnya, kita akan selalu sehat dan tidak akan pernah sakit. Di dalamnya kita akan selalu muda dan tidak akan pernah tua. Di dalamya kita akan selalu hidup dan tidak akan pernah mati. Jika kita menginginkan buah-buahan Jannah, maka pepohonannya yang akan menghampiri sehingga dengan mudah kita dapat memetiknya. Sungai madu, sungai susu dan sungai khamr mengalir dibawahnya yang setiap saat bisa direguk kesegarannya tanpa takut untuk mabuk.
Berbeda halnya dengan ahli Nar, dimana mereka meratap kehausan dan berkata : “ wahai penghuni Jannah berilah kami minum untuk menghilangkan dahaga, walau hanya setetes air”. Bagaimana tidak mereka mengharapkan minuman ahli Jannah, karena minuman mereka sendiri berupa air mendidih, nanah dan darah yang terpaksa diteguk-teguknya namun tiada jua menghilangkan dahaga menyiksa. Makanan mereka berupa buah berduri yang terpaksa ditelannya namun tidak jua menghilangkan lapar.
Untuk memperoleh keuntungan yang begitu besar tersebut dapat diperoleh dengan cara-cara yang secara gamblang telah dijelaskan dalam firmanNya di atas, yakni:
1. Beriman dengan iman yang sesungguhnya, iman yang benar-benar iman terhadap Allah dan rasulNya.
2. Mu’minin dan mu’minat harus tunduk patuh terhadap segala peraturan yang ditetapkan Robbnya. Tidak pantas bagi orang yang beriman mencari aturan lain selain aturan Allah SWT. Maka setiap ucap, langkah dan tingkahnya akan selalu berada dalam koridor aturan agama islam.
3. Berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa.
Seperti contoh kisah Utsman di atas, beliau merelakan hartanya dibelanjakan di jalan Allah, menolong penduduk kota Madinah yang tengah kesusahan. Inilah gambaran orang yang menjual dirinya kepada Allah. Dia siap mengorbankan apa pun baik harta maupun nyawa.
FirmanNya: “Sesungguhnyà Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan syurga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka dibunuh atau terbunuh. Itu yang menjadi janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al Qur-an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan, dan itulah kemenangan yang besar”. (At Taubah: 111)
Maka marilah berlomba-lomba untuk meraih keuntungan haqiqi dari transaksi jual beli dengan Allah. Mumpung jalan transaksi itu masih dibuka, mumpung masih ada kesempatan untuk meraihnya. Sebelum datang satu hari dimana sudah tidak ada lagi transaksi jual beli di dalamnya. Sudah tidak bisa lagi meraup keuntungan yang dapat menyelamatkan diri dari adzab yang pedih. Pada hari itu kita tidak bisa lagi meminta syafaat, meminta pertolongan dari sahabat karib yang sangat akrab sekalipun.
Allah SWT berfirman :
“Wahai orang-orang yang beriman infaqkanlah sebagian rezeki yang telah Kami berikan kepadamu. Sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafaat. Dan orang-orang kafir, itulah orang-orang yang dzalim”. (QS Al Baqarah: 254)
Wallahu a’lam.