Giliran Media Arab Soroti Musibah Sriwijaya Air: Kuliti Utang, Pembelian Pesawat Bekas dan Murah

Giliran Media Arab Soroti Musibah Sriwijaya Air: Kuliti Utang, Pembelian Pesawat Bekas dan Murah

author photo
Giliran Media Arab Soroti Musibah Sriwijaya Air: Kuliti Utang, Pembelian Pesawat Bekas dan Murah



Kecelakaan pesawat jatuh milik maskapai Sriwijaya Air, pada 9 Januari 2021 tidak luput dari perhatian warga dunia. 


Betapa tidak, tragedi ini menewaskan 62 isi pesawat termasuk anak-anak dan bayi, dalam penerbangan rute Jakarta-Pontianak. 


Salah satu media asing, The New York Times telah mengulas buruknya pemeliharaan pesawat di Indonesia. 


Telegraph bahkan mengangkat spekulasi seorang analis aviasi bahwa Sriwijaya Air SJ 182 yang jatuh di Kepulauan Seribu mungkin grounded selama sembilan bulan akibat pandemi. 


Namun, Kementerian Perhubungan RI telah menegaskan bahwa pesawat yang jatuh tersebut laik terbang, demikian diumumkan 12 Januari 2021. 


Usai media Amerika Serikat dan Inggris tersebut, giliran media milik Raja Arab Saudi membuat pelaporan mendalam menyoroti kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182. 


Al Arabiya, media tersebut memulai tulisan dengan sejarah Sriwijaya Air pertama mengudara, dengan berbekal satu pesawat pada tahun 2003. 


Sriwijaya Air Indonesia telah menjadi grup maskapai penerbangan nomor 3 di Indonesia. 


Al Arabiya lantas menuliskan, keberhasilan itu dibantu oleh strateginya membeli pesawat bekas dengan harga murah, dan melayani rute penerbangan yang diabaikan oleh para pesaing. 


Soroti kesuksesan Sriwijaya Air 


Situs berita yang juga satu induk dengan saluran Al Arabiya News Channel itu menyoroti Sriwijaya membidik pasar menengah, yang memiliki sedikit penerbangan internasional, memilih Boeing 737-500 berusia 26 tahun, untuk mengangkut 62 orang dalam musibah 9 Januari. 


Dua bersaudara Chandra dan Hendry Lie, yang keluarganya terlibat dalam pertambangan timah dan industri garmen, dan mitra bisnis meluncurkan Sriwijaya 17 tahun lalu dengan satu pesawat yang terbang dari kampung halaman mereka di Pangkal Pinang di Pulau Bangka ke Jakarta, ibu kota Indonesia. 


Fokus pelayanan pada market di rute lapis kedua dan ketiga memberinya basis pelanggan setia, sehingga sukses merebut hampir 10 persen pangsa pasar setelah Lion Air dan maskapai nasional Garuda Indonesia .          


Kuliti utang 


Usai menguliti kesuksesan maskapai itu, laporan 12 Januari 2021 tersebut juga menyoroti pembiayaan yang bersumber dari utang. 


Armada Sriwijaya dan cabangnya NAM Air rata-rata berusia hampir 20 tahun - hampir tiga kali lebih tua dari grup Lion Air, menurut situs web Planespotters.net, dikutip oleh Al Arabiya. 


Pesawat yang terlibat dalam kecelakaan itu, Boeing 737-500 yang tinggal 77 di dunia penerbangan komersil, kata penyedia data penerbangan Cirium. 


Operator lain saat ini yang masih menggunakannya antara lain maskapai seperti Nigeria's Air Peace dan Kazakhstan's SCAT Airlines. 


Per 30 September 2020, Sriwijaya dan NAM berutang sekitar 63 juta dolar AS, dalam tagihan yang belum dibayar kepada GMF AeroAsia dan Garuda. 


Status posisi keuangannya sejak dimulainya pandemi tidak jelas, demikian laporan yang belum mendapatkan konfirmasi dari manajemen Sriwijaya Air itu. 


“Pertanyaannya sekarang adalah apakah Sriwijaya, yang sudah dalam kondisi keuangan yang buruk, mampu mengatasi kecelakaan ini karena Covid-19 yang telah melumpuhkan semua maskapai,” kata Shukor Yusof, kepala konsultan penerbangan Malaysia Endau Analytics.*** 

Next article Next Post
Previous article Previous Post