Dikutuk Meninggal Jadi Babi, Mbah Ramisah Tak Mau Balas Penghinaan Anak Kandungnya Sendiri

Dikutuk Meninggal Jadi Babi, Mbah Ramisah Tak Mau Balas Penghinaan Anak Kandungnya Sendiri

author photo
Dikutuk Meninggal Jadi Babi, Mbah Ramisah Tak Mau Balas Penghinaan Anak Kandungnya Sendiri



Kasih Ibu sepanjang masa, kasih anak sepanjang galah. 


Peribahasa itu tepat disematkan dalam  kasus Mbah Ramisah (67) yang diperkarakan anak kandungnya Maryanah (45).


Maryanah gugat ibu kandungnya di Pengadilan Negeri Kendal lantaran menuntut tanah yang diklaim dibeli dari hasil kerjanya sewaktu jadi TKW di Malaysia. 


Dia tak peduli wanita yang melahirkannya itu sudah renta dan tetap menggulirkan kasus itu. 


Dari kejadian itu, Ramisah mengaku, sangat sakit hati kepada anaknya tersebut. 


Sebenarnya tak hanya kepada Maryanah melainkan juga terhadap anak ragilnya bernama Sri Martini. 


Namun di Pengadilan yang tercantum penggugat adalah nama Maryanah. 


Dia ingat betul merawat para anaknya itu dari kandungan hingga dewasa. 


Hasilnya sekarang anak itu menggugatnya di ranah hukum. 


"Saya jujur sangat sakit hati terhadap dua anak saya Maryanah dan Sri Martini, " ungkapnya. 


Dia menjelaskan, sakit hati itu tak menyoal tanah saja. 


Melainkan beberapa sebab yang menurutnya tingkah anaknya itu sudah kelewatan. 


Di antaranya menjual sawah seluas 280 meter persegi tanpa sepengetahuannya dan uang hasil penjualan tersebut entah lari kemana. 


Padahal sawah itu sebagai gantungan hidup. 


Berikutnya hinaan dari anaknya yang dialamatkan kepada  dirinya. 


"Saya dihina oleh anak saya kalau meninggal jadi babi. 


Itu sudah sangat kelewatan," paparnya. 


Kendati demikian, kata dia, tak ingin mengutuk balik anaknya. 


Meski dia tahu kalau perbuatan mendurhakai orangtua dilaknat oleh Allah SWT. 


"Emak tidak mau kutuk anak. 


Bahkan emak sudah maafkan mereka berdua," bebernya. 


Dia juga berharap anak perempuan pertama dan kelimanya itu lekas sadar. 


Harta dunia tak dibawa mati. 


"Saya harap mereka taubat. 


Dan minta maaf ke Allah. 


Bukan ke saya," katanya. 


Dia mengatakan, akibat kasus itu sering sakit-sakitan.


Kepalanya pusing tak enak badan. 


Tidur  tak nyenyak. 


Makan tak enak. 


"Saya ingin kasus ini segera selesai. 


Allah tahu siapa yang benar dan salah. 


Biar saya jalani masa tua dengan tenang," katanya. 


Kerabat Maryanah, Roni mengaku, tak  habis pikir atas sikapnya yang tega memperkarakan ibunya di Pengadilan Negeri Kendal. 


Tepatnya  sepulang dari Malaysia bersama laki-laki Aceh pertengahan 2020.


"Kalau dari sifatnya dari dulu memang kurang baik namun tak menyangka akan sejauh itu. 


Saya jadi ingat pesan terakhir almarhum Pak Ngaman ayah Maryanah yang meninggal tahun 2011 lalu. 


Almarhum berpesan kepada Maryanah agar jangan main judi lagi," jelasnya. 


Dia menambahkan, Maryanah juga sudah bersuami dengan warga Malaysia beretnis Tionghoa. 


Dari perkawinan itu dikarunia empat anak. 


Sedangkan anak yang ikut Ramisah saat ini adalah anak dari suami keduanya. 


Maryanah juga jarang pulang. 


Dia sudah hidup di negeri jiran kurang lebih 25 tahun. 


"Setahu saya Maryanah sudah nikah tiga kali salah satunya dengan orang Malaysia itu," imbuhnya. 


Kronologi Gugatan


Diberitakan sebelumnya, Rapuhnya rumah reot seluas 4 x 7 meter beralas plester semen ternyata serapuh hati pemilik rumah, Ramisah (67), yang kini hatinya kelu lantaran harus berhadapan dengan hukum akibat gugatan anak kandungnya, Maryanah (45).


Kasus itu sedang diproses di Pengadilan Negeri Kendal. 


Ramisah juga tak habis pikir, anak kandungnya sendiri tega memperkarakannya di meja pengadilan. 


"Iya betul memang soal tanah padahal itu kerja keras almarhum suami dan saya," katanya warga  Candiroto, Kendal, Senin (25/1/2021).


Dia menyebut, ada dua lokasi tanah yang bermasalah dengan anaknya. 


Pertama tanah dalam bentuk sawah seluas 280 meter  persegi atas nama Ngaman atau almarhum suaminya yang berlokasi di Kelurahan Sukodono, Kendal. 


Kepemilikan sawah tersebut masih dalam bentuk akta jual beli resmi. 


Menurutnya,tanah itu kini telah dijual Maryanah kepada seseorang secara diam-diam pada tahun 2020.


"Saya tidak tahu kalau tanah itu dijual tanpa sepengetahuan saya. 


Saya tahu dijual ketika ada yang membabat  padi di sawah yang saya tanam," ungkapnya. 


Dia merinci, kejadian itu menjelang magrib pada Kamis (7/1/2021).


Dia dikasih tahu anaknya yang lain kalau sawahnya dirusak oleh lima orang. 


Selepas diperiksa ke sawah, benar saja tanaman padi usia sekira lebih dari tiga bulan rusak. 


Padahal tanaman padi itu baru saja diberi pupuk sejumlah 20 kilogram. 


Padi di sawah itu menjadi sumber penghidupannya. 


"Saya sakit hati sekali sawah sudah jual, ini padinya malah dirusak," ungkapnya. 


Persoalan tanah berikutnya, sambung Rasminah, menyoal tanah seluas 415 meter persegi. 


Tanah itu kini berdiri rumah dan warung kopinya. 


Lokasi tanah tepat berada di depan lapangan sepak bola Kelurahan Candiroto, Kendal. 


Kalau tanah itu dijual, dia bingung mau hidup di mana. 


Sebab dia sendiri tak mau merepotkan para anaknya. 


Di warung itulah dia menggantungkan hidup.


Bahkan mampu memberi uang jajan ke cucunya yang berjumlah 15 anak. 


"Dari warung ini saya bisa mandiri tak merepotkan anak. 


Makan tidur di sini," jelasnya. 


Menurut Rasminah, dua tanah yang dipersoalkan itu merupakan hasil kerja kerasnya bersama suaminya. 


Semasa hidup dia dan suaminya bekerja keras dari bertani, berdagang dan kerja di pabrik. 


"Kalau saya bantu suami bertani dan dagang. 


Kami tanam tembakau dan padi. 


Suami juga kerja di perusahaan kemasan di Karangayu, Kota Semarang," terangnya. 


Dia tak menampik, anaknya Maryanah pernah mengiriminya uang Rp15 juta ketika sedang menjadi TKW di Malaysia sekira tahun 2000.


Namun uang itu habis digunakan untuk menghidupi anak kandung Maryanah yang ditinggal kerja ibunya sejak umur 5 bulan. 


Anak Maryanah atau cucunya selama ini hidup dengannya. 


Dari bayi hingga usianya sekarang yang menginjak usia 27 tahun. 


"Susu, makan, sekolah anak Maryanah itu siapa yang nanggung. 


Anak laki-lakinya dari umur 5 bulan  yang merawat saya. 


Dia memberikan uang itu namun tiba-tiba mengungkitnya dengan alasan tanah," katanya. 


Sementara itu, Kuasa hukum Ramisah dari Pusat Bantuan Hukum (PBH) Jaringan Kerja Relawan Hak Asasi Manusia (Jakerham) Adi Prasetyo menjelaskan, Ramisah datang ke pihaknya meminta bantuan hukum karena digugat anaknya di Pengadilan Negeri Kendal pada pertengahan November 2020.


Awalnya dia kaget ada anak yang menggugat ibu atas obyek tanah. 


Dalih penggugat yakni telah mentransfer uang Rp15 juta untuk membeli tanah. 


Padahal obyek tanah yang diperkarakan sesuai akta jual beli tercantum pembelian Rp32 juta. 


"Apalagi penggugat juga meninggalkan seorang anaknya atau cucu Bu Ramisah dari umur 5 bulan hingga sekarang berusia 27 tahun. 


Artinya uang Rp 15 juta itu apa cukup untuk mebiayai hidup anak hingga 27 tahun dengan uang segitu," jelasnya. 


Dia melanjutkan, ketika  menerima aduan itu setelah proses mediasi. 


Kini kasus itu sedang dalam tahap persidangan. 


"Nanti persidangan tanggal 2 Februari dengan agenda duplik dari tergugat menjawab replik dari penggugat," tuturnya. 


Perkara lainnya, pihak penggugat juga menjual tanah secara diam-diam pada tahun 2020.


Namun perkara itu belum menjadi fokus pihaknya. 


Pasalnya sekarang tengah mendalami kasus gugatan di tanah yang kini ditempati Ramisah. 


"Untuk yang sawah dijual tanpa sepengetahuan Ibu Ramisah rencana kami laporkan ke Polda," ungkapnya. 


Kuasa hukum maryanah sebagai penggugat, Purwanti, ketika dikonfirmasi  melalui whatsapp  terkait perkembangan kasus tersebut tidak memberikan jawaban.


Next article Next Post
Previous article Previous Post