Pendukung PKI Sebut DN Aidit Keturunan Rasulullah, Habib Zen Smith Berikan Bantahan Telak "Nasabnya Tidak Ditemukan!"

Pendukung PKI Sebut DN Aidit Keturunan Rasulullah, Habib Zen Smith Berikan Bantahan Telak "Nasabnya Tidak Ditemukan!"

author photo
Pendukung PKI Sebut DN Aidit Keturunan Rasulullah, Habib Zen Smith Berikan Bantahan Telak "Nasabnya Tidak Ditemukan!"


Nama tokoh Partai Komunis Indonesia (PKI) DN Aidit ramai diperbincangkan di kalangan warganet sejak Jumat, 25 September 2020 hingga saat ini.

Hal tersebut lantaran ucapan putra DN Aidit yang mencibir Jenderal Gatot Nurmantyo dan mengatakan bahwa yang membuat kisruh bukanlah Neo PKI melainkan Radikalisme.

Beberapa tokoh pun memberikan tanggapannya mengenai pernyataan tersebut melalui akun media sosial Twitter mereka.

“Anak DN Aidit tak usah dibawa-bawa, makin jelas pembelaannya pada PKI dan kebenciannya pada Orde Baru. Hanya akan menambah kegaduhan saja,” kicau Fadli Zon melalui akun @fadlizon sambil menyertakan berita mengenai pernyataan anak DN Aidit.

Selain Fadli Zon, Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia, Tengku Zulkarnain pun memberikan tanggapannya mengenai DN Aidit.

“Wakil Presiden pertama Muhammad Hatta difitnah oleh DN Aidit gembong PKI, sebagai ‘dalang’ masalah PKI Madiun 1948,” cuitnya melalui akun @ustadtengkuzul.

“Pak Harto difitnah anak cucu PKI sebagai ‘dalang’ G30S/PKI 1965. Kaum Muslimin sudah faham polanya PKI? Cerdaslah wahai kaumku,” ungkap Tengku Zulkarnain melanjutkan.

Kicauan Tengku Zulkarnain tersebut pun ditanggapi oleh Fadli Zon yang melanjutkan pembahasan mengenai Bung Hatta.

“Bung Hatta target utama PKI karena kudeta mereka gagal di tahun 1948. PKI menyebut ‘Teror Putih Hatta’. Makanya hampir tak ada orang PKI yang suka dengan Hatta,” kicau Fadli Zon sambil mengutip ulang cuitan Tengku.

“Pak Harto juga di-frame dengan istilah ‘Kudeta Merangkak’. PKI tak suka karena Pak Harto gagalkan kudeta PKI 1965 dan bubarkan PKI 1966,” tuturnya melanjutkan.

Selain permasalahan tersebut, DN Aidit menjadi pembicaraan karena warganet mempermasalahkan seputar garis keturunannya yang disebut-sebut sebagai keturunan habaib.

Dikutip Kabarmakkah.com dari situs RRI, Habib Nabiel Almusawa selaku Dewan Syura Majelis Rasulullah mengklarifikasi masalah tersebut, dan memastikan bahwa DN Aidit bukan keturunan habaib.

“Bedakan marga Al-Aidid (habaib) dengan DN Aidit, sebab DN Aidit bukanlah Habaib, sudah dibantah panjang lebar dan dijelaskan secara rinci nasabnya oleh Rabithah Alawiyyah Pusat Indonesia tentang hal ini, afwaan anakku semoga jelas,” ucapnya melalui akun Twitter @nabiel_almusawa.

Sebelumnya, Habib Zen Umar Smith selaku Ketua Umum Rabithah Alawiyah menyebutkan bahwa DN Aidit bukanlah anak cucu Alawiyyin.

Menurutnya, hal tersebut perlu ditegaskan karena menyangkut marga Aidid dan salah satu dalang pemberontakan G30S/PKI.

Nama baik marga Al-Aidid yang terseohor dan diabadikan dalam kamus-kamus ensiklopedia, tercoreng oleh gembong PKI.

Bahkan, nama DN Aidit itu dianggap akan menjelekkan nama baik semua marga Alawiyyin pada umumnya.

Habib Zen menyatakan hal tersebut jika dibiarkan bisa berdampak pada nama baik Sayyidina Husain sebagai cucu Nabi Muhammad.

“D.N Aidit bukanlah cucu Alawiyyin, karena silsilah nasabnya tidak ditemukan dalam kitab pegangan yang dijadikan pedoman lembaga nasab yang ada di Indonesia,” tuturnya melalui keterangan resmi.

Habib Zen pun menjelaskan bahwa berdasarkan penuturan atau fatwa dari para sesepuh Alawiyyin, nasab itu dimulai saay hijrah pedagang Arab dari marga Al-Aidid ke Kota Palembang.

Hal itu juga dikuatkan oleh sumber-sumber dari media cetak yang terbit dalam kurun waktu 1960.

“Pedagang itu menikah dengan seorang janda penduduk setempat, yang telah mempunyai seorang anak bernama Nuh,” ucap Habib Zen.

Nuh menjadi anak angkat dari saudagar Arab tersebut, dan menganggap dirinya sebagai keturunan marga Al-Aidid.

Namun, karena adanya cara penulisan Aidid dari waktu ke waktu, maka nama Aidid dia sebut berubah menjadi Aidit oleh bahasa setempat.

“Jelasnya huruf D pada akhir kata Aidid diganti dengan huruf T, sehingga namanya menjadi Nuh Aidit. Setelah Nuh Aidit dewasa dia menikah, dan dari pernikahannya lahirlah seorang anak laki-laki yang bernama ‘Jakfar’,” tutur Habib Zen.

Setelah Nuh dan istrinya meninggal dunia, Jakfar bin Nuh dibawa ke Jakarta dan diasuh keluarga pamannya (adik ibu).

Jauh setelah itu, tepatnya ketika Jakfar bin Nuh dewasa, dia terpengaruh ajaran-ajaran komunis, sehingga menjadikannya bagian dari anggota Partai Komunis Indonesia.

“Selanjutnya dia mengganti namanya dengan Dipa Nusantara Aidit yang kelak merupakan Gembong Komunis di Indonesia,” ungkap Habib Zen.

Next article Next Post
Previous article Previous Post