Indonesia Negara Makmur, Rakyatnya Masih Banyak yang Jadi Babu di Rumah Sendiri

Indonesia Negara Makmur, Rakyatnya Masih Banyak yang Jadi Babu di Rumah Sendiri

Indonesia Negara Makmur, Rakyatnya Masih Banyak yang Jadi Babu di Rumah Sendiri


Setiap 17 Agustus, Indonesia memperingati hari kemerdekaan.

Berbagai kemeriahan agenda perlombaan dibuat untuk merayakan hari kemerdekaan.

Secara fisik betul kita merdeka, tetapi secara ekonomi kita belum merdeka sepenuhnya.

Indonesia adalah negara dengan kekayaan alam melimpah, tanahnya subur dan makmur.

Namun, masyarakatnya masih banyak yang hidup dalam garis kemiskinan.

Mereka kesulitan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Seperti mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan serta kebijakan impor yang sangat merugikan rakyat. Lalu, ke manakah kekayaan negeri ini dipersembahkan?

Sayangnya, hanya segelintir orang yang mampu menikmatinya.

Benarkah Indonesia Sudah Merdeka?


Perlu kita ketahui bersama, meskipun gema proklamasi kemerdekaan dari kekangan kaum penjajah telah diproklamirkan ke seantero jagad, bukan berarti rakyat Indonesia sudah lepas dari kehidupan yang penuh derita.

Musuh nomor satu ternyata masih bercokol dalam negeri, tak nampak, hanya mata yang tidak buta yang mampu melihat keberadaannya.

Sejak diproklamirkan kemerdekaan itu, justru penguasa pribumi menjelma menjadi momok yang lebih menakutkan daripada penguasa keparat kaum kompeni.

Sejak dua puluh tahun setelah merdeka, bangsa ini dipimpin oleh kepemimpinan Soekarno-Hatta dengan ideologi demokrasi terpimpinnya. Selama itu pula rakyat dipimpin. Pancasila sebagai lambang yang diagung-agungkan oleh bangsa ini pun turut andil sebagai peneman di masa kepemimpinannya.

Namun tak lama di masa kepemimpinannya, pada tahun 60’an terjadi chaos di pusat negara. Rakyat menjerit, pemimpin diminta turun dan para menterinya dicaci maki oleh rakyat yang digerakkan oleh kaum mahasiswa.Rakyat tak puas dengan kebijakan ekonomi yang menyengsarakan, harga pokok melambung tinggi, rakyat mati di lumbung padi sendiri.

Pada tahun yang sama, kejadian penuh misteri melanda bangsa ini. Kejadian yang penuh dengan konspirasi, bahkan sampai saat ini tak ada yang mengerti siapa dalang dibalik semua ini. Kejadian yang tercatat oleh sejarah sebagai kejadian yang menggetarkan bangsa ini, ya gerakan G30 S/PKI. Pembasmian dilakukan membabi buta oleh oknum-oknum yang tak bertanggungjawab. Harta, tahta dan para wanita mereka rebut. Ribuan nyawa pun melayang, nyaris tak berharga. Bahkan mereka membantai siapa saja yang diduga terlibat oleh partai terlarang itu.

Akhirnya, pada tahun 1968 rezim Soekarno turun dari gelanggang kepemimpinan, Soeharto naik menggantikan. Era baru pun dimulai, gaya kepimimpinan Soeharto bercorak lain. Kapitalisme-otoritarianisme sangat terlihat di masa pemerintahannya.

Selama hampir 30 tahun memegang jabatan tertinggi di negara ini, hutang luar negeri Indonesia pun membengkak. Hampir seluruh kebijakan politik ekonomi terpengaruh oleh para pemilik modal. Belum lagi, penyiksaan dialami oleh mereka para penyambung lidah rakyat. Mereka yang mengkritik kebijakan, berakhir dibui atau hilang tak berbekas. Rezim orde baru begitu represif menjadikan rakyatnya layaknya burung berkicau yang tak patut didengar dan tak patut untuk diperdulikan. Sampai disini, layakkah Indonesia dikatakan Merdeka?

Pada tahun 1998, akhirnya rezim Soeharto pun terpaksa turun dari gelanggang kepemimpinan. Rakyat sudah sadar dan jengah dengan kepemimpinannya yang berbau kapitalistik. Berhari-hari Mahasiswa dan rakyat bergerak meminta agar ia turun. Demo Rakyat beserta Mahasiswa di gedung DPR, keringat dan lelah mereka akhirnya menjadi kenyataan juga. Meskipun harus dengan rusuh terlebih dahulu, bahkan sampai beberapa nyawa melayang dipihak Mahasiswa. Tepat pada tanggal 21 Mei 1998, sekitar pukul 09.00, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya.

Zaman itu telah berlalu. Kini, kita memasuki zaman yang baru. Zaman yang tak jauh berbeda dengan masa kepemimpinan sebelumnya, bahkan lebih parah atau jauh lebih bobrok dari apa yang pernah dicatat oleh sejarah.

Saat ini semuanya sudah berbau neo-liberalisme. Perekonomian Indonesia benar-benar sudah carut-marut, harga melambung tinggi, bahkan banyak rakyat memilih gantung diri karena kelaparan di lumbung padi sendiri.

Neo-liberalisme merupakan sistem yang begitu bebas. Negeri yang makmur ini bebas diperjual-belikan kepada asing. Bahkan penjajahan asing mulai kembali bergerilya.

Bangsa Indonesia yang diperjuangkan berdarah-darah tak lagi ada esensinya. Harapan agar rakyat jauh dari ketidakadilan, kini tak mampu dijalankan. Bangsaku sudah menjadi babu di rumahnya sendiri.

Pekerja asing lebih dihargai daripada penduduk pribumi, pengangguran membludak, kemiskinan menghimpit rakyat, hutang luar negeri melambung tinggi. Ketraumaan rakyat pada masa orde baru yang begitu represif kembali dihidupkan oleh pemimpin baru, Joko Widodo.

Sekali lagi, apakah ini yang dinamakan bangsa yang merdeka? Sudah lebih dari setengah abad, namun kesejahteraan rakyat tak juga nampak.
Next article Next Post
Previous article Previous Post