Ikatan Guru Indonesia Minta Tahun Ajaran Baru Masuk Sekolah Diganti ke Januari 2021, Ini Alasannya

Ikatan Guru Indonesia Minta Tahun Ajaran Baru Masuk Sekolah Diganti ke Januari 2021, Ini Alasannya

author photo
Ikatan Guru Indonesia Minta Tahun Ajaran Baru Masuk Sekolah Diganti ke Januari 2021, Ini Alasannya


Ikatan Guru Indonesia Minta Tahun Ajaran Baru Masuk Sekolah Diganti ke Januari 2021, Berikut adalah 9 alasan yang diungkapkan oleh Ikatan Guru Indonesia (IGI) agar jadwal masuk sekolah diganti ke Januari 2021.

Kabar tentang adanya penerapan new normal di berbagai wilayah di Indonesia semakin gencar.

Pemerintah merencanakan penerapan new normal tersebut kepada beberapa daerah di Indonesia mulai 1 Juni 2020.

Salah satu yang banyak disorot adalah tentang penerapan new normal untuk jadwal masuk sekolah.

Rencana pemerintah yang akan membuka kembali sekolah di saat pandemi Covid-19 belum reda ternyata mendapat pertentangan banyak pihak.

Di antaranya adalah tanggapan dari para guru.

Banyak para guru yang tidak setuju dengan rencana pembukaan sekolah di tengah pandemi virus corona ini.

Kini giliran Ikatan Guru Indonesia atau IGI juga angkat bicara.

IGI juga tak setuju jika jadwal masuk sekolah tahun ajaran baru 2020/2021 dilaksanakan pada bulan Juli 2020.

Bukan tanpa alasan, IGI menolak hal tersebut karena berbagai pertimbangan.

Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia ( IGI), Muhammad Ramli Rahim membeberkan 9 alasan terkait jadwal masuk sekolah tahun ajaran baru 2020/2021.

Sikap IGI tersebut disampaikan dalam keterangan tertulisnya.

"Mengapa? Pertama, memberikan kepastian tahun ajaran baru bergeser ke Januari akan membuat dunia pendidikan memiliki langkah-langkah yang jelas terutama terkait minimnya jumlah guru yang memiliki kemampuan tinggi dalam menjalankan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) Online," kata Ramli.

Dengan menggeser tahun ajaran baru, Ramli menyebutkan Kemendikbud bisa fokus meningkatkan kompetensi guru selama 6 bulan.

Dengan demikian, di bulan Januari para guru sudah bisa menyelenggarakan PJJ berkualitas dan menyenangkan jika ternyata covid-19 belum tuntas.

"Kedua, menggeser tahun ajaran baru menghindarkan siswa dan orang tua dari stress berkepanjangan," lanjutnya.

Siswa dan orangtua bisa terancam stress jika tahun ajaran baru tak digeser.

Hal itu bisa terjadi karena orangtua yang stress memikirkan anaknya pergi sekolah dengan risiko terancam tertular covid-19.

"Ketiga, menggeser tahun ajaran baru menghindarkan siswa dari penularan covid-19," ujar Ramli.

Keempat, portal layanan pendidikan tak mampu menggantikan guru.

Menurut Ramli, portal-portal pendidikan berbayar maupun gratis hanya disiapkan untuk menghadapi ujian atau seleksi tertentu, bukan memenuhi capaian kurikulum.

"Kelima, menggeser tahun ajaran menjadikan tahun anggaran selaras dengan tahun ajaran. Fakta lapangan menunjukkan berbedanya tahun anggaran dan tahun ajaran mengakibatkan kepsek harus berutang ke mana-mana agar bisa menyelenggarakan ujian nasional karena dana Bos belum cair," ujarnya.

Keenam, pergeseran tahun ajaran bisa membantu orang tua mengatasi masalah ekonomi.

Dengan anak didik kembali ke sekolah, bukan hanya kecemasan akan kesehatan yang datang tetapi juga biaya transportasi, biaya jajan dan biaya lainnya.

Ketujuh, enam bulan ini bisa digunakan untuk mendorong lahirnya ide-ide baru atau kreativitas-kreativitas baru dari anak didik.

Hal ini perlu difasilitasi oleh pemerintah terutama kemdikbud.

Kedelapan, selama enam bulan ini Kemendikbud bisa berupaya maksimal memastikan seluruh sekolah di Indonesia terlayani jaringan internet dengan berbagai cara.

Kesembilan, Kemendikbud bisa segera menjalankan program digitalisasi sekolah dengan membagikan tablet terutama bagi sekolah yang paling banyak siswanya tak memiliki gadget.

"Jika Kemendikbud tetap ngotot untuk tidak menggeser tahun ajaran baru maka semua masalah diatas harus bisa diatasi," ujarnya.


Sikap PGRI


Sebelumnya, Persatuan Guru Republik Indonesia ( PGRI) meminta pemerintah tidak tergesa-gesa memulai kembali kegiatan belajar mengajar ( KBM) di sekolah.

Hal tersebut mengingat curva kasus positif covid-19 di Indonesia belum menunjukkan tanda-tanda penurunan.

Ditambah, protokol kesehatan juga belum berjalan dengan baik.

"Jadi jangan tergesa-gesa kesannya. Harus betul-betul dikaji, itu pertama."

"Kedua, kalau mau dibuka harus dengan amat sangat hati-hati. Jadi mungkin dilihat case-nya di setiap daerah itu," ujar Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Unifah Rosyidi, Jumat (22/5/2020).

Menurut dia, memulai kembali KBM di sekolah sangat berpotensi terjadi penularan.

Hal itu karena para siswa, khususnya ditingkat SD dan SMP masih sangat rentan terpapar covid-19.

Ditambah lagi dengan banyaknya interaksi, baik sesama murid maupun dengan guru saat berada di sekolah.

"Yang SD-SMP itu sangat rawan. Dia dari segi fisik masih vulnerable, dan dia masih memerlukan bantuan bantuan banyak orang dewasa," kata Unifah.

Unifah mengungkapkan, perlu ada kajian dan kewaspadaan lebih mendalam untuk mengantisipasi banyaknya kegiatan yang berpotensi terjadinya penularan di sekolah.

"Menurut saya ini harus ekstra hati-hati dan jangan pertaruhkan masa depan anak anak itu, yang akhirnya menjadi terpapar. Mereka harus kita lindungi," kata Unifah.
Next article Next Post
Previous article Previous Post