Meski mendapatkan protes dari ribuan muslimah, parlemen Austria tetap saja melegalkan paket larangan membaca Alquran dan pemakaian cadar di tempat umum. Denda senilai 166 dolar AS atau setara dengan 2,2 juta rupiah bakal dibebankan bagi setiap wanita yang ketahuan mengenakan cadar mulai Oktober mendatang.
Dilansir dari Russia Today, Kamis (18/5), rancangan Undang-Undang yang disahkan Selasa (16/5) ini juga berisi kewajiban bagi pencari suaka agar selama satu tahun mengikuti kursus integrasi . Surat kabar Jerman, Bild menambahkan bahwa pencari suaka diwajibkan mendalami etika Austria serta bahasa Jerman.
Konsekuensi dari adanya larangan itu, imigran wajib mengerjakan pekerjaan publik tanpa digaji, atau bakal kehilangan beberapa hak dan menanggung konsekuensi lain. Bild melaporkan, persyaratan itu katanya bertujuan agar para pengungsi siap memasuki dunia kerja di Austria.
Diberitakan oleh Kantor berita Austria, oe24, langkah tersebut memperoleh persetujuan dari kedua partai penguasa yaitu Partai Sosial Demokrat (SPO) dan Partai Rakyat Austria (OVP). Sedangkan, partai oposisi sudah melayangkan kritikan terhadap adanya larangan itu serta menyangsikan bahwa adanya larangan bercadar akan berpengaruh positif terhadap integrasi.
Negeri yang berbatasan dengan Jerman ini sendiri sudah menerima lebih dari 130 ribu pencari suaka dari Timur Tengah dan Afrika Utara sejak musim panas 2015. Di samping Swedia, secara per kapita negara berpenduduk 8,7 juta itu telah menerima lebih banyak pengungsi dibanding negara-negara lain di Eropa. Belakangan, gesekan terjadi sehingga serangan terhadap fasilitas imigran meningkat dua kali lipat di Austria sepanjang 2016, seperti pelemparan bom molotov atau pemotongan pipa gas.
Negara-negara di wilayah Eropa yang mayoritas berpaham sekuler sejak lama memperdebatkan mengenai penggunaan penutup kepala maupun cadar bagi penduduknya yang muslim. Perancis merupakan negara Eropa pertama yang menerapkan larangan jilbab bercadar pada 2011, kemudian disusul Belgia.
Akhir April lalu, parlemen Jerman juga menyepakati larangan penggunaan cadar wajah penuh dengan alasan akan menutup identitas, dan berlaku ke pegawai negeri, pejabat dan militer. Yang terbaru adalah Austria, negeri yang pernah menjadi target penaklukan pasukan Islam di masa Dinasti Ottoman melalui Panglima Kara Mustafa Pasha, namun saat itu ia gagal memasuki gerbang kota Wina, ibukota Austria.
Dilansir dari Russia Today, Kamis (18/5), rancangan Undang-Undang yang disahkan Selasa (16/5) ini juga berisi kewajiban bagi pencari suaka agar selama satu tahun mengikuti kursus integrasi . Surat kabar Jerman, Bild menambahkan bahwa pencari suaka diwajibkan mendalami etika Austria serta bahasa Jerman.
Konsekuensi dari adanya larangan itu, imigran wajib mengerjakan pekerjaan publik tanpa digaji, atau bakal kehilangan beberapa hak dan menanggung konsekuensi lain. Bild melaporkan, persyaratan itu katanya bertujuan agar para pengungsi siap memasuki dunia kerja di Austria.
Diberitakan oleh Kantor berita Austria, oe24, langkah tersebut memperoleh persetujuan dari kedua partai penguasa yaitu Partai Sosial Demokrat (SPO) dan Partai Rakyat Austria (OVP). Sedangkan, partai oposisi sudah melayangkan kritikan terhadap adanya larangan itu serta menyangsikan bahwa adanya larangan bercadar akan berpengaruh positif terhadap integrasi.
Negeri yang berbatasan dengan Jerman ini sendiri sudah menerima lebih dari 130 ribu pencari suaka dari Timur Tengah dan Afrika Utara sejak musim panas 2015. Di samping Swedia, secara per kapita negara berpenduduk 8,7 juta itu telah menerima lebih banyak pengungsi dibanding negara-negara lain di Eropa. Belakangan, gesekan terjadi sehingga serangan terhadap fasilitas imigran meningkat dua kali lipat di Austria sepanjang 2016, seperti pelemparan bom molotov atau pemotongan pipa gas.
Negara-negara di wilayah Eropa yang mayoritas berpaham sekuler sejak lama memperdebatkan mengenai penggunaan penutup kepala maupun cadar bagi penduduknya yang muslim. Perancis merupakan negara Eropa pertama yang menerapkan larangan jilbab bercadar pada 2011, kemudian disusul Belgia.
Akhir April lalu, parlemen Jerman juga menyepakati larangan penggunaan cadar wajah penuh dengan alasan akan menutup identitas, dan berlaku ke pegawai negeri, pejabat dan militer. Yang terbaru adalah Austria, negeri yang pernah menjadi target penaklukan pasukan Islam di masa Dinasti Ottoman melalui Panglima Kara Mustafa Pasha, namun saat itu ia gagal memasuki gerbang kota Wina, ibukota Austria.