Jualan 12 Jam Hanya Untung 20 Ribu, Kakek Penjual Basreng Ini Tetap Bersyukur

Jualan 12 Jam Hanya Untung 20 Ribu, Kakek Penjual Basreng Ini Tetap Bersyukur

author photo
Jualan 12 Jam Hanya Untung  20 Ribu, Kakek Penjual Basreng Ini Tetap Bersyukur
Kakek Ajok sedang menggoreng basreng (Muhammad Hasits/Merdeka.com)
Jualan 12 Jam Hanya Untung 20 Ribu, Kakek Penjual Basreng Ini Tetap Bersyukur

Ada banyak kisah inspiratif yang membuat kita mengerti betapa pentingnya arti dari mensyukuri. Seperti kisah seorang tukang basreng yang senantiasa bersyukur meski rezeki yang ia dapatkan sangatlah sedikit.

Tukang basreng bernama Ajok ini sudah menyiapkan jualannya meski hari masih gelap menjelang subuh. Beberapa yang ia siapkan antara lain minyak goreng, kompor, saos, mintak tanah dan tentu saja olahan bakso.

Setiap harinya Ajok selalu berkeliling menjual bakso gorengnya yang berjumlah ratusan. Meski cukup banyak, namun ia bersyukur karena basrengnya selalu habis dibeli anak-anak.

Memang bukan perkara yang gampang bagi Ajok untuk mendagangkan jualannya. Sejak pagi ia berangkat dari kontrakannya yang berada di Rawa Semut, Bekasi Timur menuju ke sekolah-sekolah seperti SD di Kelurahan Margahayu, Bekasi Timur salah satunya.

Menurut penuturannya, pembeli basreng jualannya kebanyakan adalah anak-anak.

“Ada yang beli Rp 500, ada yang beli Rp 1.000. satu bakso harganya Rp 100,” ucapnya sebagaimana dilansir dari Merdeka, Senin (18/2).

Jika sekolah pagi telah selesai, ia akan segera mencari lagi sekolah lain atau tempat dimana banyak anak-anak. Usianya 70 tahun tidak membuatnya malas berikhtiar. Justru ia begitu bersemangat untuk mengais rezeki, meski harus memikul beban dagangan seberat 20 kilo setiap harinya.

Jualan 12 Jam Hanya Untung  20 Ribu, Kakek Penjual Basreng Ini Tetap Bersyukur
Ajok sedang menjajakan dagangannya (Muhammad Hasits/Merdeka.com)
Umurnya yang telah renta memang rentan berbagai masalah kesehatan. Tak heran jika selain tubuhnya yang mudah lelah, matanya pun mengalami rabun. Meski demikian baginya jualan tersebut harus bisa segera laku.

“Yang penting jualan saya laku,” tuturnya.

Jika dihitung-hitung, waktu kerja Ajok hampir mencapai 12 jam dan terkadang ia rela basah-basahan ketika hujan atau tersengat panasnya matahari agar segera bisa sampai ke sekolah.

Wajahnya yang telah berkeriput itu pun nampak sumringah ketika melihat jualannya habis.

“Bisa dapat Rp 100 ribu,” lanjutnya.

Ternyata uang tersebut bukanlah untuk dirinya sendiri, melainkan harus dibagi dengan temannya yang bernama Qodir. Ia merupakan teman satu kontrakan yang membuat bakso goreng jualan Ajok dan pemilik gerobak yang digunakannya. Sementara Ajok hanya menyediakan minyak sayur, minyak tanah dan saos serta menjualnya.

“Uangnya dibagi, biasanya dapatnya 50 ribu per orang. Saya dapat 50 ribu belum buat belanja kebutuhan lain seperti minyak, saos dan membeli makan untuk siang dan malam. Paling untung bersih hanya 20 ribu perhari,” katanya.

Meski penghasilannya sedikit, ia masih mampu menyisihkannya untuk ditabung. Bukan untuk membeli sesuatu, melainkan untuk dikirim ke istrinya yang berada di daerah Subang Jawa Barat.

Setiap bulan Ajok memang berusaha menyempatkan diri pulang ke kampung halamannya untuk menemui sang istri, Siti Fatimah. Ia pun hanya mampu memberikan uang sebesar 100 ribu kepada istrinya untuk keperluan satu bulan.

“Saya hanya bisa ngasih setiap bulannya 100 ribu. Itu untuk kebutuhan istri saya satu bulan,” ucapnya.

Beruntung selama di perantauan, ia mendapatkan kemudahan dalam segi makan dimana warung langganan Ajok memberikan diskon jika ia membeli makanan. Cukup dengan 4 ribu saja, ia bisa memperoleh telur, tempe, sayur dan sepiring nasi.

Sementara itu ketika ditanya mengapa ia merantau, alasannya adalah karena di kampung dirinya tidak memiliki pekerjaan. Ia lebih baik berjualan daripada harus mengemis. Ia pun tak ingin mendapatkan belas kasihan dari anak dan tetangganya. Karenanya ia kemudian merantau untuk berjualan apa yang ia mampu jual.

Meski jauh dari istri, Ajok bisa menjaga kesehatannya di tengah kesibukan berjualan basreng hingga petang. Untuk menghilangkan letih, ia hanya minum kopi dan mengurut sendiri kakinya menggunakan minyak.

“Langsung segar lagi dan besok bisa berjualan,” lanjutnya.

Kakek dua cucu dan tak memiliki kartu jaminan kesehatan ini pun bersyukur masih diberi kesehatan dan jika pun sakit hanya mengalami pegal-pegal saja.

“Saya bersyukur diberi kesehatan. Paling hanya pegal-pegal saja sakitnya,” pungkas Ajok.

Baca Juga:



Next article Next Post
Previous article Previous Post