Shaleh Ketika Ramai Tapi Maksiat Ketika Sendiri, Ini Balasannya

Shaleh Ketika Ramai Tapi Maksiat Ketika Sendiri, Ini Balasannya

author photo
Shaleh Ketika Ramai Tapi Maksiat Ketika Sendiri, Ini Balasannya │ Sesungguhnya pribadi manusia berbeda-beda dimana terkadang ada yang berani melakukan dosa secara terang-terangan di depan umum dan ada juga yang melakukan dosa ketika tengah sendiri.

Salah satu contohnya seperti saat ini dimana teknologi media sosial membuat citra seseorang bisa baik, namun sebenarnya jahat. Ketika ia membuat status ataupun bertemu dengan banyak orang, maka perilaku dan tutur katanya seakan alim dan shalih. Akan tetapi ketika telah sepi atau menyendiri serta tidak berhubungan dengan media sosial, maka ia pun mencari-cari kemaksiatan melalui internet sehingga pandangan dan pendengarannya tak mampu dijaga setiap waktu.

Shaleh Ketika Ramai Tapi Maksiat Ketika Sendiri, Ini Balasannya

Fenomena ini sudah diterangkan oleh Rasulullah sejak dulu dan kini banyak terbukti.

“Dari tsauban, dari Rasulullah, ia berkata, “Sungguh aku mengetahui suatu kaum dari umatku datang pada hari kiamat dengan banyak kebaikan semisal Gunung Tihamah. Namun Allah menjadikan kebaikan tersebut menjadi debu yang bertebaran.” Tsauban berkata, “Wahai Rasulullah, coba sebutkan sifat mereka pada kami supaya kami tidak menjadi seperti mereka sedangkan kami tidak mengetahuinya.”

“Rasulullah bersabda, “Adapun mereka adalah saudara kalian. Kulit mereka sama dengan kulit kalian. Mereka menghidupkan malam (dengan ibadah) seperti kalian. Akan tetapi mereka adalah kaum yang jika sepi mereka merobek tirai untuk bisa bermaksiat pada Allah.” (HR Ibnu Majah)

Ada tiga kesimpulan yang dapat kita tarik dari hadist Tsauban di atas, sebagai berikut:

1. Hadist Menunjukkan Sifat Orang Munafik

Dalam hadist di atas Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasalam bersabda mereka adalah saudara kalian dan kulit mereka sama dengan kulit kalian. Ini maksudnya, mereka sama-sama memeluk agama islam. Bahkan mereka pun menghidupkan malam dengan ibadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Namun jika sepi mereka berani melanggar larangan Allah. Rasa takut dan ketakwaan hilang hingga mereka berani bermaksiat kepada-Nya. Kondisi ini menunjukkan sifat orang munafik. Memang kemunafikan yang mereka perbuat bukanlah dari segi ‘itikad (keyakinan) namun mereka telah berbuat kemunafikan dari segi amalan.

2. Sendiri Bukan Berarti Seorang Diri

Dalam hadist di atas disebutkan hapusnya ganjaran pahala laksana debu beterbangan ditiup angin walaupun amal yang dikerjakan kaum tersebut sebesar dan setinggi gunung Tihamah. Amal shalih mereka tetap sia-sia dan tidak mendapat pahala karena berani bermaksiat pada Allah.

Meski dikatakan menyendiri, namun pemaknaannya tidak hanya ditujukan untuk satu orang saja. Bisa saja dilakukan bersama dengan orang yang setipe dengannya ataupun dengan jamaahnya.

Dalam Silsilah Al Huda wa An Nuur, Syaikh Al Albani menjelaskan bahwa hadist tersebut bukan menunjukkan maksiat secara sembunyi, melainkan jika memang ada kesempatan bermaksiat, maka ia akan menerjangnya.

3. Menganggap Remeh Dosa

Terkadang karena tidak mampu menahan sy4hwat, seorang mukmin yang khilaf akan menyesali perbuatannya. Maka orang seperti ini bukanlah orang yang menerjang yang haram karena ia memang sangat memuliakan syariat. Hanya saja saat itu ia terkalahkan oleh sy4hwatnya.

Sementara orang-orang yang melakukan kemaksiatan dengan berani dan terus berulang-ulang, maka itulah yang mampu menghapus amalan baiknya. Hal itulah yang dikemukakan oleh Syaikh Muhammad Al Mukhtar Asy Syinqithi dalam Syarh Zaad Al Mustaqni.

Sementara itu Allah telah menjelaskan dalam surat An Nisa ayat 108 yang maknanya serupa dengan hadist tersebut.

“Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridhoi. Dan adalah Allah Maha Meliputi terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS An Nisa 108)

Baca Juga:
Mengingat hal tersebut merupakan dosa, maka kita pun harus sekuat tenaga untuk taat kepada Allah baik di saat ramai atau sepi, baik di saat banyak orang ataupun di saat sendiri. Karena sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kita lakukan, meski terhalang dalam kegelapan sekalipun.

Wallahu A’lam
Next article Next Post
Previous article Previous Post