Jika Ingin Hartamu Barokah, Bekerjalah Yang Benar!!!

Jika Ingin Hartamu Barokah, Bekerjalah Yang Benar!!!

author photo
Sahabatku, Harta yang barokah selalu di didambakan dan dicari oleh setiap orang. harta seperti inilah yang menyebabkan seseorang yang mempergunakannya memperoleh ketenangan dan ketenteraman dalam kehidupan di dunia ini, Sehingga hidup kita selalu diliputi dengan kebahagiaan.

Barangkali saja kita tak pernah melakukan korupsi uang di kantor, tidak melakukan praktek riba, tidak menipu dalam berbisnis, tidak mengurangi takaran dan timbangan dalam jual beli, tidak pernah mengambil barang orang lain walau hanya satu tusuk gigi, tidak pernah menjalankan praktek pungli, sogok menyogok, tapi kenapa gaji atau upah kerja selalu terasa kurang barokah?

Jika Ingin Hartamu Barokah, Bekerjalah Yang Benar!!!


Seperti contoh seorang pegawai, guru atau dosen yang mengajar, mungkin dia bekerja selalu menurut aturan. Dia tidak menerima gaji melebihi dari yang menjadi haknya. Namun barangkali ketika bekerja ia malas-malasan, seharusnya melayani murid, mahasiswa atau masyarakat, dia selingi dengan bicara dengan teman sesama pegawai, main gadget, makan dan minum di waktu kerja, sehingga masyarakat yang semestinya dilayani dengan maksimal jadi agak terabaikan.

Jangan mengira korupsi hanya terbatas dalam hal uang atau takaran, perbuatan seperti itu juga termasuk korupsi. hal seperti inilah yang akan menghilangkan keberkahan rejeki dan memperberat pertanggungjawaban di akhirat kelak!

Ibrahim ibn Adham bila diupah oleh seseorang untuk mengerjakan sesuatu, di akhir waktu bekerja ia akan menghisab dirinya, apakah ia sudah bekerja dengan maksimal mengerahkan seluruh kemampuannya atau belum. Bila ia merasa belum mengerahkan seluruh potensi dirinya ia tidak akan menerima upahnya sebagai pekerja di hari itu.

Tentu saja kita tidak dibebani seberat yang dilakukan oleh Ibrahim ibn Adham, tapi perlu kita jadikan tauladan bagaimana kehati-hatiannya dalam menyeleksi rezeki yang akan ia jadikan sumber kekuatan untuk melakukan ketaatan kepada Allah.

Sehubungan dengan masalah rejeki yang akan dipertanggungjawabkan dari mana sumbernya dan kemana dibelanjakan, maka rejeki itu terbagi kepada empat:

1. Didapatkan dengan cara haram dan dibelanjakan kepada hal yang haram. Uang hasil sogok menyogok digunakan untuk membeli minuman yang memabukkan. Akibatnya sudah pasti ke neraka.

2. Didapatkan dengan cara yang haram tapi dibelanjakan kepada yang halal. Uang hasil korupsi, jual beli narkoba, dijadikan ongkos pergi umrah, pembangunan mesjid, menyantuni yatim piatu dan orang miskin. Akibatnya juga neraka. Karena Allah itu Maha Baik dan tidak akan menerima kecuali dari yang baik pula.

3. Didapatkan dengan cara baik tapi dibelanjakan kepada yang haram. Uang hasil kerja keras di kebun umpamanya, tapi digunakan untuk membeli narkoba. Akibatnya juga ke neraka.

4. Didapatkan dengan cara halal dan dibelanjakan kepada yang halal. Uang hasil bekerja sebagai buruh, jual beli yang sah lagi halal, digunakan untuk menafkahi keluarga, bersedekah dan amal baik lainnya. Harta yang seperti ini akan dihisab dulu sedetil-detilnya. Bila kita bisa mempertanggungjawabkan semuanya dengan baik, barulah kita bisa selamat dari api neraka dan masuk ke surga.

Memang pertanggungjawaban yang tidak main-main, yang akan membuat anak kecil menjadi beruban.

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula”. (QS. Al Zalzalah: 7-8)

وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ

“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala) nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan”. (QS. Al Anbiya’: 47)

Wallahu A'lam.
Next article Next Post
Previous article Previous Post