Ketajaman Lisan Bisa Membuatmu Berujung Sesal

Ketajaman Lisan Bisa Membuatmu Berujung Sesal

author photo
KabarMakkah.Com - Ketajaman lisan seringkali membuat hal-hal sepele menjadi masalah besar. Umumnya yang berlidah tajam kebanyakan adalah kaum hawa. Walaupun ada pula kaum adam yang berkarakter sama. Ditambah dengan kemajuan teknologi sekarang ini, umbar murah kata bukan hanya terjadi di lingkungan sekitar rumah namun bebas merambah ruang dan waktu media sosial.

Baru-baru ini, berita televisi diramaikan dengan kabar adanya surat edaran POLRI akan larangan ungkapan kebencian di media sosial. Sontak kabar ini menuai berbagai reaksi dari masyarakat. Banyak yang setuju, namun tidak sedikit pula yang kontra akan hal ini.

Ketajaman Lisan Bisa Membuatmu Berujung Sesal


Mereka yang pro berharap dengan adanya larangan ini, pemanfaatan sosial media seperti Facebook akan semakin beretika, semakin beradab. Sedangkan mereka yang menolak beralasan bahwa ungkapan perasaan -termasuk kebencian- adalah hak azasi manusia. Pelarangan hak ini sama saja membunuh kebebasan berekspresi tiap orang.

Sahabat muslimah…. sadarkah kita bahwa rasa benci yang diumbar lewat kata-kata, baik secara lisan maupun tulisan lebih banyak madorot daripada manfaatnya. Mungkin pada saat kita dikuasai emosi kala itu, akan ada perasaan puas ketika kita telah mengeluarkan segala unek-unek yang ada di hati. Namun setelahnya apalagi kepala telah bisa berpikir jernih, rasa sesal di hati sanubari yang paling dalam akan muncul.

Rasa sesal ini kadang sudah terlambat karena akibat dari kata-kata kebencian yang kita umbar sudah terlanjur terjadi. Banyak keadaan atau bahkan hubungan persaudaraan yang putus akibat umbar murah kemarahan. Apalagi jika terselip dendam, maka walaupun lahirnya sudah saling meminta maaf, namun batinnya tetap tidak ikhlas menerima. Hubungan dan keadaan yang hendak diperbaiki tetap tidak akan kembali mulus seperti semula. Ibarat pot bunga yang pecah, walaupun bisa dilem disatukan kembali namun gurat-gurat retakannya tetap terlihat.

Belum lagi perhitungan amal dengan Allah SWT kelak. Setiap kata yang keluar dari mulut kita pasti ada catatan amal dan nilai pahalanya. Jika kata-kata yang keluar adalah untaian nasihat, untaian ilmu dan untaian seruan akan kebenaran tentu ganjaran baik –Jannah- yang akan dicatat sebagai pahalanya. Namun jika kata-kata yang keluar tersebut berupa untaian cacian, makian, dan sumpah serapah tentu ganjaran buruk -Nar- yang akan dicatat sebagai balasannya.

Maka dari itu ketika kita dikuasai kekesalan, kemarahan dan kebencian, umbar murah kata di medsos bukanlah solusi. Hal ini justru akan menjerumuskan kita pada penyesalan demi penyesalan serta kerugian demi kerugian. Lebih baik kita berusaha meredam amarah daripada mengumbarnya. Untuk itu, baiknya kita ikuti cara-cara yang dicontohkan Rasulullah berikut ini dalam meredam amarah.

1. Meminta Perlindungan Robb Semesta Alam Dari Godaan Syaiton

Dari Sulaiman bin Shurad beliau berkata: “Ketika aku sedang duduk bersama Rasulullah SAW, ada dua orang laki-laki yang sedang bertengkar dan saling mencela, salah seorang dari keduanya telah memerah wajahnya dan mengembang urat lehernya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya aku mengetahui satu kalimat yang seandainya dia mengucapkannya maka niscaya akan hilang kemarahan yang dirasakannya. Seandainya dia mengatakan: “Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaithon yang terkutuk”, maka akan hilang kemarahan yang dirasakannya”.

2. Berdiam Diri Dari Berkata-Kata

Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang dari kalian marah maka hendaknya dia diam”. Dengan diam, dia akan lebih selamat terhindar dari mengucapkan kata-kata yang mungkin akan disesalinya seumur hidup.

3. Merubah Posisi

Abu Dzar al-Gifari berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Jika salah seorang dari kalian marah dalam keadaan berdiri maka hendaknya dia duduk, kalau kemarahannya belum hilang maka hendaknya dia berbaring”.

Seseorang yang berbaring akan lebih sulit bergerak ketimbang yang duduk. Dan seseorang yang duduk akan lebih sulit bergerak ketimbang orang yang berdiri. Dengan demikian orang yang tengah marah akan terhindar dari menggunakan anggota badannya untuk melampiaskan kemarahan.

Itulah beberapa cara untuk menghadapi amarah/ rasa benci. Tidak ada satu pun sunnah Rasul yang menerangkan bahwa kebencian boleh dengan bebas diumbar. Kebencian, kemarahan, kekesalan seharusnya diperangi dengan cara diredam. Jadi salah besar jika kita menganggap bahwa larangan ungkapan kebencian di medsos sebagai bentuk pengekangan kebebasan berekspresi.

Namun segala sesuatu rasanya telah serba terbalik di masyarakat kita ini. Terlebih sungguh disayangkan pendapat bahwa pelarangan itu adalah bentuk pengekangan kebebasan berekspresi, keluar dari lisan seorang muslim dan muslimah. Padahal seorang muslim yang takut hari akhir, tentunya akan merasa takut akan balasan yang kelak Ia terima akibat kata-kata yang dikeluarkannya. Ketika Ia terlanjur berujar kasar, maka Ia akan segera menyadari kesalahannya dan merasa sangat menyesal, seperti halnya kisah berikut ini:

Rabi’ah Al islami R.A bercerita: “suatu hari saya pernah bertengkar dengan Abu Bakar, dalam pertengkaran itu beliau mengeluarkan kata-kata kasar kepada saya. Namun kemudian beliau menyadari kesalahannya itu, lalu beliau berkata: ‘Ucapkanlah kembali kata-kata kasar itu sebagai balasan kepadaku’. Tetapi saya menolaknya. Beliau berkata: ‘Kamu harus mengatakannya, kalau tidak, saya akan mengadukanmu pada Rasulullah SAW’. Saya tetap tidak mau mengalah, beliau segera berdiri lalu meninggalkan saya.

Beberapa orang dari bani Aslam yang menyaksikan peristiwa ini berkata: “Aneh sekali orang ini, dia yang memulai, dia sendiri yang akan mengadukannya kepada Rasulullah SAW”. Saya berkata pada mereka: ‘Tahukah kalian siapa dia?, Dia adalah Abu Bakar, menyakitinya berarti menyakiti Rasulullah SAW dan menyakiti Rasulullah berarti menyakiti Allah. Kalau perbuatan saya menyakiti Allah, siapakah yang dapat menyelamatkan saya?’. Setelah berkata demikian, saya segera pergi menemui Rasulullah SAW. Saya menceritakan peristiwa tadi kepada beliau, Rasulullah SAW bersabda: “Keenggananmu untuk membalas dan menjawabnya itu memang baik, tetapi untuk menyenangkan hatinya sebaiknya engkau berkata: “semoga Allah memaafkanmu wahai Abu Bakar”.

Begitulah perasaan takut Abu Bakar R.A terhadap pembalasan hari akhirat kelak. Ketika karena emosinya beliau terlanjur mengeluarkan kata-kata kasar maka dengan cepat beliau menyadari kesalahannya dan menyesal karenanya. Beliau meminta agar Rabi’ah membalas kembali dengan kata-kata kasar serupa yang telah Ia ucapkan. Beliau berprinsip lebih baik dibalas di dunia daripada balasan dengan adzab Allah SWT kelak.
Next article Next Post
Previous article Previous Post