Inikah Penyebab Kecelakaan Sriwijaya Air SJ182?

Inikah Penyebab Kecelakaan Sriwijaya Air SJ182?

author photo
Inikah Penyebab Kecelakaan Sriwijaya Air JT 182?
Black Box Berwarna Cerah, Perekam Penyebab Kecelakaan Pesawat



Pesawat Boeing 737-500 Sriwijaya Air rute Jakarta-Pontianak dengan nomor penerbangan SJ 182 diduga jatuh setelah empat menit lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, pada Sabtu (9/1/2021) pukul 14.00 WIB. Pesawat tersebut jatuh di kawasan Kepulauan Seribu, Jakarta Utara.


Sriwijaya Air SJ182 yang terdaftar sebagai PK-CLC, dengan lebih dari 60 orang di dalamnya, adalah jenis pesawat Boeing Classic 737-500.


Boeing 737-500 ditawarkan atas permintaan konsumen sebagai pengganti langsung dari 737-200. Pesawat tersebut pertama kali mengudara pada 13 Mei 1994. Sementara Sriwijaya Air mengoperasikan pesawat tersebut sejak 2012 silam. 


Maskapai Southwest Airlines di Amerika Serikat adalah yang pertama kali memesan dan memakainya dan mereka terbangkan pertama kali pada tahun 1989, kemudian menyusul United Airlines dan Continental Airlines.


Pesawat ini juga jadi favorit di kalangan maskapai Rusia, antara lain dipakai oleh Nordavia, Rossiya Airlines, S7 Airlines, Sky Express, Transaero, UTair, dan Yamal Airlines yang membelinya dalam keadaan bekas untuk menggantikan pesawat buatan Rusia yang telah usang.


Jenis 737-500 ini dan juga varian lainnya mulai banyak dipensiunkan. Southwest Airlines menerbangkannya terakhir kali pada tahun 2016.


Sejatinya, Boeing 737-500 termasuk armada yang bermasalah. Federal Aviation Administration (FAA) atau regulator penerbangan sipil di AS telah mewanti-mewanti masalah yang ada, yakni rawan mati mesin di udara.


Mengutip pemberitaan Reuters, peringatan itu disampaikan FAA pada bulan Juli 2020 lalu terhadap 2.000 pesawat Boeing 737 New Generation dan Classic yang diparkir.


Peringatan tersebut ditujukan untuk pesawat yang tidak dioperasikan selama tujuh hari berturut-turut atau lebih. Mesin pesawat yang tidak dioperasikan berpotensi mengalami korosi pada bagian air valve check.


Jika terjadi korosi, maka bagian itu harus diganti sebelum pesawat terbang. Boeing saat itu langsung meminta operator untuk melakukan inspeksi pesawat.


"Katup rawan korosi jika pesawat diparkir atau jarang digunakan karena berkurangnya jadwal penerbangan selama pandemi COVID-19," tulis Boeing saat itu.


Boeing selaku pabrikan pesawat pun buka suara terkait kecelakaan tersebut. Melalui akun resminya, pabrikan pesaing Airbus itu mengaku masih memantau perkembangan terkini proses pencarian.


"Kami mengetahui laporan media dari Jakarta, dan terus memantau situasi. Kami sedang bekerja untuk mengumpulkan lebih banyak informasi," tulis Boeing di akun Twitter @BoeingAirplanes, Sabtu malam (9/1/2021).


Meski pesawat Sriwijaya Air SJ182 sudah berusia 26 tahun, namun seperti dikutip tempo, Kepala Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Soerjanto Tjahjono mengatakan, semestinya hal itu bukan menjadi masalah sepanjang dirawat sesuai standar otoritas penerbangan.


"Kalau pertanyaan mengenai umur pesawat kondisinya Boeing 737-500, pesawat dibuat tahun 1994, berapa pun umurnya, kalau dirawat sesuai regulasi yang berlaku seharusnya tidak ada masalah," ujar Seorjanto, Sabtu kemarin.


Yang jelas, dengan insiden ini, bertambah lagi rekam jejak kecelakaan pesawat dari Boeing.


Kecelakaan yang hingga kini masih teringat adalah jatuhnya pesawat Boeing 737 Max 8 milik maskapai Indonesia lainnya, Lion Air PK-LQP bernomor JT 610 yang terbang dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Bandara Depati Amir, Pangkalpinang pada 2018 lalu.


Meski berbeda tipe, The Wall Street Journal (WSJ) melaporkan penyebab jatuhnya pesawat tersebut. Selain karena kesalahan desain, penyebab lainnya adalah kesalahan pilot dan masalah pemeliharaan.

Next article Next Post
Previous article Previous Post