Akibat Ulah China Harga Kedelai Jadi Mahal, Perajin Tahu-Tempe Menjerit!

Akibat Ulah China Harga Kedelai Jadi Mahal, Perajin Tahu-Tempe Menjerit!

author photo

 

Akibat Ulah China Harga Kedelai Jadi Mahal, Perajin Tahu-Tempe Menjerit!


Kementerian Perdagangan mengonfirmasi bahwa harga kedelai mengalami kenaikan. 


Kenaikan itu terjadi meskipun stoknya cukup untuk memenuhi kebutuhan industri tahu dan tempe di Indonesia.


Para pengrajin tahu dan tempe dalam negeri harus menghadapi kenyataan bahwa mereka menghadapi harga kedelai yang tidak wajar. 


Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Suhanto mengatakan, kenaikan tersebut diketahui setelah pihaknya melakukan koordinasi dengan Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo).


Harga kedelai impor di tingkat perajin katanya mengalami penyesuaian atau kenaikan dari Rp9.000 per kg pada November 2020 menjadi Rp9.300 – 9.500 per kg pada Desember 2020. Naik sekitar 3,33-5,56 persen.


"Dengan penyesuaian harga, diharapkan masyarakat akan tetap dapat mengonsumsi tahu dan tempe yang diproduksi oleh perajin,” kata Suhanto, Sabtu, 2 Januari 2021.


Sementara itu Ketua Umum Gabungan Koperasi Tempe dan Tahu Indonesia Aip Syarifuddin menyebut kondisi itu terjadi karena Indonesia kesulitan mendapatkan bahan bakunya. 


Penyebabnya diduga karena China memesan lebih banyak kedelai.


"Produsen kedelai tertinggi itu Amerika Serikat, Brazil dan Argentina. Rata-rata selama ini seimbang produksinya, supply and demand. Permintaan paling besar itu China dengan 75 juta ton per tahun. Sementara kita rata-rata hanya 2,5 juta ton, tahun lalu 2,7 juta ton," kata Aip, Sabtu (2/1/2020).


"Permintaan China yang tadinya 75 juta ton naik jadi 92 juta ton sekarang, permintaan naik katanya ya untuk Imlek Februari. Kemudian bikin cadangan lagi 25 juta ton, katanya agar babi gemuk untuk pesta imlek, sehingga permintaan dari China luar biasa," lanjutnya.


Sayangnya, ketika permintaan kedelai dunia naik secara tajam, namun ternyata tidak diikuti dengan peningkatan jumlah produksi. negara produsen juga kesulitan untuk memproduksi lebih banyak.


"Sedangkan produksi juga ngga bertambah. Di masa pandemi ini berkurang karena ada La Nina, faktor cuaca atau lainnya," sebutnya.


Ketika permintaan melonjak, China lagi-lagi 'menyerobot' stok tersebut untuk negaranya. Petani di negara produsen disebut-sebut lebih menyukai untuk menjual hasil produksinya ke negeri Tirai Bambu.


"Indonesia membeli kedelai untuk food atau konsumsi. Sedangkan China beli semua grade 1,2,3 dan 4 baik yang bagus maupun jelek, karena dibikin untuk ternak, susu, based oil dan lain-lain. Sehingga petani AS lebih suka jualan ke China karena produk kedelai habis," sebutnya.


Akibat kesulitan untuk mendapatkan stok, Aip menyarankan agar pemerintah bisa kembali mendorong petani kedelai dalam negeri untuk melakukan produksinya.


"Kesempatan baik untuk petani kedelai lokal, menanam kedelai karena harga lokal dulu ketentuan Mendag itu Rp. 8.500/Kg Jutaan petani di Indonesia akan dapat blessing in disguise, pertama kualitas kedelai lokal untuk produksi utamanya tahu lebih bagus dari kedelai impor, kedelai lokal punya harum lebih, lebih mudah diproduksi karena kulitnya lebih tipis dan masih fresh, sehingga petani kita akan untung. Sehingga dalam kesempatan ini usul segera tanam kedelai lokal," sebutnya.

Next article Next Post
Previous article Previous Post