Cinta Sejati, Tuntun Syahadat Sakaratul Maut Sang Istri Tercinta, Kiai ini Wafat Menyusulnya

Cinta Sejati, Tuntun Syahadat Sakaratul Maut Sang Istri Tercinta, Kiai ini Wafat Menyusulnya

author photo

 

Cinta Sejati, Tuntun Syahadat Sakratul Maut Sang Istri Tercinta, Kiai ini Wafat Menyusulnya


Innalillahi wa Inna ilaihi rojiun (Segala sesuatu milik Allah dan hanya kepada Allah jualah tempat kembali


Alfatihah, kiai asal Bantaeng, Sulsel, ini wafat 1 jam usai tuntun Syahadat Sakratul Maut sang istri tercinta


Allah SWT, Maha Pencipta selalu punya cara rahasia untuk memberi pelajaran dan hikmah kepada manusia.


Kisah kematian Kiai Haji Drs M Idrus Makkawaru (76 tahun) dan istrinya, St Sanibah Binti Haruna (74 tahun), Minggu (16/8/2020) malam di Katangka, Gowa, perbatasan Makassar, Sulawesi Selatan, adalah satu tamsil.


Sang Kiai meninggal hanya berselang 1 jam 25 menit, setelah menuntun syahadat sakratul maut istri keduanya.


Istri meninggal pukul 20.00 Wita, seusai mereka salat jamaah Isya.


Dan sang kiai meninggal dunia, berselang 90 menit kemudian, sekitar 21.30 Wita.


“Pak Kiai ini, sepertinya memang sudah janjian, tak akan meninggalkan istrinya,” kata Haji Muhammad Jaelani, Ketua PC Nahdlatul Ulama Bantaeng, kepada Tribun, usai pemakaman pasangan suami istri ini di Taman Pemakaman Umum (TPU) Letta, Jl Dr Ratulangi, Keurahan Letta, Kecamatan Bantaeng, Senin (17/8/2020) siang.


Pasangan jenazah ini sempat disemayamkan di rumah duka, Perumahan Gowa Residence, tak jauh dari rumah salah seorang anaknya, di Kompleks Katangka, Gowa.


Di rumah duka, dua jenazah disandingkan.


Jenazah Pak Kiai ditutup dengan batik merah marun dan Alquran di bagian dada.


Sedangkan janazah istrinya dibungkus dengan batuk motif cokelat.


Jenazah pasangan suami istri ini dibawa ke Bantaeng, usai salat subuh.


Jaelani menceritakan, almarhum sejak sepeninggal istri pertamanya, Hj Sitti Djawiah, 6 tahun lalu, Kiai Idris memilih bermukim di Makassar.


Saat Pak Kiai menikah, usia Sanibah sudah 68 tahun.


Dia ditemani St Sanibah Binti Haruna, yang juga masih kerabat mendiang isri pertamanya.


Dari istri pertama, Pak Kiai dikaruniai lima anak; tiga pria dua wanita.


Sedangkan dari mendiang istri terakhirnya, Pak Kiai tak dikaruniai anak.


“Pak Kiai menikah enam tahun lalu, agar ada teman ngobrol, teman ngaji, bangunkan sahur,” kata Jaelani, yang juga Kabag Tata Usaha Kantor Kemenag Bantaeng.


Almarhum adalah guru madrasah dengan jabatan terakhir Kepala Kantor Departemen Agama (Kakandepag) Bantaeng tahun 1989 sampai tahun 2000.


Kiai Haji Idrus Makkawaru dilahirkan di Bantaeng, 8 Juli 1944, atau setahun sebelum Kemerdekaan RI.


Pak Kiai menamatkan sekolah Guru Agama di PGA Makassar tahun 1951.


Lalu meraih gelar sarjana muda tahun 1956 dan strata satu tujuh tahun kemudian di IAIN Alauddin Makassar.


Pak Kiai merintis karier sebagai guru agama di madrasah Bantaeng tahun 1961


Tahun 1980 hingga 1989 diamanatkan sebagai Kasubag TU Kandepag Bantaeng.


Saat itu, Pak Kiai masih aktif mengajar di madrasah, berdakwah di pelosok Bantaeng, Bulukumba, dan Jeneponto.


Tahun 1989 hingga 2000, Pak Kiai juga menjabat Kakandepag Bantaeng.


Almarhum meninggalkan lima anak, Dr H Achamd Mujahid MAg, purra kedua Dr Achmad Musyahid MAg, dosen di Fakultas Syariah UIN Alauddin Makassar.


Putri ketiga Pak Kiai adalah Muwahidah Idri SAg, Nurabidah Idrus Mpd, dan si bungsu Akhmad Mujaddin Idrus S.Si.


Semua anak almarhum adalah alumnus pesantren di Sulsel.

Next article Next Post
Previous article Previous Post