'Pulanglah Nak, Ibu Kangen’, Kisah Seorang Ibu yang Hidup dari Upah Rp 1.000 Sekali Pijat

'Pulanglah Nak, Ibu Kangen’, Kisah Seorang Ibu yang Hidup dari Upah Rp 1.000 Sekali Pijat

author photo
'Pulanglah Nak, Ibu Kangen’, Kisah Seorang Ibu yang Hidup dari Upah Rp 1.000 Sekali Pijat



Di usia yang tua, keinginan terbesar orang tua adalah dapat berkumpul dengan anak-anaknya.

Mengabiskan waktu tua bersama anak dan cucu adalah momen kebahagian orang tua sebelum menutup usia.

Namun sayang, kebahagian itu tak pernah dirasakan oleh seorang nenek di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur yang bernama Mbah Saminem.

Mbah Saminem yang tinggal seorang diri di sebuah bangunan rumah yang berlantaikan tanah dan di sanalah mbah Saminem tidur sehari-hari yang hanya beralaskan tikar.

Sungguh miris melihat kondisi mbah Saminem, di usia yang senja ini masih harus hidup dalam kegelapan di tengah negara yang bergeliat menuju maju.

Selain itu, mbah Saminem hidup seorang diri di rumah minim pencahayaan itu.

Untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, ia terpaksa mengharapkan uluran tangan dari tetangganya.

“Sudah makan, makannya sama sayuran itu. Yang masak anak sebelah sungai,” kata mbah Saminem dalam Bahasa Jawa.

Rindu Sang Anak


Mbah Saminem menceritakan bahwa ia memiliki dua orang anak yang tak pernah pulang untuk melihat ibunya yang telah tua rentan ini.

“Namanya Lasemi dan Untung. Lasemi adiknya Untung,” kata mbah.

Tiba-tiba, mbah Saminem berlinang air mata. Ia meminta sang anak dan cucunya agar datang dan melihat kondisinya.

“Anak cucuku datangi saya,” kata mbah di balik tangisan kerinduanya.

Dikatakan bahwa, anak mbah Saminem yang perempuan berada di Pare, Kediri, Jawa Timur.

Kemudian, anaknya yang lelaki berada di Tulungagung, Jawa Timur.

“Saya dari tadi menangis kenapa anak saya tidak ke sini,” katanya dalam tangisan seorang ibu yang merindukan anaknya.

Mbah Saminem terus menangis memanggil nama anaknya yang begitu ia rindukan.

Tak Mengenal Uang


Mbah Saminem dulunya adalah seorang tukang pijat, namun karena usia yang sudah tua, ia akhirnya berhenti karena sudah tak kuat.

“Saya sudah lama tidak memijat,” katanya.

Upah yang diterimanya dari jasa pijit pada waktu itu hanyalah Rp 1.000.

Uang itu tidaklah cukup untuk menghidupi kebutuhannya sehari hari.

Ia tak mengetahui kenapa ia diberi uang segitu.

Mbah Saminem bukanlah seperti orang tua pada umumnya yang mengenal uang.

“Kalau dikasih kadang juga 1.000 rupiah. Saya tidak ngerti (dibayar segitu),” kata mbah.

Dikatakanya bahwa dirinya tidak mengenal nominal uang.

Ketika ditunjukkan uang dengan nominal Rp 50.000, mbah Saminem malah melihat dan berkata “wah, gambar uangnya gede ini,”.

“Aku ga ngerti (berapa nominal uang ini),” kata mbah Saminem yang terus memandang uang tersebut.

Tak ingat usia


Berjalan dengan tertatih-tatih, sepertinya kondisi kesehatan mbah Saminem kian menurun.

Ditanya soal usianya, mbah Saminen tidak mengetahui berapa usianya sekarang ini.

“Aku tidak tahu,” jawab mbah Saminem.
Next article Next Post
Previous article Previous Post