Akibat Kencing Dibawah Pohon, Beberapa Hari Kemudian Tubuhku Kaku Tidak Bisa Digerakkan Sampai Sekarang

Akibat Kencing Dibawah Pohon, Beberapa Hari Kemudian Tubuhku Kaku Tidak Bisa Digerakkan Sampai Sekarang

author photo
Akibat Kencing Dibawah Pohon, Beberapa Hari Kemudian Tubuhku Kaku Tidak Bisa Digerakkan Sampai Sekarang



Seorang warga di Lingkungan Kampung Nipa, Kelurahan Bentengnge, Kecamatan Ujung Bulu, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, bernama Tepu (40), hanya bisa berbaring seharian di kasurnya.

Hal itu sudah dilakukan Tepu selama hampir 25 tahun.

Setiap harinya, Tepu hanya terbaring lemah di atas kasur merah, tubuhnya pun hanya ditutupi dengan sarung warna coklat.

Penyakit yang menyebabkan tubuhnya kaku seperti kayu berawal saat ia menemani orangtuanya di kebun, tepatnya di Kabupaten Jeneponto. Waktu itu, usianya masih 15 tahun.

Saat menemani ibunya, Tepu mengaku sempat buang air kecil di bawa pohon. Usai kejadian itulah tubuhnya mulai kaku dan tidak bisa digerakkan.

"Waktu itu saya pergi kencing di bawa pohon kayu. Dan beberapa hari kemudian tubuh saya kaku tidak bisa digerakkan sampai sekarang," kata Tepu, Selasa (29/9/2020).

Tepu mengaku merasakan kaku mulai dari bagian perut hingga jari-jari kaki.

Paha dan betisnya pun mengecil, yang menonjol hanya tulang. Bahkan, untuk membalikan badan pun Tepu merasakan kesulitan.

Sementara, jika ingin mandi dan buang air besar Tepu harus berguling ke lubang yang ada di dalam kamar.

Kata Tepu, selama sakit ia tidak pernah berobat karena kendala dengan biaya.

Tinggal bersama ibu yang lumpuh


Tepu tinggal di gubuk kecil yang berdinding seng, di rumah itu, ia tidak sendirian melainkan bersama dengan ibunya bernama Manna (80) yang sudah lumpuh usai terjatuh dari motor setelah Tepu mengalami kekakuan di tubuhnya. Dan saudara iparnya Saiyya (45).

Untuk makan sehari-hari mereka bergantung dengan Saiyya.

Awalnya Siyya bekerja sebagai buruh tukang cuci keliling dengan upah Rp 35.000 perbulan. Pekerja itu sudah dijalaninya selama tujuh tahun.

Namun, pada 2018 ia berhenti karena tangannya gatal dan membengkak.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Saiyya sesekali membantu panen rumput laut dengan upah Rp 15.000.

Kata Siyya, mereka pernah dapat dapat bantuan beras dari pemerintah tapi hanya satu kali.

Ia pun berharap pemerintah dapat membantu keluarganya yang sedang kesulitan.

"Semoga pemerintah bisa melirik kami yang memang benar-benar susah, untuk biaya berobat saja tidak ada, apalagi membeli beras," katanya.

Sementara itu, Lurah Bentengnge Muhammad Kasim membenarkan Tepu dan ibunya sudah lama sakit.

Baca Juga: Adab Kencing dan Buang Air Besar dalam Islam

"Pernah ada bantuan tahun 2019 dari Dinas Sosial seperti beras dan susu kepada Tepu tapi itu hanya sekali," ujarnya.
Next article Next Post
Previous article Previous Post