Zaenal Tewas Digebuki Segerombol Oknum Aparat Penegak Hukum, Tapi 9 Tersangka Polisi Hanya Diganjar Bui 1 Tahun, Tangis Ibu Korban: Ini Nyawa Anak Orang, Bukan Anak Ayam!

Zaenal Tewas Digebuki Segerombol Oknum Aparat Penegak Hukum, Tapi 9 Tersangka Polisi Hanya Diganjar Bui 1 Tahun, Tangis Ibu Korban: Ini Nyawa Anak Orang, Bukan Anak Ayam!

author photo
Zaenal Tewas Digebuki Segerombol Oknum Aparat Penegak Hukum, Tapi 9 Tersangka Polisi Hanya Diganjar Bui 1 Tahun, Tangis Ibu Korban: Ini Nyawa Anak Orang, Bukan Anak Ayam!


Orang Tua Zaenal Abidin, warga Lombok Timur, merasa hukuman yang disanksikan kepada sembilan tersangka kasus pemukulan putranya, sangat tidak wajar.

Pasalnya dalam sidang dakwaan yang digelar pada Senin (10/2/2020) lalu, para tersangka sempat mendapat ancaman 15 tahun hukuman penjara.

Namun faktanya jauh dari itu. Sembilan oknum polisi yang menghabisi nyawa putranya, hanya diganjar hukuman maksimal 1 tahun penjara.

Sebelumnya diberitakan Sosok.ID, tersangka kasus penganiayaan Zaenal Abidin didakwa dengan Pasal 170 dan atau 3511 jo Pasal 55 KUHP, dengan ancaman 15 tahun penjara.

"Pasal yang dikenakan dari semua tersangka ini yakni dua pasal pertama Pasal 170 Ayat 2, dan yang kedua Pasal 351 Ayat 3 juncto Pasal 5 Ayat 1," ungkap Jaksa Penuntut Umum Sri Hariati kala itu.

Hariati menyebutkan, peran masing-masing 9 tersangka berbeda-beda, dengan sangkaan pasal paling berat yakni Pasal 170.

Sementara pada sidang vonis yang digelar Kamis (16/4), hakim memvonis 9 terdakwa dengan hukuman pidana bervariasi mulai dari 10 bulan penjara, hingga 1 tahun penjara.

"Amar putusan seluruhnya dinyatakan terbukti bersalah dan dihukum penjara, Heri Suhardana, Bagus Bayu Astama, Nuzul Husain, I Wayan Merta Subagya masing-masing 1 tahun," kata Kuasa Hukum Zaenal, Yan Mangandar.

Sementara, untuk terdakwa Irwan Hadi, I Nengah Darta, L Awaludin, Muhammad Ali, Ahmad Subhan, masing-masing 10 Bulan.

Sebagai kuasa hukum korban, Yan menilai putusan hakim sangat tidak adil.

Karena banyak kasus serupa dengan hukuman yang lebih berat.

"Kami menilai putusan ini melukai rasa keadilan masyarakat, kami bandingkan dengan kasus serupa yang pelakunya dihukum lebih berat karena terkait hilangnya nyawa Manusia," kata Yan.

Kendati dikatakan Yan bahwa keluarga korban sudah tidak dapat melakukan upaya hukum lagi, namun ia berencana mengajukan gugatan perdata.

Ia akan mengadvokasi terkait sanksi kepada para pelaku berdasarkan koordinasi dengan keluarga korban.

"Upaya selanjutnya yang dapat dilakukan oleh kuasa hukum yaitu menuntut ganti rugi dengan mengajukan gugatan perdata dan mengadvokasi terkait sanksi etik para pelaku untuk dipecat atau lainnya, nanti kami akan koordinasi lebih mendalam dengan keluarga korban," ucapnya.

Tak hanya kuasa hukum korban, ibunda Zaenal juga merasa hukuman tersebut terlalu ringan untuk terdakwa.

Rahmah, sang ibu ingin para terdakwa dihukum si dengan perbuatannya yang telah menghilangkan nyawa Zaenal.

"Masak perbuatannya seperti itu (penganiayaan hingga tewas) dipenjara setahun. Pokoknya saya tidak mau, ini anak manusia, bukan anak ayam," kata ibu korban, seperti dikutip Sosok.ID, Jumat (17/4).

"Kalau berat perbuatannya, supaya berat juga hukumannya. Ini nyawa anak saya melayang," lanjutnya mengusap tangis.

Keluarga Zaenal lantas menandatangani surat pernyataan yang menyampaikan menolak tuntutan satu tahun penjara.

Berikut bunyi penggalan surat pernyataan tersebut.

"Menyatakan menolak atas tuntutan satu tahun penjara kepada 9 Polisi. Rendah tuntutan tersebut mengakibatkan, hati nurani kami se- keluarga semakin tersakiti. Kami mohon agar 9 terdakwa dihukum dengan seadil-adilnya sesuai dengan perbuatan yang menewaskan keluarga kami almarhum Zaenal."

Dalam persidangan pada Senin (30/3), 9 terdakwa dituntut 1 tahun penjara, karena terbukti melanggar dakwaan kedua yaitu Pasal 351 Ayat (3) Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP yaitu penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang lain dengan pidana penjara selama 1 tahun.

Kasi Penkum Kejati NTB Dedi Irawan menyampaikan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah mempertimbangkan dakwaan tersebut sesuai dengan fakta persidangan.

Adapun Zaenal Abidin pada 5 September 2019 lalu sempat terlibat perkelahian dengan sembilan oknum aparat penegak hukum.

Kejadian bermula ketika Zaenal datang ke Kantor Satlantas Polres Lombok Timur, bermaksud menanyakan motornya yang ditilang pada hari yang sama.

Zaenal dikatakan datang menanyakan kendaraannya secara tidak damai sehingga memicu percekcokan.

Zaenal disebut secara tiba-tiba menyerang Bripka Nuzul menggunakan tangannya yang terkepal, memukul bagian pipi sebelah kiri dan hidung Bripka Nuzul secara bertubi-tubi.

Bripka Nuzul lantas dilarikan ke rumah sakit. Sementara Zaenal terlibat perkelahian dengan para polisi.

Dalam perkelahian itu, Zaenal dikatakan oleh saksi mata, Ikhsan, sempat meminta maaf dan memohon agar berhenti dipukuli.

Namun pemukulan terus berlanjut, hingga Zaenal berhasil dilumpuhkan dan tersungkur di lapangan apel.

Ia dilarikan ke rumah sakit namun nyawanya tidak dapat diselamatkan.

Ayah Zaenal, Sahabudin, warga asal Tanjung Selatan, Desa Parok Motong, Lombok Timur merasa sangat terpukul dengan kepergian putranya.

Sahabudin mengatakan, lebih baik anaknya dipenjara ketimbang dianiaya sampai meregang nyawa.

Sementara sang paman Safrudin, dalam rekonstruksi adegan yang digelar pada (9/9/2019) mengatakan, akan lebih baik jika polisi mengambil tindakan untuk memborgol tangan keponakannya, alih-alih memukulinya hingga tewas.
Next article Next Post
Previous article Previous Post