Beginilah Suasana 'Physical Distancing' Saat Shalat Tarawih di Masjidil Haram

Beginilah Suasana 'Physical Distancing' Saat Shalat Tarawih di Masjidil Haram

author photo
Beginilah Suasana 'Physical Distancing' Saat Shalat Tarawih di Masjidil Haram Makkah.

Kerajaan Arab Saudi mengizinkan umat Islam untuk melakukan ibadah shalat tarawih berjamaah di Masjidil Haram Makkah selama bulan Ramadhan di tengah penyebaran pandemi virus corona (Covid-19).

Berikut penampakannya:

Beginilah Suasana 'Physical Distancing' Saat Shalat Tarawih di Masjidil Haram

Shalat Tarawih di Masjidil Haram

Shalat Tarawih di Masjidil Haram 2020

Shalat Tarawih di Masjidil Haram Corona

Shaf Renggang Shalat Tarawih di Masjidil Haram

Shalat Tarawih Masjidil Haram 2020

Shaf Shalat Tarawih di Masjidil Haram Renggang

'Physical Distancing' Saat Shalat Tarawih di Masjidil Haram

Shaf Shalat Berjarak atau Renggang untuk Antisipasi Corona, Bagaimana Hukumnya?


Mayoritas ulama menilai hukumnya mubah atau diperbolehkan, ini merupakan pendapat ijma' dan disepakati semua madzhab kecuali madzhab dzahiriyah.

Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi agar virus ini tidak semakin menyebar luas di kalangan umat Islam.

Fatwa Syaikh Sulaiman Ar Ruhaili


Beliau mengatakan:

يسأل المسلمون في البلدان التي يسمح فيها بالصلاة في المساجد بشرط التباعد بين المصلين عن حكم الصلاة في تلك الحال، والجواب أن الأصل تراص الصفوف وعندالجمهور تكره الصلاة في الصف المتقطع والحاجة تسقط الكراهة،وهذه الجائحة حاجة شديدة فتجوز الصلاة مع التباعد بشرط أن يكون في الصف أكثرمن واحد

“Kami ditanya tentang kaum Muslimin di negeri-negeri yang masih membolehkan shalat di masjid (di masa wabah) dengan syarat shafnya renggang berjauhan, bagaimana hukum shalat dengan kondisi demikian? Jawaban kami, hukum asalnya shalat itu dengan merapatkan shaf. Menurut jumhur ulama, makruh hukumnya shalat yang terputus shafnya. Sedangkan adanya hajat menggugurkan kemakruhan. Dan adanya kebutuhan untuk itu di masa ini, sangat mendesak sekali. Maka boleh shalat dengan shaf renggang berjauhan dengan syarat dalam satu shaf ada lebih dari satu orang”

Fatwa Syaikh Sa’ad Asy Syatsri


Beliau mengatakan:

“Tidak diragukan, upaya pencegahan penyakit untuk menjaga nyawa dan menghentikan penyebaran penyakit merupakan perkara taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah ‘azza wa jalla. Namun demikian, merapatkan shaf adalah perkara yang disyariatkan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

أقيموا الصفوف وحاذوا بين المناكب وسدوا الخلل ولينوا بأيدي إخوانكم ، ولا تذروا فرجات للشيطان

“Luruskan shaf dan luruskan pundak-pundak serta tutuplah celah. Namun berlemah-lembutlah terhadap saudaramu. Dan jangan kalian biarkan ada celah untuk setan” (HR. Abu Daud no. 666, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).

Namun perintah merapatkan shaf ini tidak sampai wajib namun sifatnya mustahab (sunnah) menurut jumhur ulama. Oleh karena itu, kami memandang shaf yang renggang tidak berpengaruh pada keabsahan shalat. Lebih lagi ketika ada udzur yang membutuhkan adanya jarak.

Dan jumhur ulama dari kalangan ulama 4 madzhab menyatakan bahwa merapatkan shaf tidak wajib, mereka berdalil dengan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

سوُّوا صفوفَكم فإنَّ تسويةَ الصَّفِّ مِن تمامِ الصَّلاةِ

“Luruskanlah shaf kalian karena lurusnya shaf adalah bagian dari kesempurnaan shalat” (HR. Bukhari no.723, Muslim no.433)

Menunjukkan bahwa perkara meluruskan dan merapatkan shaf hukumnya mustahab bukan termasuk rukun atau wajib shalat.

Karena yang disebut تمامِ (penyempurna) dari sesuatu artinya itu adalah perkara tambahan dari asalnya. Demikian juga sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

وأَقِيمُوا الصَّفَّ في الصَّلَاةِ، فإنَّ إقَامَةَ الصَّفِّ مِن حُسْنِ الصَّلَاةِ

”Luruskanlah shaf dalam shalat, karena lurusnya shaf dalam shalat adalah bagian dari bagusnya shalat” (HR. Bukhari no. 722, Muslim no.435).

Menunjukkan bahwa merapikan shaf itu sunnah tidak wajib. Karena andaikan itu wajib maka tidak disebut “bagian dari bagusnya shalat”.

Karena unsur bagus dari sesuatu berarti unsur tambahan dari sesuatu tersebut.

Demikian juga sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam kepada Anas bin Malik:

ما أَنْكَرْتُ شيئًا إلَّا أنَّكُمْ لا تُقِيمُونَ الصُّفُوفَ

“Tidaklah ada yang aku ingkari dari kalian, kecuali satu hal yaitu kalian tidak meluruskan shaf” (HR. Bukhari no.724).

Namun Rasulullah tidak memerintahkan beliau untuk mengulang shalat. Ini menunjukkan bahwa merapatkan shaf bukan perkara wajib. Dan meninggalkannya tidak berpengaruh pada keabsahan shalat.

Sebagaimana ini pendapat jumhur ulama dari kalangan salaf dan khalaf, ini juga pendapat imam 4 madzhab. Yang berpendapat wajib adalah Imam Ibnu Hazm Az Zhahiri yang mana ia sering menyelisihi para fuqaha dan jumhur ulama.

Oleh karena itu penerapan shaf renggang dalam shalat jama’ah tidak berpengaruh pada keabsahan shalat”.

Fatwa Syaikh Musthafa Al Adawi


Pertanyaan:

Apakah boleh shalat berjama’ah dengan shaf renggang karena ada wabah corona? Semisal antara setiap orang berjarak 1 meter?

Beliau menjawab:

تجوز مع عندنا نصوصا لكن الضرورة تجوز المحظورة

“Hal ini diperbolehkan walau ada nash-nash (yang memerintahkan untuk merapatkan), namun kondisi darurat membolehkan apa yang tidak dibolehkan”

Wallahu A'lam bisshawab
Next article Next Post
Previous article Previous Post