Ungkap Pelecehan Seksual Yang Dilakukan Kepala Sekolah Terhadapnya, Ibu Ini Malah Dipenjara

Ungkap Pelecehan Seksual Yang Dilakukan Kepala Sekolah Terhadapnya, Ibu Ini Malah Dipenjara

author photo
Dunia pendidikan Indonesia kembali tercoreng oleh oknum-oknum bejat yang menggunakan jabatan untuk melecehkan bawahannya.

Seperti yang baru-baru ini terjadi kepada Baiq Nuril Maknun (36) yang malah masuk penjara setelah mengungkap pelecehan seksual atasan terhadapnya.

Ungkap Pelecehan Seksual Yang Dilakukan Kepala Sekolah Terhadapnya, Ibu Ini Malah Dipenjara
Baiq Nuril Maknun ditenangkan penasehat hukum (suarantb.com/bur)


Ibu Baiq Nuril Maknun dijerat dengan pelanggaran pasal Undang-Undang No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Sejak 24 Maret 2017, perempuan asal Desa Perampuan, Kecamatan Labuapi, Kabupaten Lombok Barat itu harus mendekam dalam jeruji besi.

Kamis (4/5), ibu tiga anak tersebut menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat.

Nuril, sapaan Baiq Nuril Maknun, didakwa oleh Hakim dengan UU ITE karena telah sengaja menyebarkan rekaman percakapan telepon antara dirinya dengan kepala sekolah di tempatnya pernah bekerja.

Namun kasus ini dinilai janggal oleh para aktivis dan warganet. Pasalnya, menurut mereka, Ibu Nuril adalah korban kasus dugaan pelecehan seksual dan tak layak dijadikan sebagai tersangka maupun terdakwa.

Berikut kami rangkum beberapa hal penting guna memahami kasus ini.

Kronologi kasus

Sidang perdana kasus ini lebih kurang telah membuka kronologi perkara yang telah memisahkan Nuril dengan tiga anak dan suaminya.

Kasus ini bermula pada Agustus 2012, saat Nuril masih berstatus pegawai honorer di bagian tata usaha SMAN 7 Mataram. Pangkal perkara adalah percakapan telepon antara Nuril dengan Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram, bernama Muslim.

Menurut jaksa, dalam percakapan tersebut, Muslim (saksi korban) menceritakan "rahasia pribadinya" kepada Nuril. Tanpa sepengetahuan Muslim, Nuril merekam percakapan itu dengan smartphone miliknya.

Dalam percakapan via handphone itu, kepala sekolah menceritakan hubungan seksual sang kepala sekolah dengan seorang selingkuhannya. Sementara Nuril yang mendengar kepala sekolah menceritakan hubungan badan dengan selingkuhannya, merekam percakapan tersebut.

Ungkap Pelecehan Seksual Yang Dilakukan Kepala Sekolah Terhadapnya, Ibu Ini Malah Dipenjara
Baiq Nuril jalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan (Foto: Satria/KickNews)


Ringkas cerita, pada Desember 2014, smartphone milik Nuril dipinjam seorang temannya yang bernama Lalu Agus Rofik (saksi).

Peminjaman smartphone terjadi di halaman kantor Dinas Kebersihan Kota Mataram. Selang beberapa jam, di tempat yang sama, datang Imam Mudawin (saksi).

Dari pertemuan dan peminjaman smartphone itulah rekaman percakapan Nuril dan Muslim terungkap ke khalayak. Menurut jaksa, Nuril juga menyalin file rekaman percakapan dari smartphonenya ke laptop milik Iman. Konon, buntut terungkapnya rekaman itu berdampak pada pemutasian Muslim dari SMAN 7 Mataram.

Jaksa pun mendakwa Nuril atas dugaan pelanggaran Pasal 27 ayat 1 UU ITE.

Pasal itu memuat larangan: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan."

Nuril akhirnya dijerat dengan ancaman pidana penjara maksimal enam tahun dan/atau denda maksimal Rp. 1 miliar, seperti termaktub dalam Pasal 45 Ayat 1 UU ITE.

Kejanggalan kasus

Adapun keberatan sejumlah aktivis dan warganet berlandaskan pada isi rekaman percakapan Nuril dan Muslim. Menurut mereka, percakapan itu justru memuat dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Muslim terhadap Nuril.

Relawan Forum Peduli Perempuan dan Anak NTB, Maia Rahmayati, mengungkap, dalam percakapan tersebut Muslim melontarkan kalimat bernuansa kekerasan, pelecehan, serta kata-kata tak senonoh.

Maia menambahkan, Nuril menyimpan rekaman itu agar sewaktu-waktu bisa dijadikan alat bukti.

"(Rekaman) itu bisa menjadi tameng agar tidak selalu dipersalahkan atas segala hal yang menimpa dia," kata Maia, dikutip SuaraNTB.com.

Tim Pengacara dari Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Fakultas Hukum Universitas Mataram mendamping terdakwa dalam persidangan. Salah seorang tim pengacara, Aziz Fauzi SH, menyayangkan sikap pelapor yang juga menjadi atasan terdakwa. Dimana posisi pelapor yang seharusnya membina bawahannya, namun justru berprilaku tidak semestinya.

“Dalam hal ini pelapor tanpa hak menelpon/menghubungi bawahannya yang sudah berkeluarga, dan menyampaikan pernyataan-pernyataan yang bertentangan dengan nilai kesusilaan. Tapi justru atasan yang melapor,” ujarnya usai persidangan.

Menurut Aziz, percakapan pelapor bertentangan dengan nilai kesusilaan. Menurutnya itu merupakan bentuk pelecehan terhadap perempuan, dan sangat melanggar hak-hak perempuan dan prinsip perlindungan terhadap perempuan.

“Pelapor tanpa hak menelpon istri orang dan menyampaikan konten-konten atau percakapan yang bertentangan dengan nilai kesusilaan. Itu bukan hak dia menyampaikan pada istri orang lain. Kita harus memandang ini bentuk pelecehan terhadap perempuan,” tegasnya.

Next article Next Post
Previous article Previous Post