Anak-anakku Tak Ada Yang Kuberi Nama 'Muhammad', Justru Karena Aku Sangat Memuliakan Beliau

Anak-anakku Tak Ada Yang Kuberi Nama 'Muhammad', Justru Karena Aku Sangat Memuliakan Beliau

author photo
"Aku ingin agar dia dipuji, di langit dan di bumi."

Begitu ‘Abdul Muthalib berkata sembari menimang sang bayi yang berwajah cahaya. Senyumnya bangga, rautnya gembira, air mukanya renjana. Dengan teguh dijawabnya para tetua Quraisy yang tadi menggugat, “Mengapa kauberi nama dia Muhammad; nama yang tak pernah digunakan oleh para leluhur kita yang hebat?”

Anak-anakku Tak Ada Yang Kuberi Nama 'Muhammad', Justru Karena Aku Sangat Memuliakan Beliau


Ya, beliaulah Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam yang terpuji di langit dan bumi. Bagaimanakah kita menghormati namanya?

Seorang Syaikh yang mengajar di Universitas Ummul Qura, Makkah berkisah, bahwa pada suatu pekan beliau mengisi daurah di Bosnia. Tema yang dibawakan adalah tentang kemuliaan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Tampak seorang Bapak yang mengajak beberapa putranya turut hadir tak henti menangis sepanjang pemaparan. Anak-anaknya juga tunduk menyimak dengan khusyu’.

Seusai daurah, Sang Syaikh kepada si Bapak, dan beliau mengajaknya berkenalan. Masih dengan airmata berlelehan di pipi, si bapak menyampaikan betapa malunya dia kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam atas cinta beliau kepada ummat. Dia sangat ingin mencintai Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam sebagaimana beliau mencintai ummatnya.

Ketika perkenalan terjadi dan nama para putra si Bapak disebutkan, Sang Syaikh bertanya dengan heran, “Kalau Anda sangat ingin mencintai Rasulullah, mengapa tak satupun di antara putra Anda diberi nama Muhammad?”

“Justru karena aku sangat ingin menghormati Rasulullah ”, jawab si Bapak terbata dan berkaca-kaca, “Aku tak menamai mereka dengan nama beliau. Sebab aku takut, jika suatu kali aku marah kepada mereka, aku akan memanggil nama mereka dengan kasar, atau menghardik, atau membentak. Sungguh, nama Muhammad ﷺ terlalu mulia untuk diseru dengan intonasi keras ataupun nada tinggi. Demi Allah ya Syaikh, aku malu. Aku tidak berani.”

Kini ganti sang Syaikh berkaca-kaca kala bercerita. “Wahai Bapak, bagaimanakah kami ini di negeri kami? Kami memanggil dan membentak semua orang, dari pelayan rumah makan hingga tukang sapu dengan berteriak, “Muhammad!”

Duhai, di manakah kita dalam cinta?

Untuk putra-putraku, Nawwaf Muharrik Fillah dan Jaisyan Mabruri Fillah. Tak ada kata Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dalam nama kalian. Tapi agungkanlah selalu nama itu di dalam hati kalian.

Oleh: Salim A Fillah

Next article Next Post
Previous article Previous Post