Begini Awal Mula Mengapa Ada Masjid Jawa Di Thailand

Begini Awal Mula Mengapa Ada Masjid Jawa Di Thailand

author photo
Ada sebuah hal yang berbeda saat mendatangi salah satu kawasan utama di Bangkok yakni daerah Sathorn. Nampak dari kejauhan terdapat sebuah prasasti berwarna hitam menorehkan tulisan dalam tiga bahasa diantaranya bahasa Thailand, Arab dan Inggris. Ternyata tulisan tersebut menandakan sebuah tempat ibadah umat Islam bernama Masjid Jawa.

Begini Awal Mula Mengapa Ada Masjid Jawa Di Thailand
Masjid Jawa di Thailand (Ramadhian Fadillah/Merdeka.com)
Memang dari namanya saja masjid ini menandakan bahwa ada orang Jawa yang singgah atau tinggal di Thailand dan itu terbukti benar. Kedatangan warga muslim Jawa ke Thailand pertama kali terjadi pada masa pemerintahan Raja Rama IV. Para muslim tersebut kebanyakan berprofesi sebagai pedagang maupun buruh.

Awalnya komunitas muslim Jawa menetap di daerah Bangrak, Sathorn dan Kokkrabue. Karena sikap dan cara kerja mereka yang baik, akhirnya pada masa pemerintahan Raja Rama V, berdatanganlah imigran jawa lainnya yang dipekerjakan untuk membangun sejumlah taman di Istana Kerajaan, membangun kanal dan gedung pemerintahan.

Begini Awal Mula Mengapa Ada Masjid Jawa Di Thailand
Mayoritas keturunan Jawa laksanakan ibadah di Masjid Jawa (Ramadhian Fadillah/Merdeka.com)
Atas kebaikan Raja Rama, warga muslim Jawa kemudian diperbolehkan untuk membangun masjid sebagai tempat ibadah, meski saat itu lokasinya masih berpindah-pindah. Melihat antusias warga muslim Jawa yang melaksanakan ibadah, salah seorang saudagar bernama Haji Muhammad Sholeh bin Hasan kemudian mewakafkan tanahnya untuk dijadikan lahan pembangunan masjid secara permanen. Dan hingga kini berdirilah di lahan tersebut Masjid Jawa yang seluas 556 meter persegi.

Begini Awal Mula Mengapa Ada Masjid Jawa Di Thailand
Atap khas Semarang limas bersusun (Ramadhian Fadillah/Merdeka.com)
Masjid ini memiliki gaya khas daerah Semarang dimana atapnya dibuat menjadi limas bersusun. Sementara penamaan Masjid Jawa sendiri dibuat sebagai simbol untuk mengenang tanah kelahiran mereka. Selain menjadi tempat ibadah, masjid ini pun berfungsi menjadi pusat berbagai kegiatan para warga asal Jawa di Thailand. Adapun Imam masjidnya yang pertama adalah Haji Muhammad Sholeh yang sekaligus menjadi pewakaf masjid.

Hingga kini komunitas tersebut masih tetap ada dan hidup berdampingan dengan warga Bangkok yang mayoritas Budha.

Salah satu keturunan warga Jawa di Thailand adalah Jamilah (40 tahun) yang kini membuka sebuah penginapan bernama Song Thai Hotel. Letaknya persis dekat dengan Masjid Jawa sehingga bagi para wisatawan bisa mendapatkan dua kemudahan saat mengunjungi daerah ini.

“Semua di sini awalnya dari Jawa. Kini sudah bercampur dengan pendatang yang masuk. Tapi mayoritas keturunan Jawa,” ucapnya, sebagaimana dikutip dari Merdeka (15/9/2016).

Jamilah sendiri sudah merupakan keturunan campuran dari Jawa, China dan Pakistan sehingga untuk bisa berbahasa Jawa, ia hanya bisa satu atau dua kata saja.

Selain digunakan untuk tempat ibadah, Masjid Jawa juga terdapat area untuk madrasah tempat mengaji anak-anak. Biasanya aktivitas tersebut dilakukan selepas Maghrib hingga Isya. Sementara paginya, ada aktivitas semacam taman kanak-kanak dan nampak anak-anak tersebut mengenakan pakaian muslim berupa baju koko dan peci putih. Sehingga daerah di Thailand ini pun benar-benar bersuasana Jawa.

Begini Awal Mula Mengapa Ada Masjid Jawa Di Thailand
Pekuburan muslim di seberang masjid Jawa (Ramadhian Fadillah/Merdeka.com)
Untuk pemakaman, pengurus masjid juga memiliki area pemakaman muslim yang berada di seberang masjid dengan area yang cukup luas.

Selain Masjid Jawa terdapat juga Masjid Ban Oou yang ada di kawasan Bang Rak dan menjadi masjid pertama yang terdaftar di Bangkok. Bisa dibilang sejarah masjid yang sering disebut Surao Khaek ini cukup panjang dan berliku.

Awalnya Raja Rama VI memberikan lahan bagi para muslim untuk tempat membangun masjid dan pekuburan di tahun 1912. Namun mengingat status tanah atas nama kelembagaan saat itu kurang kuat, maka tanah tersebut didaftarkan atas nama Hadji Abdul Kadeh bin Hadji Muhammad di tahun 1913.

Untungnya sosok ulama ini sangat jujur dan bahkan berjuang puluhan tahun agar akta tanah tersebut bisa dikembalikan atas nama kelembagaan, bukan atas nama pribadinya. Alhasil tahun 2003, tanah itu pun bisa diatasnamakan milik Masjid Ban Oou.

Baca Juga:



Next article Next Post
Previous article Previous Post