Orang Tua Durhaka Pada Anak. Bisakah?

Orang Tua Durhaka Pada Anak. Bisakah?

author photo
Orang Tua Durhaka Pada Anak. Bisakah? │ Sering kita mendengar kisah-kisah bahkan cerita nyata tentang anak yang durhaka pada orang tua. Al Qur’an pun memang banyak menyinggung tentang bagaimana seorang anak harus berlaku di depan kedua orang tuanya. Ancaman bagi yang mendurhakai orang tua pun tegas digambarkan dalam Al Qur’an, yakni mendapat adzab yang pedih. Namun bisakah orang tua durhaka pada anak?

Orang Tua Durhaka Pada Anak. Bisakah?

Ada sebuah kisah di zaman Amirul mukminin Umar Bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu yang bisa menjawab pertanyaan di atas. Pada suatu hari, datang seorang lelaki menemui Umar untuk mengadukan anaknya. Ia mengadu bahwa anaknya telah mendurhakainya. Maka Umar pun segera memanggil anak tersebut dengan maksud menegurnya.

Ketika Umar melayangkan teguran pada si anak, anak tersebut malah balik bertanya: “Wahai Amirul Mukminin, bukankah anak memiliki hak atas orang tuanya?”.

“Benar” Jawab Umar

“Apa hak anak?” Sambung si anak tadi

“Dipilihkan calon ibu yang baik untuknya, diberikan nama yang baik dan diajari Al Qur’an”. Jawab Umar.

“Wahai Amirul Mukminin, Ayahku tidak melakukan satu pun dari apa yang tuan sebutkan itu. Ibuku wanita berkulit hitam bekas budak beragama Majusi. Ia menamakanku Ju’lan (tikus/ curut) dan ia tidak mengajariku satu huruf pun dari Al Qur’an”. Kata si anak yang ternyata bernama Ju’lan itu.

Mendengar hal itu, Umar balik memandang marah pada ayah si anak. Ia berkata: “Engkau datang mengadukan kedurhakaan anakmu, padahal engkau telah durhaka padanya sebelum ia mendurhakaimu. Engkau telah berbuat buruk padanya, sebelum ia berbuat buruk padamu”.

Jadi ternyata bisa saja orang tua durhaka kepada anaknya, yakni dalam kisah di atas dengan tidak memenuhi hak-hak si anak. Apalagi dengan berbagai peristiwa kekerasan yang terjadi dewasa ini pada diri seorang anak. Ayah yang memp3rkosa anaknya, Ibu yang memukuli anaknya hanya karena dia rewel, atau perilaku tidak terpuji seorang guru terhadap muridnya. Semua itu merupakan bentuk nyata dari durhakanya orang tua terhadap anak.

Parahnya, orang tua yang berbuat demikian banyak yang merasa tidak bersalah. Mereka menyembunyikan kesalahannya dibalik anggapan bahwa anaklah yang harus berbakti pada orang tua. Sedangkan mereka sendiri tidak menunaikan hak-hak yang harus diterima anak dan malah melakukan kekerasan baik fisik maupun psikis.

Padahal dalam islam, tidak menunjukkan kasih sayang pun pada anak-anak adalah sesuatu yang dilarang. Pernah suatu hari Aqra bin Habis duduk bersama Rasulullah, kemudian ia melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mencium cucunya yakni Hasan bin Ali, maka ia pun berkata: “Saya mempunyai sepuluh anak, tidak seorang pun diantara mereka yang pernah saya cium”.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memandang kepadanya, kemudian beliau berkata: “Siapa yang tidak mengasihi tidak akan dikasihi”. (HSR. Bukhari)

Jika dilihat dari islam sebagai agama yang menjadi pedoman kehidupan, maka orang yang melakukan kekerasan terhadap anak sudah tidak pantas lagi mengaku diri sebagai orang islam. Bagaimana mungkin orang yang mengaku mempunyai iman dalam hatinya, tega menyakiti makhluk lemah yakni anaknya sendiri. Bahkan peribahasa pun mengatakan ‘Segalak-galaknya macan, ia tidak akan menerkam anak sendiri’.

Tapi manusia ternyata lebih biadab daripada hewan buas. Manusia tega melakukan kekerasan pada anaknya, hingga melecehkannya secara seksual. Orang tua seperti itu adalah orang tua durhaka yang wajib diberikan pelajaran. Jika tidak, ia akan melahirkan lingkaran kezaliman karena anak yang mendapat kekerasan dari orang tua atau tidak dipedulikan dan tidak diberikan kasih sayang, cenderung akan melakukan hal yang sama pada keturunannya kelak.

Baca Juga:


Karenanya mulai saat ini sadarilah bahwa kedurhakaan tak hanya datang dari seorang anak, melainkan bisa juga dari orang tua. Setelah itu lakukanlah perbaikan demi perbaikan dalam beragama dan berakhlak sehingga menciptakan keluarga yang benar-benar dalam naungan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Wallahu A’lam
Next article Next Post
Previous article Previous Post