Ojo Dumeh!!! (Jangan Sombong)

Ojo Dumeh!!! (Jangan Sombong)

author photo
Ojo Dumeh (jangan sombong) kata-kata ini terlontar dari mulut seorang wali Allah yang telah mengenalkan ajaran Islam di tanah Jawa. Beliau selalu mewanti-wanti dan menasihati agar kita tidak berbalut diri dengan sifat sombong.

Ojo Dumeh!!! (Jangan Sombong)


Sudah semestinya manusia bersifat tawadhu' (rendah hati) karena bentuk ujian dari Allah SWT bukan hanya berupa kemiskinan dan kesusahan. Ujian dari Allah SWT bisa berwujud kekayaan, ketampanan, kejayaan dan berbagai bentuk kesenangan lainnya.

Rasulullah SAW bersabda: “Tawadhu adalah termasuk akhlak para Nabi dan sombong adalah termasuk akhlak orang kafir dan fir’aun”.

Kenapa orang sombong dikatakan berakhlak layaknya orang kafir?

Dari segi bahasa kafir berarti menolak atau mengingkari. Orang sombong sebenarnya termasuk kafir karena ia menolak kebenaran bahwa segala bentuk keni’matan yang ada pada dirinya sejatinya semua titipan Allah SWT. Ia merasa bahwa semua itu milikinya, ia merasa bahwa semua itu adalah hasil jerih payahnya.

Lalu kenapa orang sombong dikatakan berakhlak layaknya fir’aun?

Ramses III (Fir’aun) adalah penguasa kejam yang diktator. Dengan kekuasaan yang ada pada dirinya ia berlaku semena-mena di muka bumi. Setelah Nabi Musa a.s menasihatinya untuk menghambakan diri pada Robb pencipta alam, dengan sifat angkuhnya Fir’aun menolak. Bahkan karena kesombongannya dalam kekuasaan ia mengaku bahwa dirinya Tuhan yang bisa mengatur hidup mati seseorang.

Akhirnya sang diktator ditenggelamkan di lautan. Sebenarnya Fir’aun tahu akan kebenaran ajaran Nabi Musa a.s, namun karena keangkuhan dan kesombongannya ia tidak mengakui kebenaran dakwah tersebut. Hingga nyawa telah sampai di tenggorokan, barulah ia mengakui kebenaran seruan Nabi Musa a.s. Namun iman yang seperti ini sudah tidak diterima lagi. Telah habis masa waktu Fir’aun untuk memilih diantara iman dan kafir. Tiba saatnya ia sekarang menghadap Robbnya untuk mempertanggungjawabkan kekuasaan yang dititipkan Robb semesta alam pada dirinya.

Disamping Fir’aun, masih ada sang milyader Qorun yang dibinasakan karena keserakahannya.

Milyader yang tamak serta kikir itu akhirnya ditelan oleh bumi. Ia tenggelam bersama harta yang selama ini ia bangga-banggakan dalam himpitan bumi. Karena berlimpahnya harta, ia justru lupa sedekah dan lupa akan ajaran agamanya.

Ada pula sang paman dari Nabi Muhammad SAW yang sombong karena menolak ajaran Islam.

Penghalang syi’ar Rasulullah ini akhirnya dibinasakan pula oleh Allah SWT. Namanya tercatat menjadi nama salah satu surat dalam Al Qur’an. Namun ia tercatat bukan dalam hal baik. Ia tercatat justru sebagai peringatan bagi manusia setelahnya agar jangan seperti dirinya yang akhirnya diganjar dengan kecelakaan yang membinasakan.

Kisah ketiga tokoh di atas sering kita dengar baik dari lisan guru ngaji, maupun dari lisan ibunda yang menemani waktu sebelum kita tidur. Sang bunda mendongengkan kisah sejarah penuh makna tentang berbagai peristiwa masa lalu, tentang perilaku wajah-wajah manusia yang akan membentuk karakter akhlak anak.

Walaupun kita sudah sering mendengar bagaimana akibat yang diderita ketiga tokoh di atas karena kesombongan mereka, namun penyakit ini tetap ganas menyerang menelusup relung-relung hati. Sifat angkuh, serakah, dan dengki kerap muncul seiring kekuasaan yang berada dalam genggaman. Sanjungan dan berbagai pujian yang datang semakin membuat nafsu kesombongan kita terpancing, sehingga akhirnya ia bertengger di dalam dada.

Tanpa terasa, harta, ilmu, kedudukan sosial, raut muka cantik dan tampan ditambah bentuk tubuh ideal ditambah kepiawaian kita dalam berbicara membuat penyakit hati yang satu ini semakin bertambah kronis.

Contoh nyata yang bisa kita ditemui seperti halnya para wakil rakyat yang merasa dirinya harus dihormati oleh rakyat, padahal tugasnya hanyalah mewakili rakyat. Sang wakil lebih berkuasa dari yang mewakilkan. Sungguh aneh. Para tokoh agama pun sering kali membangga-banggakan diri dan sesamanya dengan saling memuji akan tingginya ilmu yang dimiliki. Mereka lupa bahwa ilmu yang dimiliki hanyalah titipan dari Sang Pemilik lautan ilmu.

Ada pula contoh-contoh sejarah lain, contoh sejarah orang-orang yang tidak sejaman dengan para Nabi. Diantarnya:

Adolf Hitler dengan sombongnya ia menganggap bahwa bangsa Jerman lebih mulia dibanding bangsa lain. Karenanya bersama dengan tentara NAZI miliknya, ia melakukan tindakan brutal dan membunuh bangsa lain. Namun akhirnya namanya kini tinggal sejarah, mereka dibinasakan oleh Allah SWT.

John Lennon kata-kata menggegerkan meluncur dari lisannya. Ia berkata dengan entengnya: “Saya lebih terkenal dari pada Tuhan....”. Namun, dua hari kemudian ia tewas secara misterius tanpa pernah terungkap penyebab kematiannya.

Mikhael Gerrad Tyson ia berkata: “Saya tidak akan pernah dikalahkan oleh siapa pun”. Namun Allah menakdirkan ia tersungkur K.O oleh tinju yang dilayangkan James Douglas,orang yang sama sekali tidak pernah dibanggakan dalam ajang pertarungan tinju.

Dalam sebuah Hadist Qudsi, Allah SWT berfirman: “Hai Isa! Banyak diantara wajah yang tampan, tubuh yang sehat dan lisan yang fasih, kelak (berada) diantara tumpukan api neraka”.

Maka dari itu, ojo dumeh kuoso! Jangan mentang-mentang berkuasa ia bisa sombong dan berbuat seenaknya.

Ojo dumeh duwek! Jangan mentang-mentang kaya harta, ia bisa dengan sombong merendahkan orang lain.

Ojo dumeh pinter! Jangan mentang-mentang punya segudang ilmu, ia bisa seenaknya menganggap orang lain bodoh dan memandangnya dengan sebelah mata.

Renungkanlah.... Siapakah sebenarnya kita ini?

Tidakkah sudah engkau membaca firman-Nya: “Maka hendaknya manusia memperhatikan dari apa ia diciptakan. Dia diciptakan dari air yang memancar yang keluar antara tulang punggung dan tulang dada”. (QS At Thoriq: 5-7).

Sungguh, kita ini bukanlah apa-apa. Kita hanyalah hamba yang lemah yang diciptakan-Nya dari air yang hina. Jika Allah SWT tidak menciptakan kita dalam raut wajah rupawan, tentu kita jadi orang yang berwajah biasa. Jika Allah SWT tidak menitipkan ilmu, tentu kita jadi orang yang bodoh. Jika Allah SWT tidak menitipkan harta, tentu kita menjadi orang yang miskin. Jika Allah SWT tidak menitipkan jabatan, tentu kita takkan jadi orang yang berkuasa.

Oleh karena itu, Ojo dumeh! Jangan sombong!

Jangan sok mentang-mentang presiden, jangan sok mentang-mentang aparat negara, lalu gila hormat dan berbuat seenaknya menindas yang lemah.

Namun jangan pula mentang-mentang kita jadi masyarakat tertindas, lalu berbuat anarkis merusak berbagai fasilitas umum.

Juga jangan mentang-mentang merasa diri orang terpelajar sehingga memprakarsai rekan-rekan mendemo instansi terkait yang memberikan pelayanan kurang optimal. Demo dengan membakar ban-ban bekas sehingga merugikan orang lain yag memakai fasilitas jalan. Tindakan yang justru tidak terpelajar.

Para pemerhati pun demikian adanya. Jangan mentang-mentang merasa ahli di bidangnya, lalu ia mengeluarkan kata-kata pedas mengoreksi berbagai keburukan pihak lain. Padahal belum tentu pula program orang lain itu akan berjalan mulus jika ia yang melakukan.

Maka dari itu wahai saudara muslimku.... banyak-banyaklah memohon ampunan kepada Allah SWT dari segala sifat sombong yang ada dalam dada, lalu dibenarkan dengan ucapan dan perbuatan. “Hak kita bukan dihormati lalu orang lain berkewajiban menghormati. Akan tetapi akan jauh lebih indah jika kita semua saling hormat menghormati”.

Ya Rabb.. jauhkan kami semua dari penyakit sombong dan merasa lebih dari yang lain.. Aamiin.
Next article Next Post
Previous article Previous Post