Bahkan Terhadap Orang Yang Membunuh Kekasihnya Pun.. Nabi Memaafkan

Bahkan Terhadap Orang Yang Membunuh Kekasihnya Pun.. Nabi Memaafkan

author photo
KabarMakkah.Com - Adalah Hindun binti Utbah, Putri seorang tokoh Quraisy yang sangat memusuhi Nabi Muhammad dan menentang ajaran Islam. Begitu pula dengan suaminya, Abu Sufyan bin Harb, yang menjadi tokoh utama atau bisa disebut sebagai "Panglima" kafir Makkah setelah kematian bapaknya di Perang Badar.

Hindun adalah "dalang" yang merencanakan pembunuhan Hamzah bin Abdul Muthalib, Paman yang juga merupakan Kekasih Nabi. Hamzah adalah orang yang selalu melindungi Nabi dari kejaran dan intimidasi kafir Quraisy. Sejak Abdul Muthalib (kakek nabi) meninggal, Hamzah adalah orang yang paling besar kasih sayangnya terhadap Nabi.

Terhadap Orang Yang Membunuh Kekasihnya Pun
Ilustrasi Perang Uhud


Di peperangan Uhud, Hamzah dibunuh melalui tangan Wahsyi, seorang budak Habsyi yang telah ditebus oleh Hindun. dengan cara melemparkan tombak dari arah belakang. Dan setelah meninggal, Hindun merobek-robek dada jenazah Hamzah dan mengeluarkan jantung serta kemudian mengunyahnya. Hal itu dilakukannya karena saking dendamnya Hindun pada Hamzah yang telah membunuh ayah dan saudaranya di perang badar.

Allah SWT memang memberikan hidayah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, tanpa ada yang bisa memaksa dan mengatur keinginan-Nya. Kalau kepada Abu Thalib yang membela dan melindungi Nabi SAW dalam menjalankan dakwah di Makkah, Dia menghendakinya untuk mati dalam kekafiran, maka terhadap tiga orang ini sebaliknya.

Abu Sufyan, Hindun dan budak yang disuruhnya, Wahsyi, menorehkan luka yang teramat dalam terhadap Nabi SAW dan kaum muslimin lainnya dalam perang Uhud. Bukan masalah kalah-menangnya peperangan, tetapi perlakuan Hindun khususnya terhadap jenazah Hamzah bin Abdul Muthalib, yang sangat tidak manusiawi.

Suatu ketika, Malam hari pada Fathu Makkah, Hindun berkata kepada suaminya, Abu Sufyan bin Harb, "Sesungguhnya aku mau berba'iat kepada Rasulullah SAW."

"Aku melihat kamu ini masih kufur!" Kata suaminya, yang telah memeluk Islam beberapa waktu sebelum Nabi SAW tiba di Makkah, yakni dalam perjalanan dari Madinah ke Makkah.

Hindun berkata, "Demi Allah! Demi Allah! Tidak pernah aku melihat sebelum ini, Allah disembah dengan sebenar-benarnya, sebagaimana telah dilakukan oleh Muhammad dan sahabat-sahabatnya di masjid ini (Masjidil Haram) pada malam  hari ini. Tidaklah mereka menghabiskan malam, kecuali dengan ruku, sujud dan thawaf hingga subuh."

Abu Sufyan bertanya, "Apakah kamu melihat semua ini dari Allah?"

"Ya, ini memang dari Allah!!" Kata Hindun dengan tegas.

Keesokan harinya Hindun datang kepada Rasulullah SAW dengan saudaranya, Fathimah binti Utbah untuk memeluk Islam. Mereka diantar oleh saudaranya yang telah memeluk Islam sejak masa-masa awal, yakni Abu Hudzaifah bin Utbah. Riwayat lain menyebutkan bahwa Hindun datang bersama beberapa orang wanita Quraisy lainnya dengan diantar Utsman bin Affan, yang memang masih kerabat dekatnya.

Hindun datang menghadap dengan memakai cadar. Ia tidak ingin langsung dikenali, bagaimanapun ada perasaan malu dan bersalah kepada Nabi SAW karena tindakannya yang keterlaluan terhadap jenazah Hamzah pada waktu Perang Uhud, tindakan yang didorong oleh perasaan dendam jahiliah semata.

Setelah tiba di hadapan Nabi SAW, ia berkata, "Wahai Rasulullah, segala puji bagi Allah yang telah memenangkan agama yang telah dipilih-Nya sendiri. Semoga aku memperoleh manfaat dari kasih sayangmu, sesungguhnya aku adalah wanita yang telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya…"

Sesaat ia berhenti bicara untuk membuka cadar yang menutupi wajahnya, kemudian berkata lagi, "Wahai Rasulullah, saya adalah Hindun binti Utbah…!!"

Tentu saja Nabi SAW tidak mungkin tidak mengenal Hindun, dan tidak mungkin pula beliau lupa akan apa  yang terjadi pada jenazah Hamzah di Perang Uhud. Tetapi beliau bukanlah sosok pendendam, sosok yang mudah memvonis seseorang dengan neraka atau dosa yang tidak terampunkan.

Sebaliknya, beliau adalah pribadi yang pemaaf, penuh kasih sayang, bahkan terhadap orang-orang yang pernah menyiksa dan memperolok-olokkan beliau seperti yang terjadi pada peristiwa Thaif. Memang sangat tepat kalau beliau diutus sebagai rahmatan lil 'alamin, sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Melihat "strategi" yang dijalankan Hindun tersebut, Nabi SAW hanya tersenyum kemudian bersabda, "Selamat datang untukmu…!!"

Hindun amat gembira dengan sambutan Nabi SAW, seolah-olah tidak pernah suatu peristiwa yang mengganjal di antara mereka di masa lalu. Akhirnya ia berkata, "Sungguh, dahulu tidak ada penghuni rumah di muka bumi yang ingin kuhinakan selain penghuni rumahmu, tetapi sekarang ini tidak ada penghuni rumah di muka bumi yang lebih aku sukai untuk dimuliakan selain penghuni rumahmu…!!"

Nabi SAW amat senang dengan sanjungan yang diberikan Hindun, kemudian beliau memba'iatnya, berikut wanita-wanita Quraisy yang menyertainya, dengan tuntunan yang ada pada Surat al Mumtahanah ayat 12. Hindun sempat menyela pembicaraan beliau, "Wahai Rasullullah, apakah kami tidak perlu berjabat tangan denganmu (dalam ba'iat ini, sebagaimana kalau beliau memba'iat kaum lelaki...)?"

Beliau bersabda, "Sesungguhnya aku tidak berjabat tangan dengan wanita, sesungguhnya perkataanku kepada seratus wanita sama seperti perkataanku kepada seorang wanita (dalam memba'iat ini)…."

Kemudian beliau meneruskan proses ba'iat bagi Hindun dan wanita-wanita Quraisy tersebut.

Subhanallah.. Bahkan Terhadap Orang Yang Membunuh Kekasihnya Pun Nabi Memaafkan.. Inilah Islam yang sesungguhnya.. Islam yang damai.. Islam yang indah. Islam yang berarti rahmat bagi seluruh alam.. yang telah diajarkan oleh Baginda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam.
Next article Next Post
Previous article Previous Post