Lelaki.. Jika Kau Ingin Berpoligami.. Perhatikan Petunjuk dari Nabi Ini!!!

Lelaki.. Jika Kau Ingin Berpoligami.. Perhatikan Petunjuk dari Nabi Ini!!!

author photo
Saya buat tulisan ini untuk saudara-saudara yang ingin melakukan poligami sehingga poligaminya sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW, bukan hanya menuruti hawa nafsu dan mewariskan perselisihan pada anak dan cucu keturunannya.

Saya sendiri sebagai suami yang belum genap setengah abad usia terus terang juga menginginkannya. Betapa tidak? laki-laki dengan segala kelebihan yang dianugerahkan oleh Allah SWT dan perempuan dengan beberapa kekurangannya mendorong untuk melakukan matsna yang tentunya dengan justifikasi al-Qur’an dan Sunnah. Namun apabila mengingat poligami Rasulullah SAW rasanya kurang pantas bagi manusia seukuran saya untuk melakukannya.

Ilustrasi Poligami


Gagasan tentang poligami ini jika dilontarkan pada istri meskipun dibungkus dengan diskusi tetap saja emosional kaum hawa tidak dapat disembunyikan. Itu toh masih dalam tahap diskusi apalagi bila betul-betul terjadi. Dengan respon emosional tersebut bukan berarti kita tidak melontarkan wacana tersebut kepada istri (saya khususnya). Hanyalah suatu kekhawatiran jangan sampai istri mengingkari salah satu ayat al-Qur’an ( Fankikhu ma thoba lakum.....al-Nisa’ 3 )

Ayat tentang Poligami

Bagi seorang alumni santri pondok pesantren ayat tentang poligami ini pasti hafal diluar kepala. Bahkan apabila disuruh melafalkannya dalam keadaan nglilir (terjaga sebentar) dari tidurnya pun dapat dengan fashih dan lancar. Ayat tersebut adalah

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا

Sebelum mengetahui makna ayat tersebut sebaiknya lebih dahulu mengetahui sebab turunnya ayat diatas.

Pertama: Dahulu seorang laki-laki dari suku Quraisy mengawini sampai lebih dari 10 wanita. Ketika laki-laki itu kekurangan harta untuk menafkahi istri-istrinya maka mereka mengambil harta anak yatim yang diasuhnya. (mungkin istilah sekarang korupsi ) Kemudian dikatakan kepada mereka, janganlah menambah istri sehingga engkau harus mengambil harta anak yatim yang ada pada asuhanmu. Asbabunnuzul ini menurut riwayat Ikrimah dari Ibn Abbas.

Riwayat kedua : Mereka takut untuk tidak berbuat adil pada harta anak yatim tapi mereka mempermudah keadilan bagi istri-istri mereka Asbabunnuzul ini menurut riwayat Imam Suday dan Qatadah.

Riwayat ketiga, mereka mengawini anak yatim dengan memberi mahar yang tidak pantas karena mengharapkan untuk menguasai harta anak yatim tersebut. Asbabunnuzul ini menurut riwayat sayyidatina A’isyah ra.

Kiranya ketiga riwayat tersebut sudah dapat menolong kita untuk memahami ayat diatas. Dan terjamah tafsirinya adalah sebagai berikut:

“(Jika engkau khawatir untuk tidak berbuat adil dalam pemberian mahar anak yatim yang engkau peristri) atau ( Jika engkau khawatir mengambil harta anak yatim untuk menafkahi istri-istrimu) atau (jika engkau khawatir tidak berbuat adil pada harta anak yatim dan tidak dapat menjaga keadilan pada istri-istrimu yang banyak) maka kawinlah wanita yang engkau anggap baik,(jika engkau mau nikahkah) dua, tiga dan empat (saja). Jika dua, tiga atau empat istri engkaupun tidak dapat adil (dalam hal nafkah dan giliran / tafsir Jalalain) maka nikahlah satu saja.....”

Jelas ayat diatas memperbolehkan poligami maksimal empat. Dan tertentu satu wanita saja jika tidak dapat berbuat adil pada mereka, atau karena poligami maka akan mendorong untuk mencurangi harta orang lain. Adil pada istri dalam hal ini adalah dalam hal menggilir dan memberi nafkah, tidak dalam hal mencintai. Sebab dalam dalam mencintai tidaklah mungkin sebagaimana dalam al-Nisa’ 129.

وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ

“Dan tidak mungkin engkau berbuat adil diantara wanita-wanita (istri dalam hal cinta) meskipun engkau berkeinginan sekali dan berusaha sekuatmu”

Demikianlah ayat al-Qur’an berbicara tentang poligami dan Khithob ayat tersebut tidak tertuju kepada nabi tapi pada umatnya.

Kemudian Bagaimana dengan Rasulullah SAW?

Rasulullah SAW menikahi 15 wanita (riwayat sayyid Anas/tafsir Ibn Katsir). Dari kelima belas tersebut 13 diantaranya yang dikumpuli dan 11 yang hidup bersama. Apakah kelima belas isteri tersebut adalah ‘fustun-fustun’ muda yang cantik-cantik dzahirnya sehingga dapat dituduhkan untuk pelampiasan nafsu s3x .

Nauzubillah fa nauzubillah dari tuduhan tersebut. Sesungguhnya kepuasan Rasulullah SAW ada di dalam sholat beliau.

Rasulullah SAW tidak berpoligami semasa beristri Ummil Mu’minin sayyidatina Khodijah ra selama 25 tahun (15 tahun sebelum bi’tsah dan 10 tahun setelahnya). Beliau seorang Janda dari dua suami (Abi Halah kemudian Atiq bin ‘A’idz) dengan usia 40 tahun pada waktu dinikahi Rasulullah SAW. Wafat pada umur 65 tahun.

Padahal Rasulullah SAW seorang yang masih muda, tampan, gesit, gagah. Jikalah Rasulullah SAW pengumbar s3x dan hawa nafsu niscaya beliau dapat beristri 10 atau 20 sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian laki-laki pada masa itu sebelum turunnya ayat yang membatasi empat istri.

Tiga tahun setelah kewafatan Ibunda Khadijah ra, kemudian baru menikah dengan Ummil Mu’minin Sayyidah Saudah binti Zam’ah ra. Beliau adalah janda tua berumur 55 tahun yang tidak ada pendamping setelah kewafatan suaminya. Beliau tinggal di Makkah diantara keluarga yang keras dan tidak bersahabat. Maka Nabi meminangnya untuk melindungi agamanya dan merawat Sayyidatina A’isyah yang pada waktu itu masih anak-anak.

Jikalau Rasulullah SAW pengumbar nafsu s3x (na’udzubillah dari tuduhan tersebut) niscaya beliau akan mengawini wanita muda dan yang paling cantik pada saat itu. Siapa yang tidak mau dinikahi Rasulullah saw sedangkan al-Qur’an menjelaskan bahwa Nabi lebih berhak pada orang mukmin daripada hak mukmin pada dirinya sendiri:

النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ

Kemudian Nabi menikahi Ummil Mukminin Sayyidatina A’isyah ra putri sahabat Rasul pada sejak masa jahiliyyah yang paling setia dan yang pertama kali beriman. Sebagai penghargaan kepada bapaknya dan mengikat yang lebih erat tali persaudaraan maka Nabi menikahi putrinya meskipun masih berusia 7 tahun dan harus menunggu dewasa untuk mengumpulinya.

Beliau satu-satunya wanita yang masih gadis yang menjadi isteri Nabi, dan istri yang paling dicintai setelah Sayyidah Khadijah ra. Ummina A’isyah ra adalah Khuffadl, perawi hadits ahli fiqh terutama tentang hukum yang berkaitan dengan kewanitaan.

Sebagai penghargaan dan untuk memperkuat tali persaudaraan dengan sahabat Nabi yang paling ditakuti oleh kuffar, yaitu Sayyidina Umar bin Khatthab ra maka pada tahun ke-3 H Nabi menikahi putrinya yaitu Ummil Mu’minin Sayyidatina Khafshoh ra . Beliau adalah janda berumur 57 tahun dari Sahabat Khunais bin Khudzafah Assahmi ra. yang mengikuti perang Badr dan syahid pada perang Uhud. Ummina Khafshoh ra selalu ikut dalam peperangan sebagai perawat sahabat yang terluka dan penyedia logistik peperangan.

Pada tahun ke-3 H Nabi SAW menikah dengan Ummil Mukminin Sayyidah Zainab binti Khuzaimah ra. Beliau adalah janda (berumur 50 tahun lebih) dari Jahm bin Amr kemudian menikah dengan Ubaidah bin Harits ra. Setelah habis iddahnya setelah ditinggal suaminya yang syahid dalam perang Badr maka beliau diperistri oleh Nabi.

Namun beliau wafat mendahului Nabi setelah bersama dalam masa satu tahun tiga bulan. Beliau mengikuti perang Badr sebagaimana Sayyidah Khofshoh ra dan terkenal dengan Ummil Masakin karena perhatian yang lebih dan kasih sayangnya terhadap orang-orang miskin.

Ummul Mukminin Sayyidah Hindun bintu Umayyah ra yang berjuluk Ummu Salamah adalah istri yang ke enam. Bersama suaminya yaitu Abi Salamah ra. melakukan hijrah ke Habasyah dan mengikuti perang Badr. Dalam peperangan tersebut suaminya gugur syahid. Sebagai penghargaan maka Rasulullah SAW menikahinya. Wanita yang sangat penyemburu ini hilang sifat tersebut setelah dinikahi oleh Nabi. Beliaulah istri yang paling akhir wafatnya diantara isteri-isteri Rasulullah SAW pada umur 84 tahun setelah meriwayatkan 328 hadits.

Untuk membatalkan hukum jahiliyyah tentang tabanni (anak angkat) maka pada tahun ke-5 H Rasulullah SAW menikahi Ummul Mukminin Sayyidah Zainab binta Jahsyin ra. Semula beliau istri dari Zaid bin Harits ra anak angkat Nabi.

Allah SWT memerintahkan dengan jelas dalam al-Qur’an untuk mengawini Sayyidah Zainab ini setelah dicerai oleh Zaid untuk menggugurkan anggapan Jahiliyyah bahwa anak angkat hukumnya sama dengan anak asli. Amal yang sangat menonjol bagi ibu kita yang satu ini adalah membuat kerajinan dengan tangannya sendiri dengan sebaik-baiknya kemudian disedekahkan kepada masakin. Wafat pada tahun 21 H dengan umur 53 tahun.

Istri ke-8 Rasulullah SAW adalah Ummul Mukminin Juwairiah binti Al Harits ra. Beliau yang bernama asli Barroh ini mengikuti suku yang dipimpin oleh bapaknya memerangi Rasulullah SAW. Suku bani al-Mushtholiq ini kalah telak dalam peperangan melawan Rasulullah SAW di Muryasi’ dan wanita-wanitanya menjadi tawanan termasuk Barroh putri kepala sukunya. Para boyongan kemudian dibagi untuk pasukan Muslimin dan Barroh berada di tangan sahabat Qois bin Tsabit. Karena dia anak kepala suku maka berusaha untuk menebus dirinya.

Namun sebelumnya dia meminta kemurahan tebusan tersebut pada Rasulullah SAW. Ketika menghadap, Nabi saw menawarkan untuk membayar tebusannya dan Barroh diperistri oleh Nabi. Tawaran tersebut diterima dengan senang hati oleh Barroh. Kemudian Barroh-pun di peristri oleh Nabi saw. Mendengar salah satu tawanan diperistri oleh Rasulullah SAW, maka para sahabat yang mendapatkan bagian dari tawanan wanita membebaskan tawanan tersebut dan kaum Bani Mushtholik yang tadinya sangat memusuhi Nabi saw kemudian melunak. Sejak menjadi istri Rasulullah SAW nama Barro diganti dengan Juwairiah oleh Nabi saw. Beliau wafat dalam umur 70 tahun di Madinah setelah meriwayatkan 7 Hadits.

Penentangan terhadap Rasulullah SAW juga dapat diredam dengan pernikahan. Adalah Ummul Mukminin Romlah binti Abi Sufyan ra istri Rasulullah SAW yang ke-9. Beliau putri musuh Rasulullah SAW yang paling keras dan kuat. Janda dari Ibnu Jakhsyin ini hijrah bersama suaminya ke Khabasyah. Di negeri asing itu suaminya murtad (naudzubillah) dan memeluk agama Nashrani sedangkan beliau dalam keadaan mengandung. Untuk menjaga agama dan melindunginya serta melulutkan bapaknya maka Nabi menikahi dengan mahar yang diperoleh dari Raja Najasyi. Oleh raja Najasyi kemudian dihormati dan dikirim utusan untuk mengantarkan beliau ke Madinah. Pernikahan ini terjadi pada tahun ke-7 H.

Nabi juga menghormati musuh-musuhnya. Hal ini terbukti ketika Peperangan dengan Yahudi Khoibar. Nabi memenangkan pertempuran tersebut dan meboyong putri kepala suku Bani al-Nadlir. Dalam masa menjadi tawanan putri tersebut memeluk Islam, kemudian dibebaskan oleh Nabi. Setelah merdeka maka putri tersebut dinikahi. Beliau adalah Ummul Mu’minin Sayyidah Shofiyyah bintu Khuyay ra. Isri Nabi yang ke-10 ini wafat pada tahun 52 H dengan 10 riwayat Hadits.

Perkawinan persahabatan antara dua negara juga dilakukan oleh Rasulullah SAW. Hal ini terjadi ketika Rasulullah SAW mengutus sahabat Khathib bin Balta’ah ra untuk menyampaikan surat da’wah ke Mesir Qibthi yang dirajai oleh Muqaiqis.

Mulanya raja Muqaiqis telah condong pada Islam, namun kehawatiran rakyatnya yang akan memberontak jika dia masuk Islam, raja ini kemudian mengurungkan niatnya untuk Islam. Sebagai penghormatan pada Nabi saw dia mengirimkan dua pelayan wanita dan harta benda yang indah-indah. Di tengah perjalanan dua pelayan yang masih bersaudara itumemeluk agama Islam. Yang pertama diberikan dibawah naungan penyair nabi saw Hassan ibn Tsabit, namanya Sirin. Sedang yang satunya, karena kecerdasan dan kekukuhannya dalam memeluk Islam diperistri oleh nabi. Beliau adalah Ummul Mu’minin Sayyidah Mariah al-Qibthiyyah ra istri ke-11 Rasulullah SAW.

Beliaulah yang melahirkan satu-satunya anak dan bahkan satu-satunya manusia yang hampir serupa dengan Nabi dalam hal rupa, yaitu Sayyidina Ibrahim yang wafat pada umur 2 tahun. Nabi sangat bersedih demikian juga Ibunda Maria. Ibunda kita yang satu ini wafat pada tahun 15H setelah ditinggal wafat Nabi saw lima tahun.

Ummul Mukminin Sayyidah Maimunah bintu al-Harits ra. bibik Khalid Ibn Walid ra. adalah wanita terakhir yang dinikahi Nabi. Waktu beliau dihabiskan untuk mengikuti peperangan, puasa, qiyamullail dan silaturrahim menurut kesaksian ibunda A’isyah ra. Ibunda kita ke-12 ini wafat setelah meriwayatkan 76 Hadits.

Sayyidah Raikhanah bintu Amr ra, tidak termasuk Ummil Mukminin. Karena beliau dinikahi Rasulullah SAW dalam keadaan masih sebagai boyongan wanita-wanita Yahudi Bani al-Nadlir dan wafat sebelum kewafatan Rasulullah SAW. Setelah memeluk Islam kemudian diperistri oleh Nabi.

Beliau sangat pencemburu sehingga ditalak oleh Nabi. Pada masa iddahnya beliau dirundung penyesalan dan akhirnya dirujuk kembali oleh beliau SAW. Dan beliau wafat sepulang dari haji Wada’.

Jika dilihat dari pernikahan asulullah SAW maka Jelas bukan karena mengumbar nafsu (nauzubillah dari tuduhan ini) tapi karena hikmah-hikmah yang diantaranya adalah:

Pertama, penyebaran agama. Masing masing dari istri beliau melakukan dakwah pada kaumnya.

Kedua, Pelajaran Syari’at, sebagaimana pembatalan hukum Jahiliyyah tentang tabanny.

Ketiga: Meredam kegarangan musuh, sebagaimana perkawinan nabi saw dengan sayyidah Ramlah ra anak Abu Sofyan.

Keempat: memperkuat persatuan dan persaudaraan Nabi dengan sahabat paling dekatnya, sebagaimana perkawinan dengan Sayyidah A’isyah ra dan Sayyidah Khafshoh ra.

Kelima: perlindungan dan penghargaan sebagaimana perkawinan dengan Sayyidah Saudah ra.

Keenam: Persahabatan antara dua negara, dapat dilihat dari pernikahan beliau dengan Sayyidah Maria ra.

Ketujuh: Penyampaian hukum dan ajaran agama. Hal ini dapat dilihat dari beberaoa hadits yang diriwayatkan oleh istri-istri beliau. Dan beberapa hikmah yang lain, disamping melaksanakan perintah Allah SWT.

Sabda Rasulullah SAW:

ما تزوَّجتُ شيئًا من نسائي ولا زوَّجتُ شيئًا من بناتي إلَّا بإذنٍ جاءني به جبريلُ عليه السَّلامُ عن اللهِ تعالَى رواه أبو سعيد الخدري ، نقله ابن القيسراني في ذخيرة الحفاظ

Aku tidak menikahi seorang pun dari istri-istriku kecuali karena kedatangan Jibril dari Allah SWT.

Cobalah tengok sahabat semua Sunnah Nabi yang luhur dalam berpoligami ini. Jika engkau ingin berpoligami pantaskah bersandar dan berdalih dengan sunnah ini. Hanya anda yang mengetahui jawabannya.

Wallahu A'lam.

Penulis: KH. Ubaidullah Shodaqoh
Rois Syuriah PWNU Jawa Tengah
Next article Next Post
Previous article Previous Post