Dulu Orang Indonesia di Makkah Ciptakan Huruf Arab Pegon, Begini Kisahnya

Dulu Orang Indonesia di Makkah Ciptakan Huruf Arab Pegon, Begini Kisahnya

Dulu Orang Indonesia di Makkah Ciptakan Huruf Arab Pegon, Begini Kisahnya


MASA haji pada zaman dahulu memang memunculkan banyak cerita sejarah. Salah satunya ketika diciptakan sebuah huruf bernama arab pegon oleh komunitas pribumi Nusantara yang bermukim di tanah suci Makkah. Berikut ini akan Okezone kisahkan secara singkat, sebagaimana mengutip dari berbagai sumber, Senin (4/9/2017).

Huruf pegon adalah aksara Arab yang dimodifikasi untuk menuliskan bahasa Jawa. Kata pegon disebut berasal dari bahasa Jawa pégo yang berarti 'menyimpang'. Alasannya, bahasa Jawa yang ditulis dalam huruf Arab dianggap sesuatu yang tidak biasa.

Berbeda dengan huruf Jawi yang ditulis gundul, pegon hampir selalu dibubuhi tanda vokal. Jika tidak, maka tak bisa disebut pegon lagi, melainkan gundhil. Bahasa Jawa memiliki kosakata vokal (aksara swara) yang lebih banyak daripada bahasa Melayu sehingga vokal perlu ditulis untuk menghindari kerancuan.

Kisah munculnya huruf arab pegon sebenarnya bermula ketika setiap tahunnya rombongan haji dari wilayah Nusantara berdatangan ke Kota Makkah beberapa waktu sebelum bulan suci Ramadan. Maksud mereka adalah ingin melaksanakan ibadah puasa di sana serta Salat Tarawih di Masjidil Haram.

Tak sedikit dari mereka yang sengaja bermukim selama bertahun-tahun di tanah suci untuk mendalami ilmu agama. Sehingga lama-kelamaan rombongan tersebut membentuk satu komunitas orang-orang Jawa atau Al Ashab al Jawiyyin artinya 'kawan-kawan dari Jawa'.

Sebutan jawah atau jawi ini tidak berarti orang-orang dari Pulau Jawa saja. Namun, istilah itu juga untuk orang-orang dari Nusantara, bahkan Asia Tenggara. Komunitas inilah yang melahirkan huruf jawi atau arab pegon, suatu modifikasi aksara arab untuk menuliskan bahasa lokal.

Komunitas jawi ini termasuk yang terbesar dari semua bangsa di dunia yang berada di tanah suci Makkah. Jumlah warga Indonesia yang bermukim di Makkah terus meningkat sejak pertengahan abad 19. Pada 1931, setidaknya terdapat 10 ribu wong jawah di Makkah.

Sebenarnya mereka adalah komunitas pelajar. Orang-orang menetap di Makkah untuk memperdalam ilmu agama. Kemudian di abad 17 muncul seorang pelajar Jawa yang di kemudian hari diketahui sebagai Syekh Yusuf Makatsari. Ia berangkat ke Tanah Suci pada 1644, dan baru kembali ke Indonesia sekira 1670.

Ia terkenal gigih dalam menuntut ilmu dan banyak belajar ke para ulama besar, terutama ulama taswuf. Syekh Yusuf lalu mendapat ijazah untuk mengajar berbagai tarekat.

Di bawah bimbingan Syekh Ibrahim Alqurani di Madinah, Syekh Yusuf antara lain mempelajari kitab falsafah, ilmu kalam, dan tasawuf yang sangat sulit seperti Al Ghurrah al Faqirah karangan Abdurrahman Janiy.

Setelah pulang ke Indonesia, Syekh Yusuf tidak hanya menyebarkan Tarekat Khaltawiyah, tetapi punya peranan politik cukup penting sebagai penasihat Sultan Ageng Tirtayasa di Banten.

Ketika kompeni Belanda campur tangan dalam urusan internal Banten dan membantu putra Sultan Ageng, Sultan Haji, dalam tindakan menyingkirakan ayahnya, Syekh Yusuf membawa penganutnya ke gunung dan memimpin gerilya melawan belanda. Tetapi sampai akhirnya, setelah hampir 2 tahun, ia ditangkap kemudian dibuang ke Selon atau Sri Lanka.

Yuk lihat cara menulis dengan menggunakan arab pegon seperti video dibawah ini:

Next article Next Post
Previous article Previous Post