Kerap Masuk Diskotik Dan Lokalisasi, Kyai Ini 'Sulap' PSK Jadi Hafidzah Qur'an

Kerap Masuk Diskotik Dan Lokalisasi, Kyai Ini 'Sulap' PSK Jadi Hafidzah Qur'an

Dakwah pada umumnya dilakukan di masjid atau lembaga pendidikan, Namun apa yang dilakukan Kyai ini sungguh di luar dugaan.

Kerap Masuk Diskotik Dan Lokalisasi, Kyai Ini 'Sulap' PSK Jadi Hafidzah Qur'an


Adalah Kyai Hamim Djazuli atau akrab dipanggil dengan nama Gus Miek, Beliau sering keluar masuk diskotik dan lokalisasi untuk menyadarkan mereka yang sedang terlupa atau salah jalan dalam menempuh kehidupan.

Secara kasat mata semua akan beranggapan negatif jika melihat seseorang memasuki diskotik, klub malam, bar, lokalisasi, apa lagi jika orang tersebut adalah seorang yang terkenal alim, putra kiai besar bahkan hafidz Al Qur'an. Namun itulah yang dilakukan Gus Miek. Jalan dakwah Gus Miek inilah yang selalu menjadi kontroversi.

Prinsip Gus Miek, kenapa beliau memilih melakukan dakwah di kalangan hitam, karena beliau merasa bahwa; siapa lagi yang mau mengentaskan mereka dari lembah hitam kalau bukan kita. Gus Miek sadar benar, bahwa mereka juga manusia pada umumnya yang juga butuh kedekatan dengan agama, mereka juga merindukan Tuhan dalam hidupnya.

Pernah suatu ketika di Surabaya, Gus Miek memasuki salah satu lokalisasi. Ketika sedang duduk di kursi Lobi Gus Miek langsung meniupkan asap rokok ke salah satu PSK.

Merasa risih, PSK itu semakin menjauh dan Gus Miek pun semakin mendekatinya sambil terus meniupkan asap rokok kea rah mukanya. Seorang pengikutnya yang menemani Gus Miek saat itu pun menanyakan perihal yang dilakukan Gus Miek.

“Perempuan tadi mbah-mbahe (nenek moyangnya) iku kyai, kok bisa terjerumus ke tempat ini.” Gus Miek kemudian mengajak pengikutnya itu jalan-jalan.

Setelah beberapa minggu, Gus Miek meminta salah satu anak buahnya itu untuk mengkroscek apakah perempuan tempo hari itu masih di tempat hiburan malam itu atau tidak. Setelah ditelusuri, ternyata perempuan itu tidak ada, kata salah satu temannya di situ mengatakan, setelah malam itu, perempuan itu keluar kerja dan berniat menghafalkan Al Qur'an di salah satu pesantren daerah Malang.

Beberapa tahun kemudian wanita yang telah menjadi hafidzah itu sowan ke rumah Gus Miek untuk bergabung  jamaah dzikir yang dikelola beliau yakni, Dzikrul Ghofilin.

Hingga akhirnya, banyak para PSK lain yang juga ikut bergabung dalam lingkup jamaah dzikir Dzikrul Ghofilin dan menjadi penghafal Al Qur'an di pesantren milik Gus Miek tersebut.

Gus Farid, salah satu kerabat Gus Miek yang merupakan putra dari KH Ahmad Shiddiq Jember bertandang ke sebuah diskotik. Di sana, Gus Farid mencoba menutupi identitas Gus Miek agar tidak dilihat dan dikenali pengunjung diskotik itu.

“Gus, apakah jama’ah sampeyan kurang banyak? Apakah sampeyan kurang kaya? Kok mau masuk tempat seperti ini?” Tanya Gus Farid kemudian.

Gus Miek terlihat emosi mendengar pertanyaan orang terdekatnya, yang telah puluhan tahun mengikutinya.

“Biar nama saya CEMAR di MATA MANUSIA, tapi TENAR di MATA ALLAH. Apalah arti sebuah nama. Paling mentok, nama Gus Miek hancur di mata umat.

Semua orang yang di tempat ini, di diskotik ini, juga menginginkan surga, bukan hanya jamaah (kaum santri dan bersarung) saja yang menginginkan surga. Tetapi, siapa yang berani masuk ke tempat seperti ini? Kyai mana yang mau masuk ke tempat-tempat seperti ini?!” Sergah Gus Miek.

Gus Farid terdiam. Tak lama setelah itu, Gus Miek pun kembali ceria seolah lupa dengan pertanyaan Gus Farid barusan.

Memang, setiap kali Gus Miek masuk bar, lobi hotel ataupun tempat-tempat ‘hiburan pelepas penat’ bagi orang-orang tertentu seperti ini, ada saja orang-orang yang mengerubunginya, masing-masing mengadukan permasalahan kehidupannya..

Di Semarang, pernah ada surga perjudian yang dikenal sebagai NIAC, yang kemudian menjadi neraka perjudian setelah “dihancurkan” oleh Gus Miek. Begitu pula dengan BONANSA dan THR, yang terkenal memiliki bandar dan backing yang kuat.

Pada masa itu, sekitar 1970-1972, orang-orang dari massa PPP (Partai Persatuan Pembangunan) gencar menggelar aksinya memberantas kemaksiatan di tempat-tempat ini, tapi selalu gagal, karena memang, tempat seperti NIAC memiliki backing yang tak bisa dianggap remah, baik backing fisik maupun politik.

Lalu bagaimana jika seorang Kyai atau “Santri Pesantren” turut masuk ke dalam tempat seperti ini? Apalagi ikut permainan-permainan judi? Gus Miek kerap menyambangi NIAC maupun THR, di sana ia turut bermain, dengan segala kelebihannya, ia mampu memenangkan hampir di setiap permainan sehingga membuat cukong-cukong itu menanggung kekalahan yang sangat besar.

Mungkin para Bandar ini tak takut dosa, apalagi ancaman-ancaman ayat Al-Quran, namun tak dapat dipungkiri, yang mereka takutkan adalah kerugian, kebangkrutan dan akhirnya kapok. Pada akhirnya, tempat perjudian ini pun hancur dengan sendirinya, hancur dari dalam, hancur sebab para pelakunya kapok dengan judi, “dihancurkan” oleh Gus Miek.

Namun seperti biasa, uang hasil kemenangan perjudian tak pernah dinikmatinya.

Pernah suatu ketika, setelah menang banyak sambil membawa satu kantong terigu penuh dengan uang, Gus Miek berkata kepada Shodiq, salah satu ‘santrinya’ dari Pakunden-Blitar, “Kamu jangan ikut menikmati. Uang ini tidak bisa kita makan. Uang ini sudah ada yang berhak.”

Kemudian Gus Miek berkeliling naik becak, uang itu disebar di sepanjang jalan untuk para tukang becak dan penjual kopi di pinggir jalan.

Memang, walaupun Gus Miek banyak bertingkah ‘khariqul-adah’ (di luar kebiasaan), ia sangat keras melarang pengikutnya untuk menirukan tingkah lakunya, seperti bergaul dengan orang-orang ‘dunia hitam’. Ia tetap memerintahkan santrinya untuk shalat dan menghindari maksiat.

Gus Miek dan Kacamata Hitam

Pernah suatu ketika Gus Farid mengajukan pertanyaan yang sering mengganjal di hatinya, pertama bagaimana perasaan Gus Miek tentang wanita?

“Aku setiap kali bertemu wanita walaupun secantik apapun dia dalam pandangan mataku yang terlihat hanya darah dan tulang saja. Jadi jalan untuk syahwat tidak ada”, jawab Gus Miek.

Kedua, Gus Farid menayakan tentang kebiasaan Gus Miek memakai kaca mata hitam baik itu di jalan maupun saat bertemu dengan tamu. “Apabila aku bertemu orang di jalan atau tamu aku diberi pengetahuaan tentang perjalanan hidupnya sampai mati. Apabila aku bertemu dengan seseorang yang nasibnya buruk maka aku menangis, maka aku memakai kaca mata hitam agar orang tidak tahu bahwa aku sedang menangis”, jawab Gus Miek.

Itulah keunikan Gus Miek dengan cara dakwahnya yang nyentrik. Sasaran dakwah bukan hanya dari mereka pelaku maksiat saja, bahkan kalangan pejabat, politisi, pengusaha, bahkan selebritis. Tercatat Machica Mukhtar (penyanyi dangdut), Dorche, Dody Dores, Edi Sud, Ratih Sanggarwati dan sebagainya juga menjadikan Gus Miek sebagai guru spiritualnya.

Bahkan Dedy Dores pasca wafat Gus Miek sempat menciptakan lagu special untuk Gus Miek, namun pihak keluarga tidak berkenan lagu itu diorbitkan. Ada juga dari kalangan jurnalis, salah satunya H. Agil Ali, wartawan Memorandum yang menuliskan tentang Gus Miek dengan judul; Gus Miek Yang Saya Lihat, Saya Dengar Dan Saya Saksikan.

Sungguh tiada habisnya jika kita membaca sosok Gus Miek yang penuh teladan. Semoga kita mendapatkan berkahnya. Aamiin.

Next article Next Post
Previous article Previous Post