Pacar Saya Janji Mau Nikahin, Tapi Selalu Minta 'Begituan', Apa Yang Harus Saya Lakukan, Ustadz?

Pacar Saya Janji Mau Nikahin, Tapi Selalu Minta 'Begituan', Apa Yang Harus Saya Lakukan, Ustadz?

author photo
Assalamualaikum waramatullahi wabarakatuh

Selamat sore ustadz, perkenalkan saya seorang wanita berusia 21 tahun.

Saya ingin menanyakan sesuatu dan minta pencerahannya kepada ustadz, tepat 3 tahun lalu saya mempunyai pacar awalnya saya mengenal dia baik dia menunjukan betapa sholehnya dia. Tapi saat hubungan kami berjalan kurang lebih 1 tahun dia mengajak saya untuk berhubungan "hal itu" saya menolak keras karna saya takut dosa. Tapi dia meyakinkan saya dengan berkata "aku akan nikahin kamu" tapi disitu saya tetap menolak karena saya takut buat malu orangtua. Diapun marah ustadz dengan saya dan memilih untuk putuskan hubungan ini dan bodohnya saya, saya tidak terima kalau dia itu putuskan saya. Iman saya goyah, karena saya takut untuk putus memang saat itu saya sayang dan cinta dia ustadz saya pun menuruti apa kata dia.

Setelah itu penyesalan yang amat dalam, saya malu dengan diri saya, saya merasa kotor. Tapi dia menenangkan saya untuk mau nikahi saya, saya pun percaya ustadz.

Tapi entah kenapa semakin berjalannya waktu semakin sering dia minta untuk melakukan hal itu, tapi dia selalu marah dan ingin putus. Kondisinya saya tidak terima ustadz kaerna saya sudah dia nodai, tapi bodohnya saya saya masih saja menurutinya karena saya takut dia tinggalkan dengan keadaan seperti ini. Esok dan esoknya masih dengan hal sama.

Sampai suatu saat entah kita bertengkar dengan masalah apa, dia memutuskan hubungan ini rasanya sakit ya allah, saya juga merasa capek jika terus-terusan menuruti mau dia. Saya pun ambil resiko utk menuruti dia menyudahi hubungan ini. Rasanya hati ini sakit, hancur, malu, 3 tahun saya berpacaran dengan dia tapi akhirnya sia-sia selama ini, saya malu dengan Allah, dengan orangtua dengan orang2 disekitar saya. Setelah kurang lebih 6 bulan saya putus saya dapat kabar kalau dia sudah menikah. Rasanya hancur, saya kehilangan arah ustadz. Saya malu..

Saya hanya bisa memohon ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, tapi saya takut dosa ini tidak Allah ampuni ustadz. Karena begitu banyak dosa saya dengan pacar saya dahulu.

Ustadz, saya hanya minta pencerahan apa yang harus saya lakukan supaya allah mengampuni dosa saya? Dan apakah saya pantas ustadz untuk menikah dengan laki-laki yang mampu menerima kekurangan saya?

Terimakasih ustadz, mohon pencerahannya. Semoga allah merahmati kita semua Aamin

Pacar Saya Janji Mau Nikahin, Tapi Selalu Minta 'Begituan', Apa Yang Harus Saya Lakukan, Ustadz?


Jawaban

Waalaikumsalam warahmatullah wabarakatuh. Alhamdulillah bini'matihi tatimmus shaalihaat.

Saudariku yang dirahmati oleh Allah. Terlepas dari perbuatan yang telah saudari lakukan bersama dengan pacar, Saya sangat bahagia mendengar saudari menyesal dan malu setelah melakukannya. hingga akhirnya memberanikan diri untuk berkonsultasi pada kabarmakkah.com.

Itu artinya Allah masih sayang kepadamu, Allah telah membuka pintu hatimu untuk menerima hidayah-Nya. Allah ingin agar saudari selalu mendekat padaNya, memohon ampun dan bertaubat dengan taubat sebenar-benar taubat


Apa yang harus dilakukan supaya allah mengampuni dosa zina?

Dalam islam, zina merupakan dosa yang besar, Namun akan tetap diampuni oleh Allah jika pelakunya menyesal dan bertaubat sebenar-benar taubat. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta'ala,

إِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَادُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَآءُ

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya…” (QS. An Nisa 48)

Dosa zina ini bisa hilang dengan sungguh-sungguh bertaubat. Dan rukun taubat ini pernah dijelaskan oleh Imam An Nawawi dalam Syarah Muslim.

وقد سبق في كتاب الإيمان أن لها ثلاثة أركان: الإقلاع، والندم على فعل تلك المعصية، والعزم على أن لا يعود اليها أبدا

"Dalam kitab al-Iman disebutkan bahwa taubat memiliki 3 rukun: al-Iqla’ (meninggalkan dosa tersebut), an-Nadm (menyesali) perbuatan maksiat tersebut, dan al-Azm (bertekad) untuk tidak mengulangi dosa yang dia taubati selamanya." (Syarh Shahih Muslim, 17/59)

Berikut penjelasannya,

Pertama, Iqla’ (Meninggalkan dosa yang pernah dilakukan).

Inilah bukti keseriusan taubatnya. Meninggalkan perbuatan dosa yang pernah dilakukan secara total dan untuk selamanya. Seorang pencuri, belum dikatakan bertaubat dari mencuri, selama dia masih suka mencuri. Seorang pezina belum dikatakan bertaubat dari zina, sementara dia masih rajin berzina.

Kedua, Nadm (Mengakui kesalahan dan menyesali perbuatannya)

Orang yang tidak mengakui dosanya, dia tidak akan menyesali perbuatannya. Dengan menyesal, dia akan bersedih jika teringat dosanya. Termasuk bagian dari penyesalan itu adalah tidak menceritakan dosa tersebut kepada orang lain, apalagi membanggakannya. Dan jika dosa itu dipicu karena komunitas dan lingkungan, maka dia akan meninggalkan lingkungan dan komunitas tersebut.

Bentuk penyesalannya adalah dengan menghindari semua hal yang bisa memicu terjadinya perbuatan haram tersebut. seperti menjalin hubungan haram seperti pacaran, menonton video yang berisi adegan tak pantas atau berduaan dengan yang bukan mahram.

Ketiga, 'Azm (Bertekad untuk tidak mengulangi dosanya)

Jika seseorang berhenti dari dosanya, sementara dia masih punya harapan untuk melakukannya jika waktu memungkinkan, maka dia belum disebut taubat.

Seseorang yang bertaubat dari pacaran ketika ramadhan, dan akan kembali pacaran usai ramadhan, belum bisa dikatakan bertaubat.

Keempat, Taubat tersebut dilakukan sebelum waktu taubat ditutup oleh Allah

لاَ تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ فِيْمَ فَعَلَ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَ أَنْفَقَهُ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيْمَ أَبْلاَهُ

“Tidak akan bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat, sampai ia ditanya tentang; umurnya untuk apa ia habiskan, ilmunya untuk apa ia gunakan, hartanya dari mana ia dapatkan dan untuk apa ia keluarkan, dan tubuhnya untuk apa ia binasakan” (HR. Tirmidzi, no.2471)

Saudariku, semua manusia pasti pernah berbuat dosa, semua manusia pasti pernah melakukan kesalahan, Namun sebaik-baik dari mereka adalah manusia yang mau bertaubat dan tidak mengulangi kesalahannya seperti yang telah dilakukan di masa lalu.

Allah SWT berfirman:

إلا من تاب وءامن وعمل عملا صالحا فأولئك يبدل الله سيئاتهم حسنات وكان الله غفورا رحيما. ومن تاب وعمل صالحا فإنه يتوب إلى الله متابا

Kecuali orang-orang yang bertaubat dan beriman dan mengerjakan amal shalih; maka mereka itulah yang kejahatannya diganti Allah dengan kabaikan, dan Allah maha Pengampun lagi maha Penyayang. Dan barang siapa bertaubat dan beramal shalih maka seseungguhnya dia telah bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya ”. (QS. Al-Furqan: 70-71)


إِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

“…Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al Baqarah:222)



Apakah saya pantas untuk menikah dengan laki-laki yang mampu menerima kekurangan saya?

Ada banyak orang yang mengatakan bahwa perempuan baik akan mendapat jodoh laki-laki yang baik, Begitu pula sebaliknya, Mereka berpegangan dengan ayat sebagai berikut,


اَلْخـَبِيـْثــاَتُ لِلْخَبِيْثـِيْنَ وَ اْلخَبِيْثُــوْنَ لِلْخَبِيْثاَتِ وَ الطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِيْنَ وَ الطَّيِّبُوْنَ لِلطَّيِّبَاتِ

“Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang .baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik.” (QS. An Nur: 26)

Benarkah anggapan orang yang seperti demikian?

Perlu kita ketahui, bahwa berbicara tentang suatu ayat pasti berhubungan erat dengan asbabun nuzul ayat tersebut.

Dan asbabun nuzul ayat diatas adalah untuk menunjukkan bahwa antara sayyidah Aisyah r.a. dan Sahabat Shafwan bin al-Mu’attal r.a. tidak terjalin hubungan terlarang dan untuk menjawab segala tuduhan keji kaum munafikin yang ditujukan kepada mereka.

Riwayat lengkap asbabun nuzul dari surah al-Nur ayat 26 adalah sebagai berikut:

Pada suatu ketika Khasif bertanya kepada Sa’ad bin Jubair: “Mana yang lebih besar dosanya, zina atau menuduh orang berbuat zina?” jawab Sa’ad “Lebih besar zina” Khasif kembali berkata: “Bukankah Allah swt telah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik …..”(QS. An-Nur:23) sebagaimana kita maklumi ?”. Yakni yang menegaskan bahwa orang yang menuduh berzina dilaknat Allah di dunia dan akhirat. Maka Sa’ad berkata: “ayat ini diturunkan khusus berkenaan dengan peristiwa Aisyah”. (HR. Thabrani dari Khasif. Di dalam sanadnya terdapat Yahya al-Hamani yang dha’if).

Ketika itu, Sayyidah Aisyah binti Abu Bakar Shiddiq dituduh berbuat serong pada Shafwan bin al-Mu’attal. Dan ia sendiri tidak mengetahui, baru kemudian ada yang menyampaikan tentang tuduhan yang dilontarkan kepadanya. Ketika Rasulullah SAW. Berada di tempat Aisyah, maka turunlah wahyu sehingga beliau membetulkan duduknya serta menyapu muka. Setelah itu beliau bersabda : “Wahai Aisyah, bergembiralah kamu. Aisyah berkata: “Dengan memuji dan bersyukur kepada Allah, dan bukan kepada tuan.” Kemudian Rasulullah SAW. Membaca ayat ke 23-26 sebagai ketegasan hukum bagi orang yang menuduh berbuat zina terhadap wanita yang suci. (HR. Ibnu Jarir dari Aisyah).

Dari keterangan diatas bisa diambil kesimpulan bahwa ayat tersebut diturunkan sehubungan dengan tuduhan yang dibuat-buat oleh kaum munafikin terhadap istri Nabi, Sayyidah Aisyah. (HR. Thabrani dengan dua sanad dari Ibnu Abbas).

Karena setelah orang-orang membicarakan fitnah yang ditujukan kepada Aisyah binti Abu Bakar Shiddiq, isteri Rasulullah. Maka Rasulullah SAW langsung mengirim utusan kepada Aisyah dengan mengatakan: “Wahai Aisyah, bagaimana pendapatmu tentang perkataan orang mengenai dirimu?”. Jawab Aisyah : “Aku tidak akan memberikan sanggahan apa pun sehingga Allah menurunkan sanggahan dari langit”. Maka Allah SWT. Kemudian menurunkan 15 ayat dari surat ini. Yakni ayat ke-11 sampai 26. Kemudian Rasulullah SAW. Membacakan ayat-ayat tersebut kapada Aisyah. (HR. Thabrani dari Hakam bin Utaibah. Hadist ini isnadnya shahih, tetapi mursal)

Banyak yang memahami ayat diatas seakan mengatakan bahwa jika seorang laki-laki atau wanita baik maka dengan sendirinya istri atau suaminya juga baik, diampuni, dan menjadi salah seorang penghuni surga. Sebab Al-Qur’an suci memandang iman, kesalehan, dan amal baik sebagai kriteria. Namun, Maksud sebenarnya dari ayat diatas bukanlah seperti pemahaman tersebut, karena meskipun Nabi Nuh dan Luth 'alaihimassalaam adalah manusia-manusia suci dan beriman pada Allah SWT, namun istri-istri mereka adalah orang-orang jahat dan merupakan penghuni neraka. Banyak juga kita lihat di masa sekarang yang serupa dengan itu karena hakikatnya ada empat model pasangan suami istri:

Suami: Iman/Baik, Istri: Kafir/ Buruk (pasangan Nabi Luth dalam QS at-Tahrim:10)
Suami: Kafir/Buruk, Istri: Iman/ Baik (Pasangan Fir’aun dalam QS at-Tahrim: 11)
Suami dan Istri sama-sama Kafir/Buruk (Abu Lahab dan Istrinya Arwa binti Harb)
Suami dan Istri sama-sama Iman/Baik (Rasulullah SAW dan Siti Aisyah)

Pada kenyataan sekarang yang terjadi, ternyata, ada laki-laki yang baik mendapat istri yang keji, begitu pula sebaliknya. Maka pahamilah ayat tersebut sebagai sebuah 'perintah', untuk menciptakan kondisi yang baik-baik untuk yang baik-baik, Dan ini adalah sebuah keharusan. Kalau tidak, maka kondisi terbalik malah yang akan terjadi.

Kesimpulannya, tidak ada korelasi antara ayat diatas, dengan masalah jodoh, 'Lelaki baik sudah pasti mendapatkan jodoh perempuan yang baik atau sebaliknya'.

Karena bisa jadi dengan taubat nasuha, derajat saudari akan diangkat oleh Allah, Yakinlah bahwa Allah Maha Pengampun dan Penyayang, Bahkan melebihi kasih sayang seorang ibu kepada anaknya.

Terkait masalah ini, alangkah lebih baiknya jika saudari tidak menceritakan kepada suami saudari nanti tentang perbuatan yang telah saudari lakukan bersama dengan mantan pacar.

Karena Allah telah menutupi aib saudari tersebut. Saudari tidak boleh menceritakan aib masa lalu dengan mantan pacar kepada suami. Dan hal ini bukan termasuk perbuatan dusta atau bohong.

Sabda Rasulullah SAW,

كُلُّ أُمَّتِى مُعَافًى إِلاَّ الْمُجَاهِرِينَ ، وَإِنَّ مِنَ الْمَجَانَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً ، ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ ، فَيَقُولَ يَا فُلاَنُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا ، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ


Setiap umatku dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan dalam bermaksiat. Yaitu seseorang yang telah berbuat dosa di malam hari lantas di pagi harinya ia berkata bahwa ia telah berbuat dosa ini dan itu padahal Allah telah menutupi dosanya. Pada malam harinya, Allah telah menutupi aibnya, namun di pagi harinya ia membuka sendiri aib yang telah Allah tutupi.” (HR. Bukhari no. 6069 dan Muslim no. 2990)

Azzamkan dalam hati saudari untuk menjauh dari perbuatan yang dilarang Agama, Bahkan Allah sendiri dalam Al Qur'an bukan hanya mengharamkan zina, Namun juga mengharamkan perbuatan yang menjurus ke arah zina, seperti ikhtilat (berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahram), pacaran dan sejenisnya.

Dan sebagai penutup, Perbanyaklah beramal shalih, berkumpul dengan para muslimah shalihah dan selalu mendekatlah pada Allah. karena bisa jadi Allah akan mengganti kesalahan saudari dengan kebaikan seperti termaktub dalam QS. Al Furqan 70-71 diatas.

Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala senantiasa menunjukkan pada kita kepada jalan yang diridhoi-Nya dan senantiasa memberikan kemudahan bagi saudari. Aamiin.

Wallahu A'lam.
Next article Next Post
Previous article Previous Post