Para Suami, Belajarlah dari Umar Bin Khattab Ketika Menghadapi Istri yang Sedang Marah

Para Suami, Belajarlah dari Umar Bin Khattab Ketika Menghadapi Istri yang Sedang Marah

author photo
Salah satu hal yang harus segera diatasi oleh pasangan suami istri adalah munculnya konflik di tengah keluarga, baik yang berasal dari faktor internal maupun eksternal.

Ketika sebuah konflik mengganggu keharmonisan rumah tangga, seringkali kita beranggapan bahwa konflik itu terasa berat dan sangat sulit untuk diselesaikan. Walaupun pada akhirnya kita menemukan solusi untuk menyelesaikannya, terkadang cara yang digunakan kurang tepat.

Para Suami, Belajarlah dari Umar Bin Khattab Ketika Menghadapi Istri yang Sedang Marah


Seperti contoh, menggunakan cara-cara yang malah membuat pasangan kita merasa tersinggung atau tersakiti. Alih-alih menyelesaikan masalah, cara yang dipilih justru membuat masalah dan konflik itu semakin tambah kacau.

Baik seorang suami ataupun istri sebenarnya pernah berperan sebagai pemantik api yang percikannya bisa memicu keretakan rumah tangga. Seorang suami yang umumnya lebih memiliki pola pikir logis mungkin akan berpikir berkali-kali ketika akan memercikkan api emosi kepada istrinya.

Namun seorang istri ternyata justru lebih sering menggunakan perasaannya sehingga luapan emosi yang keluar dari hati dan lisannya sering tidak bisa dikendalikan.

Lalu bagaimana sebaiknya sikap seorang suami ketika menghadapi istri yang sedang marah dan tidak bisa menahan emosinya?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, seyogyanya para suami belajar dari kisah dari salah seorang khulafaur rasyidin yang menjadi satu cahaya dari 2 orang yang dipilih Allah.

Beliau adalah sayyidina Umar bin Khattab. Seorang yang digambarkan oleh Rasulullah sebagai pribadi yang kuat dan bisa membuat  hati siapa pun tergetar ketika mendengar namanya. Bahkan syetan pun akan lari terbirit-birit jika Umar Bin Khattab lewat.

Imam As Samarqandi meriwayatkan sebuah kisah bahwa suatu ketika, seorang lelaki datang kepada Umar bin Khattab. Lelaki tersebut ingin menceritakan kepada beliau perihal istrinya yang selalu bermuka masam dan cemberut. Ketika sampai di depan pintu rumah Umar, lelaki tersebut mendengar istri Umar, Ummu Kultsum sedang mengomel.

Seketika itu pula lelaki itu berbalik dan membatalkan niatnya. Namun Umar mengetahui dan memanggil lelaki itu dari balik jendela. Lelaki itu kemudian menceritakan masalah rumahtangganya.

Mendengar penuturan lelaki itu Umar kemudian berkata: “Aku dengarkan baik-baik omelan istriku, dan tidak sedikit pun aku menentangnya karena aku memiliki alasan khusus yaitu:

Pertama, istriku adalah penghalang antara aku dan neraka. Hatiku selalu berteduh kepadanya sehingga aku terhindar dari perbuatan haram.

Kedua, ia menjaga hartaku ketika aku sedang pergi.

Ketiga, ia selalu mencuci pakaianku.

Keempat, ia membesarkan dan mendidik anak-anakku.

Kelima, ia selalu membuatkan masakan untukku.

Para pembaca yang dirahmati Allah, Lihatlah bahwa manusia sekelas Umar Bin Khattab saja pernah menghadapi konflik dalam rumah tangganya yang kala itu apinya berasal dari istrinya.

Namun apa yang beliau lakukan? Apakah ia menambah kobaran apinya hingga membakar rumah tangganya? Tidak, Umar tidak lantas menambah emosi istrinya dengan ikut terbawa emosi. Ia justru mengalah untuk meredam emosi yang saat itu sedang hinggap di hati istrinya.

Lantas apakah berarti Umar Bin Khattab lemah dan membiarkan istrinya berada dalam kesalahan?

Tidak! kematangan emosi dan kedewasaan Umar Bin Khattab telah mencegahnya dari hal-hal yang akan memungkinkan munculnya kemudharatan dalam rumah tangganya. Dan sikap seperti inilah yang sebaiknya dilakukan para suami, khususnya ketika menghadapi istri yang sedang emosi dan hatinya dipenuhi amarah.

Lalu apa sebenarnya pelajaran yang dapat kita ambil dari sikap bijaksana Umar terhadap istrinya?

1. Seorang laki-laki ketika telah menjadi suami dari istrinya maka harus memiliki kepribadian yang matang, dewasa dan bijaksana.

Saat menghadapi seorang istri yang sedang marah, maka suami jangan sekali-kali mengambil tindakan gegabah dan emosional. Suami harus mampu berpikir jernih dengan tidak melakukan hal-hal yang justru akan menambah kekesalan sang istri atau bahkan menyakiti perasaannya.

Karena ketika salah satu pasangan kita sedang emosi, maka salah satunya harus mampu menjadi air yang mendinginkan suasanarumahtangga, bukan sebaliknya membalas api dengan api.

2. Dalam kondisi tertentu Umar Bin Khattab menganggap wajar jika istrinya mengomel kepada suami.

Mengapa demikian? Karena itu akan lebih baik dari pada istri yang mengeluhkan urusannya kepada orang lain. Meskipun akan lebih baik lagi jika sang istri tidak mengeluh dan melampiaskan emosinya kepada suami.

Ketika istrinya mengomel, Umar bersikap sangat dewasa dan bijaksana dengan memberikan kesempatan kepada istrinya mengeluarkan semua keluh kesahnya. Ia membuka hati dan pikirannya untuk menampung masalah-masalah yang dihadapi istrinya. Ia berusaha tenang dan menyimak semua hal yang disampaikan oleh istrinya.

Dengan demikian Umar akan mampu menangkap poin-poin apa saja yang menjadi masalah dan konflik dalam rumah tangganya. Pada akhirnya, masalah-masalah besar yang diluapkan oleh sang istri akan menjadi dapat diselesaikan dengan baik.

3. Umar Bin Khattab tidak memposisikan istrinya sebagai wanita yang dinikahi hanya untuk menyenangkannya semata.

Umar Bin Khattab menganggap istrinya adalah seorang partner hidup yang memiliki hak dan kewajiban untuk mengingatkannya ketika salah dan lupa. Karena mungkin saja dalam setiap omelan yang keluar dari lisan istri bisa menjadi bahan koreksi tentang diri suami yang selama ini tidak kita ketahui.

Peran istri sebagai sahabat seperjalanan menuju ridho Allah itulah yang membuat Umar memahami dengan baik bagaimana ia harus memposisikan dirinya ketika istrinya sedang mengomel dan mengeluarkan segala amarahnya.

4. Umar Bin Khattab mampu memahami dengan benar bagaimana pengorbanan seorang istri untuk suami dan anak-anaknya. Jasa seorang istri tidak akan pernah tergantikan oleh apapun. terlebih ketika telah menjadi ibu dari anak-anaknya.

Itulah alasan mengapa Umar Bin Khattab merasa bahwa apa yang didengarnya dari sang istri belumlah seberapa jika dibandingkan dengan masalah yang sehari-hari dirasakan dan dihadapi secara langsung oleh sang istri.

Dan dengan mendengarkan setiap omelan yang disampaikan istrinya, Disadari atau tidak, Sebenarnya Umar Bin Khattab sedang berusaha untuk meringankan beban masalah yang selama ini dipendam oleh istrinya.

Sahabatku, Memiliki keluarga yang harmonis dan bahagia adalah salah satu impian yang kita tuliskan dalam lembar pertama pernikahan. Namun ketika satu persatu masalah datang menghampiri, janganlah pesimis dan menganggap bahwa rumah tangga harmonis itu sulit untuk diwujudkan.

Semestinya suami dan istri saling berpegangan tangan dan berdiri pada posisi masing-masing untuk bersama-sama menyelesaikan masalah tersebut.
Next article Next Post
Previous article Previous Post