Sungguh, Aku Malu dan Iri dengan Kebaikan Penjual Soto Itu

Sungguh, Aku Malu dan Iri dengan Kebaikan Penjual Soto Itu

author photo
Dalam sebuah perjalanan menuju tempat kerja di Solo, Secara tak sengaja saya mampir di sebuah warung soto untuk mengisi perut yang sudah sangat lapar. Selepas Shalat Jum'at saya mampir ke warung soto tersebut karena sepertinya sotonya enak, terbukti dengan pengunjungnya yang sangat banyak. Saking ramainya, saya lihat pelanggannya bahkan sampai rela makan di teras warung.

Sungguh, Aku Malu dan Iri dengan Kebaikan Penjual Soto Itu


Namun suasananya terlihat aneh, ketika saya duduk di kursi warung soto tersebut, banyak sekali abang-abang becak yang makan di sana.

"Ehmmm.. Pantesan rame, sotonya memang benar-benar enak!"

Ketika selesai makan dan mau membayar, pemilik warung soto yang biasa dipanggil Bu Amir, melarang saya mengeluarkan uang. "Tidak usah bayar Dik, Terima kasih atas kunjungannya."

Dengan keheranan saya bertanya alasannya kenapa tidak bayar, padahal saya kan sudah makan?

"Ini hari Jumat Dik, di sini tiap hari Jumat gratis!" kata Bu Amir.

Masya Allah, terjawab sudah kenapa sebagian besar yang makan di warung ini tukang becak.

Setengah bingung saya mencoba mendekat ke tempat Bu Amir duduk dan bertanya pelan padanya.

"Bu, apa gak rugi jualan soto seharian tapi gak dapat uang?" tanya saya setengah menyelidik.

"Dik, dari hari Sabtu sampai hari Kamis kan alhamdulillah kami dikasih rezeki, sudah dikasih untung sama Allah." Jika kami mau bersyukur dengan cara menggratiskan satu hari saja, untung kami masih sangat banyak untuk ukuran kami.

Jika mau jujur seharusnya kami memberikan hak kepada Allah minimal 30%! Coba sekarang adik pikir, siapa yang menggerakkan para pelanggan-pelanggan kami untuk datang kemari? Jika kami harus membayar salesman, berapa uang yang harus kami bayar?

Semoga dengan 1/7 bagian ini Allah ridho dengan usaha yang saya jalani ini. Sebagian besar dari hasil usaha ini kami gunakan untuk membiayai 4 anak kami. Alhamdulillah, Mereka kuliah semua Dik. Yang paling sulung di kedokteran UGM, adiknya di Teknik Sipil ITB, Lalu yang 2 lagi di UNS sini. Jika bukan karena pertolongan Allah, mana bisa usaha kami yang hanya warung soto kecil ini bisa membiayai kuliah 4 orang !"  Bu Amir menjelaskan panjang lebar.

Mendengar penjelasan itu, saya tertegun seperti disambar petir....

Warung soto yang hanya berukuran 3 x 4 meter ini bisa membiayai 4 anaknya kuliah dan semuanya di Universitas Negeri? tanya saya dalam hati. Malah masih bisa memberi makan kepada tukang-tukang becak dan semua orang yang berkunjung ke warungnya tiap hari Jumat dengan gratis? saya semakin bingung tak karuan.

Saya berusaha untuk tidak kehilangan akal, untuk membayar rasa kagum dan rasa bersalah makan soto gratis, saya masuk mall. Saya membeli dompet cantik buat hadiah Bu Amir. Saya pikir, masa Bu Amir tidak mau dikasih dompet secantik ini?"

Dalam waktu tidak sampai setengah jam saya sudah kembali ke warungnya.

"Lho, kok balik lagi Dik, Ingin nambah lagi?" tanya Bu Amir.

"Mohon maaf Bu, ini hadiah dari saya tolong diterima. Anggap saja sebagai kenang-kenangan dari saya buat ibu yang telah memberi pelajaran hidup yang sangat berarti buat saya."

Dengan senyum tulus dan bicaranya halus Bu Amir menolak, "Dik, terimakasih hadiahnya. Maaf, bukan ibu menolak. Ibu cukup pake dompet ini saja, kenang-kenangan dari suami ibu yang sudah almarhum. Awet banget, tuh sampe sekarang masih bagus."

Bu Amir melanjutkan "Bawa saja pulang dan hadiahkan buat istrimu. Percayalah, istrimu pasti senang dikasih oleh-oleh dari Solo. Adik mampir di warung Ibu saja sudah merupakan sebuah kebahagiaan yang tidak ternilai. Ibu senang, benar-benar senang sudah bisa ngobrol sama adik." Begitu kata Bu Amir sambil tersenyum ramah.

Saya kehilangan akal dan hanya bisa pamit sambil menundukkan kepala. Semoga Allah SWT memuliakan Bu Amir atas segala usaha dan ikhtiarnya. Amin.

(Dikisahkan Oleh Seorang Teman)
Next article Next Post
Previous article Previous Post