Anggota Komisi III DPR RI dari Gerindra, Muhammad Syafii mengungkapkan, setelah meninggalnya Pimpinan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Santoso, suasana di wilayah Poso, Sulawesi Tengah sangat aman, damai dan tidak ada persoalan. Itu karena polisi tak ada lagi disana dan warga Poso tidak menganggap kelompok Santoso sebagai teroris.
Bagi warga Poso, teror sebenarnya datang dari aparat kepolisian. Sebab, masyarakat di sana menyimpan dendam yang luar biasa kepada polisi akibat banyaknya aparat yang melakukan pelanggaran HAM berat.
"Para pendeta, ustadz, tokoh masyarakat, tokoh pemuda sepakat dengan satu kata, mereka sangat benci dengan polisi karena telah lakukan pelanggaran HAM berat," kata Syafii di Gedung DPR RI Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/7).
Sebagai bukti, jenazah Santoso disambut oleh ribuan orang dari berbagai kalangan masyarakat. Bahkan dengan membawa tulisan "selamat datang syuhada". Sementara di sisi lain, mereka menginginkan agar aparat kepolisian angkat kaki dari kota mereka.
"Sekarang jadi siapa yang dianggap teroris? Santoso malah disambut sementara polisi disuruh angkat kaki," ucap Syafii.
Syafii yang merupakan ketua pansus RUU terorisme ini menambahkan, banyak tindakan polisi yang semena-mena dalam menangani terduga kejahatan. Para polisi tersebut melakukan tindak kekerasan hingga mengakibatkan kematian. Pdahal belum tentu tentu seorang terduga tersebut adalah benar-benar melakukan seperti yang disangkanya.
"Penjahat kayak apa? dia datangi itu ke rumah malam-malam, lampu dimatiin lalu mata dilakban, mulut dilakban dibawa lalu dipukulin. Semua penanganan kayak gitu. Dan itu terjadi di depan anaknya, istrinya, itu timbulkan kebencian," pungkas Syafii.
Sumber Gambar: Polisi Pelaku Kekerasan di Poso |
Bagi warga Poso, teror sebenarnya datang dari aparat kepolisian. Sebab, masyarakat di sana menyimpan dendam yang luar biasa kepada polisi akibat banyaknya aparat yang melakukan pelanggaran HAM berat.
"Para pendeta, ustadz, tokoh masyarakat, tokoh pemuda sepakat dengan satu kata, mereka sangat benci dengan polisi karena telah lakukan pelanggaran HAM berat," kata Syafii di Gedung DPR RI Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/7).
Sebagai bukti, jenazah Santoso disambut oleh ribuan orang dari berbagai kalangan masyarakat. Bahkan dengan membawa tulisan "selamat datang syuhada". Sementara di sisi lain, mereka menginginkan agar aparat kepolisian angkat kaki dari kota mereka.
"Sekarang jadi siapa yang dianggap teroris? Santoso malah disambut sementara polisi disuruh angkat kaki," ucap Syafii.
Syafii yang merupakan ketua pansus RUU terorisme ini menambahkan, banyak tindakan polisi yang semena-mena dalam menangani terduga kejahatan. Para polisi tersebut melakukan tindak kekerasan hingga mengakibatkan kematian. Pdahal belum tentu tentu seorang terduga tersebut adalah benar-benar melakukan seperti yang disangkanya.
"Penjahat kayak apa? dia datangi itu ke rumah malam-malam, lampu dimatiin lalu mata dilakban, mulut dilakban dibawa lalu dipukulin. Semua penanganan kayak gitu. Dan itu terjadi di depan anaknya, istrinya, itu timbulkan kebencian," pungkas Syafii.