Sebagian dari mereka yang tidak suka dengan ajaran Islam seringkali menggambarkan bahwa Islam adalah agama teroris, agama keras dan mengajarkan kekerasan pada anak. Tak jarang mereka mengambil sepotong-potong dari ayat al Qur'an atau hadits Rasulullah. Seperti misalnya hadits tentang memukul anak jika tak mau sholat ketika berumur 10 tahun.
“Suruhlah anak-anakmu melakukan shalat di waktu dia berumur tujuh tahun, Dan pukullah mereka kalau sudah berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur di antara mereka (maksudnya antara anak laki-laki dan perempuan)”. (HR. Abu Daud)
Rasulullah menjelaskan dalam hadits diatas bahwa orang tua harus memerintahkan anaknya untuk shalat mulai dari berumur tujuh sampai sepuluh tahun. Itu artinya selama tiga tahun orangtua harus bersabar membimbing dan mengingatkan terus tentang shalat. Oleh karena itu kita bisa menghitung berapa kali perintah itu harus kita sampaikan kepada anak.
Perintah itu selama tiga tahun, tiga tahun sama dengan 3 x 365 hari = 1095 hari. Sementara shalat 5 x sehari semalam. Jadi 1095 x 5 = 5475 x perintah.
Baru setelah itu orang tua diperbolehkan untuk memukul jika tak mau melakukan sholat. Bahkan menggunakan cara memukul itupun merupakan cara terakhir jika anak sudah tidak bisa dinasehati dengan baik.
Itu artinya diperbolehkan memukul anak yang berusia 10 tahun, jika sudah disuruh sholat semenjak berusia 7 tahun. Bukan baru seminggu atau sebulan langsung main pukul saja. Dalam memukulnya pun ada tatacaranya, Tidak boleh secara serampangan.
Ingat, hadits diatas berbicara tentang masalah 'sholat' ini perkara asas dalam agama. Shalat itu wajib, dan juga penting sekali. Jadi tidak bisa dibenarkan ketika anak malas belajar atau tak mengerjakan PR kemudian dihukum layaknya meninggalkan sholat.
Terkait cara memukul anak, Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan,
"Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah memerintahkan agar kita memerintahkan anak-anak kita melakukan shalat saat mereka berusia tujuh tahun, atau kita memukul mereka saat mereka berusia sepuluh tahun. Padahal ketika itu mereka belum berusia balig. Tujuannya adalah akar mereka terbiasa melakukan ketaatan dan akrab dengannya. Sehingga terasa mudah dilakukan apabila mereka telah besar dan mereka mencintainya. Begitupula dengan perkara-perkara yang tidak terpuji, tidak selayaknya mereka dibiasakan sejak kecil meskipun mereka belum balig, agar mereka tidak terbiasa dan akrab ketika sudah besar." (Fatawa Nurun ala Darb, 11/386)
Beliau juga berkata,
"Perintah ini bermakna wajib. Akan tetapi dibatasi apabila pemukulan itu mendatangkan manfaat. Karena kadang-kadang, anak kecil dipukul tapi tidak bermanfaat pukulan tersebut. Hanya sekedar jeritan dan tangis yang tidak bermanfaat. Kemudian, yang dimaksud pukulan adalah pukulan yang tidak melukai. Pukulan yang mendatangkan perbaikan bukan yang mencelakakan." (Liqo Al-Bab Al-Maftuh, 95/18)
"Tidak boleh dipukul dengan pukulan melukai, juga tidak boleh memukul wajah atau di bagian yang dapat mematikan. Hendaknya dipukul di bagian punggung atau pundak atau semacamnya yang tidak membahayakannya. Memukul wajah mengandung bahaya, karena wajah merupakan bagian teratas dari tubuh manusia dan paling mulia. Jika dipukul bagian wajah, maka sang anak merasa terhinakan melebihi jika dipukul di bagian punggung. Karena itu, memukul wajah dilarang." (Fatawa Nurun ala Darb 13/2)
Kembali pada persoalan semula, Apakah Islam mengajarkan kekerasan pada anak dengan cara memukul pada anak yang tak mau melakukan sholat?
Sebelum kita menuju poin penting, mari kita sejenak membaca premis-premis beberapa tokoh seputar larangan memukul pada anak,
1. Ayah Edy (penulis buku pendidikan) dalam sebuah acara seminar berkata,
“...jangan pernah menghukum anak dengan menyetrap, memukul, atau menjewer."
2. Sebuah artikel Smart Parenting, Arifah Handayani menulis,
"Hukuman fisik menunjukkan bahwa tidak apa apa untuk melampiaskan kemarahan dengan pukulan atau memukul orang lain karena bersalah..."
3. Dalam artikel berjudul 'Alasan Mengapa Kita Tidak Boleh Memukul Anak' dituliskan,
"Memukul anak malah mengajarkan mereka untuk menjadi orang yang suka memukul... Hukuman fisik bisa membuat anak menangkap pesan yang salah yaitu ‘tindakan itu dibenarkan’..."
4. Dalam detik.com, artikel berjudul "Ini Alasan Dokter Melarang Orang Tua Memukul Anak Sebagai Hukuman" tertulis,
"Para dokter anak dari divisi pediatrik Royal Australasian College of Physicians (RACP) menyerukan bahwa hukuman fisik harus dibuat sebagai sebuah tindakan yang ilegal."
Dari ke-4 premis ini, kita hendaknya berfikir kritis. Tidak latah. Sebab ini adalah perkataan manusia, bukan wahyu. Sehingga, salah rasanya jika ada seorang manusia yang begitu mendengar warta seperti di atas, kemudian taklid (ikut-ikutan) ta'ashhub (fanatik) tanpa mengecek kebenaran hal tersebut.
Kita harus ingat bahwa semua perintah dan larangan dari Allah SWT di dalam Al-Quran maupun hadits Nabi Muhammad SAW pasti terkandung makna, manfaat dan hikmah di dalamnya. Ketika kita mendidik anak agar terbiasa mengerjakan sholat, Nabi Muhammad SAW mengajarkan kita untuk bersabar selama 3 tahun.
Jika sudah bersabar selama 3 tahun dan tidak berhasil dalam mendisiplinkannya, Maka barulah kita 'diperbolehkan' untuk memukulnya dengan cara yang syar'i seperti telah disebutkan diatas.
Bagaimanapun juga, watak setiap anak pasti berbeda. Demikian pula tabiat mereka. Di antara mereka ada yang cukup dengan pandangan mata untuk mendidik dan memarahinya, dan hal itu sudah memberikan pengaruh yang cukup mendalam serta membuatnya berhenti dari kesalahan yang dilakukannya. Ada anak yang bisa mengerti dan memahami maksud orang tua ketika orang tua memalingkan wajahnya sehingga dia berhenti dari kesalahannya. Ada yang cukup diberi pengarahan dengan kata kata yang baik. Ada pula anak yang tidak dapat diperbaiki kecuali dengan pukulan. Tidak ada yang memberi manfaat padanya kecuali sikap yang keras.
Saat itulah dibutuhkan pukulan dan sikap keras sekedar untuk memperbaiki keadaan si anak dengan tidak melampaui batas. Ibarat seorang dokter yang memberikan suntikan kepada seorang pasien. Suntikan itu memang akan terasa sakit bagi si pasien, namun itu hanya diberikan sesuai kadar penyakitnya. Sehingga boleh seseorang bersikap keras terhadap anak-anaknya manakala melihat mereka lalai atau mendapati kesalahan pada diri mereka. (Fiqh Tarbiyatil Abna`, hal. 170-171)
Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni (1/357) menjelaskan: “Perintah dan pengajaran ini berlaku bagi anak-anak agar mereka terbiasa melakukan shalat dan tidak meninggalkannya ketika sudah baligh.”
Dikisahkan oleh Nafi’: “Bahwasanya Abdullah bin ‘Umar rodiyallahu anhu apabila mendapati salah seorang anggota keluarganya bermain dadu, beliau memukulnya dan memecahkan dadu itu.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 1273)
Lihatlah pendidikan Abdullah bin Umar ini. Apakah ini tercela? Apakah ini pelampiasan marah? Betul. Dan marah itu ada 2, ada yang diridhoi oleh Allah dan ada yang terlarang. Marah jenis apakah yang diekspresikan Abdullah bin Umar? Tentunya ia adalah marah yang diridhoi oleh Allah, legal, bukan ilegal.
Karena Abdullah bin Umar dikenal sebagai ahlul ilm (orang yang berilmu). Sampai-sampai beliau disebutkan sebagai pencontoh nabi dalam segala sisi. Sehingga, miris kita mendengar doktrin "larangan" memukul anak, bahkan mereka mengatakan memukul akan menjadikan anak juga sebagai tukang pukul. Sama sekali tidak! Itu adalah sarana pendidikan. Yang salah adalah jika pukulan itu bukan tujuannya mendidik, tetapi ekspresi kemarahan yang tidak diridhoi Allah.
Sudahkah para 'pakar anak' itu membaca hadits-hadits dan sirah para sahabat dalam mendidik anak? Tidakkah mereka lihat, pada sebagian hidup mereka ada pola pendidikan bentuk pukulan? Lihatlah pula Ummul Mukminin ‘Aisyah rodiyllahu anha, sebagaimana penuturan Syumaisah Al-’Atakiyyah: “Pernah disebutkan tentang pendidikan bagi anak yatim di sisi ‘Aisyah, maka beliau pun berkata, 'Sungguh, aku pernah memukul anak yatim yang ada dalam asuhanku hingga dia telungkup menangis di tanah.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad)
Inilah pendidikan Islam. Konsep pendidikan Islam sebagai rahmatan lil alamiin. Lihatlah hasil didikan Islami ini: Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Umar, dll, siapa yang tidak kenal mereka? Mereka merupakan output dari pendidikan Islami. Sekarang kita tanya, mana hasil pendidikan non Islami? Yang lahir dari konsep non Islami adalah anak-anak yang penakut, lebay, alay, dan semisalnya.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Prof. DR. Marjorie Gunnoe, seorang profesor psikologi di Calvin College, Grand Rapids, Michigan, mengungkapkan bahwa anak yang dipukul ketika usia 10 tahun memiliki sifat positif yang lebih baik diantaranya dalam hal akademis dan optimisme, dan tidak memiliki sifat negatif yang buruk.
Penelitian itu juga menunjukkan anak yang dipukul ringan oleh orangtuanya hingga usia 10 tahun akan mempunyai prestasi sekolah yang lebih baik dan mereka tampak lebih optimis dalam mengejar cita-citanya. Anak-anak ini lebih bersemangat dalam hal belajar, mengejar mimpinya untuk masuk universitas terkemuka serta membantunya lebih optimis dalam hal meraih mimpinya dibandingkan dengan anak yang tidak pernah dipukul sama sekali oleh orangtuanya.
Penelitian ini melibatkan 179 remaja yang ditanya mengenai seberapa sering mereka dipukul saat masih anak-anak dan pada usia berapa terakhir kali orangtua memukulnya. Jawaban yang didapat dibandingkan dengan perilakunya termasuk kelakuan negatif seperti anti sosial, aktifitas seksual yang lebih dini, kekerasan, depresi serta kelakuan positif lainnya.
Jadi, sesuai dengan fakta yang telah dibeberkan diatas, terbukti jelas bahwa Islam sama sekali tak pernah mengajarkan kekerasan pada anak dengan cara memukul. karena pukulan ini adalah langkah terakhir yang harus dilakukan ketika anak meninggalkan perkara yang sangat penting, seperti sholat dan susah untuk diberi nasehat.
Pukulan itupun tidak boleh dilakukan karena emosi, tapi harus didasari dengan kasih sayang, takut anaknya masuk neraka karena tak mau sholat. dan ada tatacara memukul tersendiri seperti yang telah disebutkan diatas.
Dan hasil penelitian yang dilakukan Prof. DR. Marjorie Gunnoe membuktikan bahwa konsep pendidikan yang telah dijelaskan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam 1500 tahun silam adalah sebaik-baik konsep untuk hari ini dan selamanya. Semoga Allah subhanahu wa ta'ala memberi taufik dan hidayah kepada kita semua, Aamiin.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا، وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
“Suruhlah anak-anakmu melakukan shalat di waktu dia berumur tujuh tahun, Dan pukullah mereka kalau sudah berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur di antara mereka (maksudnya antara anak laki-laki dan perempuan)”. (HR. Abu Daud)
Rasulullah menjelaskan dalam hadits diatas bahwa orang tua harus memerintahkan anaknya untuk shalat mulai dari berumur tujuh sampai sepuluh tahun. Itu artinya selama tiga tahun orangtua harus bersabar membimbing dan mengingatkan terus tentang shalat. Oleh karena itu kita bisa menghitung berapa kali perintah itu harus kita sampaikan kepada anak.
Perintah itu selama tiga tahun, tiga tahun sama dengan 3 x 365 hari = 1095 hari. Sementara shalat 5 x sehari semalam. Jadi 1095 x 5 = 5475 x perintah.
Baru setelah itu orang tua diperbolehkan untuk memukul jika tak mau melakukan sholat. Bahkan menggunakan cara memukul itupun merupakan cara terakhir jika anak sudah tidak bisa dinasehati dengan baik.
Itu artinya diperbolehkan memukul anak yang berusia 10 tahun, jika sudah disuruh sholat semenjak berusia 7 tahun. Bukan baru seminggu atau sebulan langsung main pukul saja. Dalam memukulnya pun ada tatacaranya, Tidak boleh secara serampangan.
Ingat, hadits diatas berbicara tentang masalah 'sholat' ini perkara asas dalam agama. Shalat itu wajib, dan juga penting sekali. Jadi tidak bisa dibenarkan ketika anak malas belajar atau tak mengerjakan PR kemudian dihukum layaknya meninggalkan sholat.
Terkait cara memukul anak, Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjelaskan,
"Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah memerintahkan agar kita memerintahkan anak-anak kita melakukan shalat saat mereka berusia tujuh tahun, atau kita memukul mereka saat mereka berusia sepuluh tahun. Padahal ketika itu mereka belum berusia balig. Tujuannya adalah akar mereka terbiasa melakukan ketaatan dan akrab dengannya. Sehingga terasa mudah dilakukan apabila mereka telah besar dan mereka mencintainya. Begitupula dengan perkara-perkara yang tidak terpuji, tidak selayaknya mereka dibiasakan sejak kecil meskipun mereka belum balig, agar mereka tidak terbiasa dan akrab ketika sudah besar." (Fatawa Nurun ala Darb, 11/386)
Beliau juga berkata,
"Perintah ini bermakna wajib. Akan tetapi dibatasi apabila pemukulan itu mendatangkan manfaat. Karena kadang-kadang, anak kecil dipukul tapi tidak bermanfaat pukulan tersebut. Hanya sekedar jeritan dan tangis yang tidak bermanfaat. Kemudian, yang dimaksud pukulan adalah pukulan yang tidak melukai. Pukulan yang mendatangkan perbaikan bukan yang mencelakakan." (Liqo Al-Bab Al-Maftuh, 95/18)
"Tidak boleh dipukul dengan pukulan melukai, juga tidak boleh memukul wajah atau di bagian yang dapat mematikan. Hendaknya dipukul di bagian punggung atau pundak atau semacamnya yang tidak membahayakannya. Memukul wajah mengandung bahaya, karena wajah merupakan bagian teratas dari tubuh manusia dan paling mulia. Jika dipukul bagian wajah, maka sang anak merasa terhinakan melebihi jika dipukul di bagian punggung. Karena itu, memukul wajah dilarang." (Fatawa Nurun ala Darb 13/2)
Kembali pada persoalan semula, Apakah Islam mengajarkan kekerasan pada anak dengan cara memukul pada anak yang tak mau melakukan sholat?
Sebelum kita menuju poin penting, mari kita sejenak membaca premis-premis beberapa tokoh seputar larangan memukul pada anak,
1. Ayah Edy (penulis buku pendidikan) dalam sebuah acara seminar berkata,
“...jangan pernah menghukum anak dengan menyetrap, memukul, atau menjewer."
2. Sebuah artikel Smart Parenting, Arifah Handayani menulis,
"Hukuman fisik menunjukkan bahwa tidak apa apa untuk melampiaskan kemarahan dengan pukulan atau memukul orang lain karena bersalah..."
3. Dalam artikel berjudul 'Alasan Mengapa Kita Tidak Boleh Memukul Anak' dituliskan,
"Memukul anak malah mengajarkan mereka untuk menjadi orang yang suka memukul... Hukuman fisik bisa membuat anak menangkap pesan yang salah yaitu ‘tindakan itu dibenarkan’..."
4. Dalam detik.com, artikel berjudul "Ini Alasan Dokter Melarang Orang Tua Memukul Anak Sebagai Hukuman" tertulis,
"Para dokter anak dari divisi pediatrik Royal Australasian College of Physicians (RACP) menyerukan bahwa hukuman fisik harus dibuat sebagai sebuah tindakan yang ilegal."
Dari ke-4 premis ini, kita hendaknya berfikir kritis. Tidak latah. Sebab ini adalah perkataan manusia, bukan wahyu. Sehingga, salah rasanya jika ada seorang manusia yang begitu mendengar warta seperti di atas, kemudian taklid (ikut-ikutan) ta'ashhub (fanatik) tanpa mengecek kebenaran hal tersebut.
Kita harus ingat bahwa semua perintah dan larangan dari Allah SWT di dalam Al-Quran maupun hadits Nabi Muhammad SAW pasti terkandung makna, manfaat dan hikmah di dalamnya. Ketika kita mendidik anak agar terbiasa mengerjakan sholat, Nabi Muhammad SAW mengajarkan kita untuk bersabar selama 3 tahun.
Jika sudah bersabar selama 3 tahun dan tidak berhasil dalam mendisiplinkannya, Maka barulah kita 'diperbolehkan' untuk memukulnya dengan cara yang syar'i seperti telah disebutkan diatas.
Bagaimanapun juga, watak setiap anak pasti berbeda. Demikian pula tabiat mereka. Di antara mereka ada yang cukup dengan pandangan mata untuk mendidik dan memarahinya, dan hal itu sudah memberikan pengaruh yang cukup mendalam serta membuatnya berhenti dari kesalahan yang dilakukannya. Ada anak yang bisa mengerti dan memahami maksud orang tua ketika orang tua memalingkan wajahnya sehingga dia berhenti dari kesalahannya. Ada yang cukup diberi pengarahan dengan kata kata yang baik. Ada pula anak yang tidak dapat diperbaiki kecuali dengan pukulan. Tidak ada yang memberi manfaat padanya kecuali sikap yang keras.
Saat itulah dibutuhkan pukulan dan sikap keras sekedar untuk memperbaiki keadaan si anak dengan tidak melampaui batas. Ibarat seorang dokter yang memberikan suntikan kepada seorang pasien. Suntikan itu memang akan terasa sakit bagi si pasien, namun itu hanya diberikan sesuai kadar penyakitnya. Sehingga boleh seseorang bersikap keras terhadap anak-anaknya manakala melihat mereka lalai atau mendapati kesalahan pada diri mereka. (Fiqh Tarbiyatil Abna`, hal. 170-171)
Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni (1/357) menjelaskan: “Perintah dan pengajaran ini berlaku bagi anak-anak agar mereka terbiasa melakukan shalat dan tidak meninggalkannya ketika sudah baligh.”
Dikisahkan oleh Nafi’: “Bahwasanya Abdullah bin ‘Umar rodiyallahu anhu apabila mendapati salah seorang anggota keluarganya bermain dadu, beliau memukulnya dan memecahkan dadu itu.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 1273)
Lihatlah pendidikan Abdullah bin Umar ini. Apakah ini tercela? Apakah ini pelampiasan marah? Betul. Dan marah itu ada 2, ada yang diridhoi oleh Allah dan ada yang terlarang. Marah jenis apakah yang diekspresikan Abdullah bin Umar? Tentunya ia adalah marah yang diridhoi oleh Allah, legal, bukan ilegal.
Karena Abdullah bin Umar dikenal sebagai ahlul ilm (orang yang berilmu). Sampai-sampai beliau disebutkan sebagai pencontoh nabi dalam segala sisi. Sehingga, miris kita mendengar doktrin "larangan" memukul anak, bahkan mereka mengatakan memukul akan menjadikan anak juga sebagai tukang pukul. Sama sekali tidak! Itu adalah sarana pendidikan. Yang salah adalah jika pukulan itu bukan tujuannya mendidik, tetapi ekspresi kemarahan yang tidak diridhoi Allah.
Sudahkah para 'pakar anak' itu membaca hadits-hadits dan sirah para sahabat dalam mendidik anak? Tidakkah mereka lihat, pada sebagian hidup mereka ada pola pendidikan bentuk pukulan? Lihatlah pula Ummul Mukminin ‘Aisyah rodiyllahu anha, sebagaimana penuturan Syumaisah Al-’Atakiyyah: “Pernah disebutkan tentang pendidikan bagi anak yatim di sisi ‘Aisyah, maka beliau pun berkata, 'Sungguh, aku pernah memukul anak yatim yang ada dalam asuhanku hingga dia telungkup menangis di tanah.” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad)
Inilah pendidikan Islam. Konsep pendidikan Islam sebagai rahmatan lil alamiin. Lihatlah hasil didikan Islami ini: Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Umar, dll, siapa yang tidak kenal mereka? Mereka merupakan output dari pendidikan Islami. Sekarang kita tanya, mana hasil pendidikan non Islami? Yang lahir dari konsep non Islami adalah anak-anak yang penakut, lebay, alay, dan semisalnya.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Prof. DR. Marjorie Gunnoe, seorang profesor psikologi di Calvin College, Grand Rapids, Michigan, mengungkapkan bahwa anak yang dipukul ketika usia 10 tahun memiliki sifat positif yang lebih baik diantaranya dalam hal akademis dan optimisme, dan tidak memiliki sifat negatif yang buruk.
Penelitian itu juga menunjukkan anak yang dipukul ringan oleh orangtuanya hingga usia 10 tahun akan mempunyai prestasi sekolah yang lebih baik dan mereka tampak lebih optimis dalam mengejar cita-citanya. Anak-anak ini lebih bersemangat dalam hal belajar, mengejar mimpinya untuk masuk universitas terkemuka serta membantunya lebih optimis dalam hal meraih mimpinya dibandingkan dengan anak yang tidak pernah dipukul sama sekali oleh orangtuanya.
Penelitian ini melibatkan 179 remaja yang ditanya mengenai seberapa sering mereka dipukul saat masih anak-anak dan pada usia berapa terakhir kali orangtua memukulnya. Jawaban yang didapat dibandingkan dengan perilakunya termasuk kelakuan negatif seperti anti sosial, aktifitas seksual yang lebih dini, kekerasan, depresi serta kelakuan positif lainnya.
Jadi, sesuai dengan fakta yang telah dibeberkan diatas, terbukti jelas bahwa Islam sama sekali tak pernah mengajarkan kekerasan pada anak dengan cara memukul. karena pukulan ini adalah langkah terakhir yang harus dilakukan ketika anak meninggalkan perkara yang sangat penting, seperti sholat dan susah untuk diberi nasehat.
Pukulan itupun tidak boleh dilakukan karena emosi, tapi harus didasari dengan kasih sayang, takut anaknya masuk neraka karena tak mau sholat. dan ada tatacara memukul tersendiri seperti yang telah disebutkan diatas.
Dan hasil penelitian yang dilakukan Prof. DR. Marjorie Gunnoe membuktikan bahwa konsep pendidikan yang telah dijelaskan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam 1500 tahun silam adalah sebaik-baik konsep untuk hari ini dan selamanya. Semoga Allah subhanahu wa ta'ala memberi taufik dan hidayah kepada kita semua, Aamiin.