Haruskah Menolak Lamaran Laki-Laki Pengangguran?

Haruskah Menolak Lamaran Laki-Laki Pengangguran?

author photo
KabarMakkah.Com - Haruskah menolak lamaran laki-laki pengangguran? Masalah ini kiranya sering menimpa saudara-saudara kita muslimah sehingga harus diketahui jawabannya. Untuk itu cek bahasan lebih jauh terkait masalah tersebut berikut ini.

Haruskah Menolak Lamaran Laki-Laki Pengangguran?


Jika ada seorang laki-laki yang melamar seorang perempuan, maka pertanyaan wajib yang diajukan orang tua atau walinya tiada lain adalah: “Apakah engkau sudah bekerja? Dimanakah engkau bekerja dan bekerja sebagai apa?”

Namun jika sang pelamar dengan malu menjawab: “eeuu..., sebenarnya saya masih mencari pekerjaan, Pak, Bu. Insya Allah saya sudah mengajukan beberapa lamaran ke perusahaan-perusahaan ternama di dekat sini”. Maka seketika itu juga kedua orang tua atau wali si gadis langsung mengambil keputusan. Keputusan yang diambil tentu saja menolak lamaran si pemuda.

Mapan tidaknya pekerjaan sang pelamar sering dijadikan tolak ukur bahagia tidaknya kehidupan putrinya kelak setelah menikah. Jika calon suami tidak punya pekerjaan alias pengangguran, sudah terbayang sulit dan sengsaranya kehidupan putrinya kelak. Maka lamaran dari seorang pengangguran lebih banyak ditolak ketimbang diterima. Jika pun diterima, hal itu hanya karena melihat kekayaan orang tua si penganggur yang cukup menggiurkan.

Padahal masalah ekonomi, hanya satu diantara sekian faktor penentu kebahagiaan rumah tangga. Banyak kita temui dalam kehidupan sehari-hari, terutama kehidupan para artis dimana baik pelamar maupun yang dilamar memiliki pekerjaan yang menghasilkan jutaan rupiah tiap bulannya, namun pernikahan mereka tidak bahagia. Pernikahan mereka diwarnai dengan pertengkaran, perselingkuhan dan akhirnya perceraian.

Di sisi lain tak sedikit pula pernikahan yang kehidupan rumah tangganya tidak bergelimang harta, hanya memiliki sepetak rumah sederhana, makan-minum seadanya dan pakaian yang tak bermerek namun mereka mampu mempertahankan mahligai pernikahan hingga kakek-nenek, hingga maut memisahkan mereka.

Jika demikian, seberapa besar sebenarnya faktor ekonomi mempengaruhi tingkat kebahagiaan rumah tangga? Haruskah seorang pemuda yang sudah bertemu jodohnya menunda-nunda melamar gadis impian hanya karena ia belum bekerja? Dan bagi pihak wanita, apakah setiap lamaran dari pemuda pengangguran harus selalu ditolak?

Mari kita lihat jawabannya dari pandangan Islam.

Ternyata Islam menempatkan faktor ekonomi secara adil. Bukan banyaknya rupiah yang dinilai Islam sebagai kemapanan ekonomi seseorang, namun kesungguhan seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidup anak dan istrinya.

Jadi yang dinilai adalah kesungguhan dalam mencari rezeki dengan mengerahkan seluruh kemampuan terbaik. Masalah hasil, ia serahkan kepada Allah SWT yang Maha Mengatur Rezeki. Cirinya, ia tidak bermalas-malasan dalam berusaha. Ia pun tidak mudah putus asa ketika menghadapi satu kesulitan. Bahkan jika datang kesulitan demi kesulitan pun ia akan bangkit dari keterpurukan dengan berbagai solusi yang dimilikinya.

Sehingga tidaklah benar jika menolak lamaran seseorang hanya karena ia belum bekerja. Dengan menikah justru mungkin membukakan pintu rezeki bagi keduanya. Beban yang selama ini ditanggung sendiri, sekarang bisa dibagi berdua sehingga akan terasa lebih ringan. Jika suami kesulitan mendapat kerja, istri boleh membantu bekerja dengan syarat sudah mengantungi izin suami dan bekerja di tempat yang diperbolehkan syari’at Islam.

Bekerjanya seorang istri bukan berarti suami hanya enak-enakan menunggu hasil. Justru dengan bekerjanya istri, suami akan lebih giat berusaha. Ia sadar istrinya hanya membantu dan sifatnya hanya sementara. Dialah tulang punggung utama keluarga dan dialah yang berkewajiban mencari rezeki.

Dengan saling bahu membahu seperti ini akan tercapai kebahagiaan rumah tangga. Hidup memang membutuhkan uang, namun rupiah tak selamanya melahirkan bahagia. Maka dari itu, lamaran laki-laki pengangguran tidak seharusnya selalu ditolak. Tengoklah pula karakter sikap, sifat dan agama si pelamar. Jika sudah yakin bahwa ia laki-laki sholeh yang bertanggung jawab namun hanya saja rezekinya saja yang masih sempit maka terimalah lamarannya.
Next article Next Post
Previous article Previous Post