KabarMakkah.Com – Memiliki anak yang sukses merupakan idaman bagi setiap orang tua. Tak hanya sukses di dunia, namun juga meraih sukses akhirat yang merupakan sukses sesungguhnya. Sangat bahagialah bagi orang tua yang bisa memiliki keturunan dengan kesuksesan tersebut.
Seiring berjalannya waktu, rasa ingin sukses di dunia sedikit demi sedikit mulai mengikis amalan untuk meraih sukses akhirat. Setiap orang mulai merasa disibukkan dengan dunia yang tak terpuaskan dan berusaha menjadi seseorang yang dipandang sukses di dunia.
Kenyataan tersebut sama seperti kisah seorang ayah yang dikarunia 9 orang anak yang semuanya bisa dikatakan sukses secara duniawi. Akan tetapi tidak sedikit pun rasa bangga yang terpancar dari raut wajah sang ayah tersebut. Ia justru bangga pada anak bungsunya yang masih berusia 9 tahun. Mengapa bisa seperti itu?
Kisahnya dimulai saat sang ayah bercerita kepada seorang ustadz tentang kesembilan anaknya. Namun ia lebih bangga terhadap anaknya yang nomor kesembilan alias si bungsu. Karena anaknya inilah ia bisa melaksanakan shalat sunat yang dianjurkan oleh Rasulullah yakni shalat malam atau tahajud.
Anak tersebut masih berada duduk di bangku SD kelas 6 dan anak tersebut bisa dikatakan luar biasa. Pada pukul 3 pagi, dari kamar tidur ayah tersebut terdengar suara keran kamar mandi yang mengucur seperti ada yang sedang membasuh sesuatu. Setelah didekati, subhanallah dilihatnya si bungsu yang sedang melakukan wudhu.
Saat ditanya mengenai apa yang dilakukannya, si bungsu berkata, “Saya lagi ambil wudhu, Pah.”
Karena masih anak-anak, ayahnya kemudian berkata, “Emang adik belum shalat isya yah?”
Dengan tegas si bungsu berkata, “Adik mau shalat tahajud Pah.”
Subhanallah jawaban si bungsu membuat sang ayah terdiam seribu kata. Ia pun kemudian menuju ruang tengah dan melakukan shalat malam tersebut sambil sesekali terdengar isakan tangis yang cukup membuat hati ayahnya terenyuh.
Ayahnya hanya bisa melihat si bungsu dari belakang tanpa diketahui anak tersebut. Selesai shalat, sang anak kemudian memanjatkan doa sambil terdengar isakan tangis kembali dan nampak anak tersebut sesekali mengusap air mata yang membasahi pipinya.
Doa yang dipanjatkannya adalah, “Ya Allah, ampunilah dosa mamah dan papah saya ya Allah. Ampuni juga dosa keluarga saya. Papah tidak bangun untuk shalat tahajud ya Allah, Mamah juga tidak bangun ya Allah.”
Meneteslah air mata sang ayah yang disertai dekapan eratnya kepada si bungsu. Ditanyanya si bungsu tentang apa yang membuatnya menangis. Dengan nada lirih, si bungsu berkata, “Adik ingin papah tajahud sama adik.” Semakin meneteslah air mata ayahnya tersebut sambil terusik dalam hati kecilnya, “Sungguh anakku ini masih kelas 6 SD namun sudah bisa melaksanakan tahajud, sementara aku sudah 44 tahun namun belum sedikit pun melakukannya. Ampuni aku ya Allah.”
Semenjak kejadian tersebut, ayah dan si bungsu mulai rajin melakukan shalat malam. Sang ibu pun perlahan-lahan mengikuti aktivitas mengharukan ayah dan anak tersebut.
Memang di kehidupan ini, kita merasa kurang dan kadang hidup dianggap tidak adil. Namun saat kita menghadap Allah di keheningan sepertiga malam yang terakhir, segala gundah akan terasa tenang. Kekhawatiran tentang masa depan diserahkan hanya kepada Allah semata. Itulah sebenar-benar tujuan yakni menuju keridhaan Allah.
Yakinlah saat kita melakukan dosa di pagi hari, Allah menunggu taubat kita di malam hari. Begitu pun sebaliknya. Namun ingatlah pula bahwa selagi nafas masih ada di tenggorokan, Allah masih menerima taubat kita.
Saudaraku.. Jangan tunda taubat dan ibadah kita hingga ajal menjelang.
Ilustrasi |
Seiring berjalannya waktu, rasa ingin sukses di dunia sedikit demi sedikit mulai mengikis amalan untuk meraih sukses akhirat. Setiap orang mulai merasa disibukkan dengan dunia yang tak terpuaskan dan berusaha menjadi seseorang yang dipandang sukses di dunia.
Kenyataan tersebut sama seperti kisah seorang ayah yang dikarunia 9 orang anak yang semuanya bisa dikatakan sukses secara duniawi. Akan tetapi tidak sedikit pun rasa bangga yang terpancar dari raut wajah sang ayah tersebut. Ia justru bangga pada anak bungsunya yang masih berusia 9 tahun. Mengapa bisa seperti itu?
Kisahnya dimulai saat sang ayah bercerita kepada seorang ustadz tentang kesembilan anaknya. Namun ia lebih bangga terhadap anaknya yang nomor kesembilan alias si bungsu. Karena anaknya inilah ia bisa melaksanakan shalat sunat yang dianjurkan oleh Rasulullah yakni shalat malam atau tahajud.
Anak tersebut masih berada duduk di bangku SD kelas 6 dan anak tersebut bisa dikatakan luar biasa. Pada pukul 3 pagi, dari kamar tidur ayah tersebut terdengar suara keran kamar mandi yang mengucur seperti ada yang sedang membasuh sesuatu. Setelah didekati, subhanallah dilihatnya si bungsu yang sedang melakukan wudhu.
Saat ditanya mengenai apa yang dilakukannya, si bungsu berkata, “Saya lagi ambil wudhu, Pah.”
Karena masih anak-anak, ayahnya kemudian berkata, “Emang adik belum shalat isya yah?”
Dengan tegas si bungsu berkata, “Adik mau shalat tahajud Pah.”
Subhanallah jawaban si bungsu membuat sang ayah terdiam seribu kata. Ia pun kemudian menuju ruang tengah dan melakukan shalat malam tersebut sambil sesekali terdengar isakan tangis yang cukup membuat hati ayahnya terenyuh.
Ayahnya hanya bisa melihat si bungsu dari belakang tanpa diketahui anak tersebut. Selesai shalat, sang anak kemudian memanjatkan doa sambil terdengar isakan tangis kembali dan nampak anak tersebut sesekali mengusap air mata yang membasahi pipinya.
Doa yang dipanjatkannya adalah, “Ya Allah, ampunilah dosa mamah dan papah saya ya Allah. Ampuni juga dosa keluarga saya. Papah tidak bangun untuk shalat tahajud ya Allah, Mamah juga tidak bangun ya Allah.”
Meneteslah air mata sang ayah yang disertai dekapan eratnya kepada si bungsu. Ditanyanya si bungsu tentang apa yang membuatnya menangis. Dengan nada lirih, si bungsu berkata, “Adik ingin papah tajahud sama adik.” Semakin meneteslah air mata ayahnya tersebut sambil terusik dalam hati kecilnya, “Sungguh anakku ini masih kelas 6 SD namun sudah bisa melaksanakan tahajud, sementara aku sudah 44 tahun namun belum sedikit pun melakukannya. Ampuni aku ya Allah.”
Semenjak kejadian tersebut, ayah dan si bungsu mulai rajin melakukan shalat malam. Sang ibu pun perlahan-lahan mengikuti aktivitas mengharukan ayah dan anak tersebut.
Memang di kehidupan ini, kita merasa kurang dan kadang hidup dianggap tidak adil. Namun saat kita menghadap Allah di keheningan sepertiga malam yang terakhir, segala gundah akan terasa tenang. Kekhawatiran tentang masa depan diserahkan hanya kepada Allah semata. Itulah sebenar-benar tujuan yakni menuju keridhaan Allah.
Yakinlah saat kita melakukan dosa di pagi hari, Allah menunggu taubat kita di malam hari. Begitu pun sebaliknya. Namun ingatlah pula bahwa selagi nafas masih ada di tenggorokan, Allah masih menerima taubat kita.
Saudaraku.. Jangan tunda taubat dan ibadah kita hingga ajal menjelang.