KabarMakkah.Com - Ternyata bukan hanya pahala yang bisa tetap diterima ganjarannya ketika seseorang telah tiada. Ada dua dosa yang tetap mengalir meski sudah meninggal dunia. Untuk itu kita harus berhati-hati jangan sampai perbuatan di dunia ini memasukkan kita ke dalam kategori orang yang tetap menerima dosa setelah meninggal.
Selama ini kita hanya tahu, bahwa ada beberapa amalan jariyah yang pahalanya akan tetap dapat dirasakan oleh si pelaku amal walaupun sudah meninggal dunia. Namun ternyata itu pun akan berefek sama dengan pelaku dosa. Apa saja dua dosa tersebut? Dibawah ini adalah ulasannya.
1. Orang yang Menjadi Pelopor Maksiat
Pelopor adalah orang yang mengawali segala sesuatu. Ia tidak menyeru orang lain agar mengikuti perbuatannya. Namun secara tidak langsung perbuatannya telah menginspirasi orang lain berbuat hal serupa. Berarti orang yang mengikuti, tergerak secara suka rela tanpa paksaan sedikit pun.
Jika perbuatan tersebut ada dalam ranah amal soleh tentu akan menjadi hal yang sangat bagus. Ia berhasil mendakwahkan kebaikan tanpa orang yang mengikuti merasa tertekan dan tergurui. Orang yang mengikuti rela hati ikhlas lillahi ta’ala mengikuti jejak langkah-langkah kebaikan orang tersebut.
Namun lain cerita, jika seseorang menjadi pelopor amal salah. Ia telah berhasil menginspirasi orang lain untuk berbuat maksiat serupa dengan dirinya. Maka Nabi Muhammad SAW bersabda dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Jabir Bin Abdillah:
“Siapa yang mempelopori satu kebiasaan buruk dalam Islam, maka dia mendapatkan dosa keburukan itu, dan dosa setiap orang yang melakukan keburukan itu karena ulahnya, tanpa dikurangi sedikit pun dosa mereka.” (HR Muslim).
Maka demikian pula dengan putra Nabi Adam yang bernama Qabil. Qabil adalah orang pertama yang menumpahkan darah orang lain. Qabil membunuh Habil yang merupakan saudaranya sendiri karena menginginkan jodoh yang lebih cantik yang diperuntukkan bagi Habil.
Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak ada satu jiwa yang terbunuh secara dzalim, melainkan anak Adam yang pertama kali membunuh akan mendapatkan dosa karena pertumpahan darah itu.” (HR Bukhari-Muslim).
Orang yang mengikuti berbuat dosa serupa, bukan berarti tidak mendapatkan ganjaran dosa. Si pengikut tetap mendapatkan ganjaran dari dosa akibat perbuatannya. Namun si pelopor akan memikul dosa keburukan yang diperbuat pengikutnya. Jika pengikut maksiat itu bukan hanya seorang, maka semakin berlipat-lipatlah dosa yang diterima si pelopor. Dosa yang membuatnya dilemparkan keras ke dalam neraka, ke dalam api yang menyala-nyala. Nau’dzubillahi min dzalika
2. Orang yang Mengajak atau Memaksa Orang Lain Berbuat Salah
.
Kategori kedua ini berbeda halnya dengan pelopor. Kategori kedua ini selain dirinya berbuat maksiat, ia pun menyeru orang lain untuk berbuat hal serupa. Ajakannya bisa berupa seruan motivasi maupun berupa paksaan. Orang yang demikian adalah orang yang sesat dan menyesatkan.
Allah SWT berfirman:
“Mereka akan memikul dosa-dosanya dengan penuh pada hari kiamat, dan berikut dosa orang-orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka disesatkan).” (QS An Nahl: 25).
Hadist bermakna serupa diterima dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang mengajak pada kesesatan, dia mendapatkan dosa seperti dosa orang yang mengikutinya, tidak dikurangi sedikit pun.” (HR Ahmad dan Muslim).
Jika kesesatan tersebut berupa perbuatan yang sudah jelas penyimpangannya seperti ajakan untuk merampok, mencuri, membunuh, menganiaya orang lain, berbuat mesum dan sebagainya mungkin kita dapat berpikir dua kali untuk menerima ajakan tersebut. kita tahu hal-hal tersebut akan berbuah penyesalan di akhirat kelak.
Akan tetapi jika kesesatan tersebut berupa ajakan untuk berbuat syirik yang dibungkus dengan dalih ibadah, biasanya banyak orang tergelincir kedalamnya. Seperti penggalan ayat di atas, mereka tidak mengetahui sedikit pun bahwa mereka tengah disesatkan. Namun ketidaktahuan ini tidak menyebabkan mereka terbebas dari dosa. Mereka telah bersalah karena menyadari mereka tidak berpengetahuan namun tidak mau mencari tahu. Mereka telah bersalah karena telah mempercayakan segala praktek ritual peribadahan tersebut pada orang yang dianggap alim.
Padahal orang alim yang tidak memurnikan ibadah hanya untuk Allah semata, baik dalam hal dzat yang diibadahi maupun tata cara peribadahan, ia sebenarnya adalah penyesat yang menyesatkan. Orang berbahaya dan membahayakan. Orang yang akan mendapat limpahan dosa walau raganya telah tiada.
Demikian, semoga kita dapat berpikir ulang ketika memutuskan untuk melakukan suatu amal yang menyimpang dari nilai-nilai kebenaran Islam. Jangan sampai kita harus bertanggung jawab terhadap dosa orang lain yang meniru perbuatan maksiat kita.
Selama ini kita hanya tahu, bahwa ada beberapa amalan jariyah yang pahalanya akan tetap dapat dirasakan oleh si pelaku amal walaupun sudah meninggal dunia. Namun ternyata itu pun akan berefek sama dengan pelaku dosa. Apa saja dua dosa tersebut? Dibawah ini adalah ulasannya.
1. Orang yang Menjadi Pelopor Maksiat
Pelopor adalah orang yang mengawali segala sesuatu. Ia tidak menyeru orang lain agar mengikuti perbuatannya. Namun secara tidak langsung perbuatannya telah menginspirasi orang lain berbuat hal serupa. Berarti orang yang mengikuti, tergerak secara suka rela tanpa paksaan sedikit pun.
Jika perbuatan tersebut ada dalam ranah amal soleh tentu akan menjadi hal yang sangat bagus. Ia berhasil mendakwahkan kebaikan tanpa orang yang mengikuti merasa tertekan dan tergurui. Orang yang mengikuti rela hati ikhlas lillahi ta’ala mengikuti jejak langkah-langkah kebaikan orang tersebut.
Namun lain cerita, jika seseorang menjadi pelopor amal salah. Ia telah berhasil menginspirasi orang lain untuk berbuat maksiat serupa dengan dirinya. Maka Nabi Muhammad SAW bersabda dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Jabir Bin Abdillah:
“Siapa yang mempelopori satu kebiasaan buruk dalam Islam, maka dia mendapatkan dosa keburukan itu, dan dosa setiap orang yang melakukan keburukan itu karena ulahnya, tanpa dikurangi sedikit pun dosa mereka.” (HR Muslim).
Maka demikian pula dengan putra Nabi Adam yang bernama Qabil. Qabil adalah orang pertama yang menumpahkan darah orang lain. Qabil membunuh Habil yang merupakan saudaranya sendiri karena menginginkan jodoh yang lebih cantik yang diperuntukkan bagi Habil.
Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak ada satu jiwa yang terbunuh secara dzalim, melainkan anak Adam yang pertama kali membunuh akan mendapatkan dosa karena pertumpahan darah itu.” (HR Bukhari-Muslim).
Orang yang mengikuti berbuat dosa serupa, bukan berarti tidak mendapatkan ganjaran dosa. Si pengikut tetap mendapatkan ganjaran dari dosa akibat perbuatannya. Namun si pelopor akan memikul dosa keburukan yang diperbuat pengikutnya. Jika pengikut maksiat itu bukan hanya seorang, maka semakin berlipat-lipatlah dosa yang diterima si pelopor. Dosa yang membuatnya dilemparkan keras ke dalam neraka, ke dalam api yang menyala-nyala. Nau’dzubillahi min dzalika
2. Orang yang Mengajak atau Memaksa Orang Lain Berbuat Salah
.
Kategori kedua ini berbeda halnya dengan pelopor. Kategori kedua ini selain dirinya berbuat maksiat, ia pun menyeru orang lain untuk berbuat hal serupa. Ajakannya bisa berupa seruan motivasi maupun berupa paksaan. Orang yang demikian adalah orang yang sesat dan menyesatkan.
Allah SWT berfirman:
“Mereka akan memikul dosa-dosanya dengan penuh pada hari kiamat, dan berikut dosa orang-orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka disesatkan).” (QS An Nahl: 25).
Hadist bermakna serupa diterima dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang mengajak pada kesesatan, dia mendapatkan dosa seperti dosa orang yang mengikutinya, tidak dikurangi sedikit pun.” (HR Ahmad dan Muslim).
Jika kesesatan tersebut berupa perbuatan yang sudah jelas penyimpangannya seperti ajakan untuk merampok, mencuri, membunuh, menganiaya orang lain, berbuat mesum dan sebagainya mungkin kita dapat berpikir dua kali untuk menerima ajakan tersebut. kita tahu hal-hal tersebut akan berbuah penyesalan di akhirat kelak.
Akan tetapi jika kesesatan tersebut berupa ajakan untuk berbuat syirik yang dibungkus dengan dalih ibadah, biasanya banyak orang tergelincir kedalamnya. Seperti penggalan ayat di atas, mereka tidak mengetahui sedikit pun bahwa mereka tengah disesatkan. Namun ketidaktahuan ini tidak menyebabkan mereka terbebas dari dosa. Mereka telah bersalah karena menyadari mereka tidak berpengetahuan namun tidak mau mencari tahu. Mereka telah bersalah karena telah mempercayakan segala praktek ritual peribadahan tersebut pada orang yang dianggap alim.
Padahal orang alim yang tidak memurnikan ibadah hanya untuk Allah semata, baik dalam hal dzat yang diibadahi maupun tata cara peribadahan, ia sebenarnya adalah penyesat yang menyesatkan. Orang berbahaya dan membahayakan. Orang yang akan mendapat limpahan dosa walau raganya telah tiada.
Demikian, semoga kita dapat berpikir ulang ketika memutuskan untuk melakukan suatu amal yang menyimpang dari nilai-nilai kebenaran Islam. Jangan sampai kita harus bertanggung jawab terhadap dosa orang lain yang meniru perbuatan maksiat kita.