Haji: Antara Panggilan Allah Dan Bisikan Syetan

Haji: Antara Panggilan Allah Dan Bisikan Syetan

author photo
Di dalam sebuah hadits Nabi, beliau Saw bersabda:’’ Tidak ada yang lebih pantas balasan bagi haji mabrur (diterima), kecuali surga (H.R Bukhori). Ketika mendengar hadis ini, seolah-olah Nabi Saw ingin mengatakan kepada semua pengikutnya agar supaya ritual hajinya benar-benar diterima oleh Allah Swt, alias mabrur.

Sebab, makna yang tersirat di dalam ‘’Mabrur’’ itu mampu memberikan perubahan signifikan terhadap perilaku, sikap, serta pitutur pelaku haji itu sendiri. Para ulama’ sepakat, yang dinamakan haji mabrur ialah haji yang benar-benar menggunakan dana yang halal seratus persen, dan memberikan dampak yang positif terhadap perilakunya sehari-hari.



berita haji 2015


Namun, tidak semua orang yang menunaikan ibadah haji setiap tahun memiliki predikat mabrur. Sebab, realitasnya masih banyak pejabat, ustad (kyai), yang berhaji berkali-kali, tetapi masih suka menipu, berdusta, korupsi. Padahal, mereka sering datang ke Makkah, baik umrah maupun haji. Jika haji dan umrahnya benar, pasti akan memberikan perubahan signifikan terhadap prilaku mereka.

Barangkali benar apa yang ditulis oleh K.H. Prof. Dr. Ali Mustafa Ya’kub, seorang ulama’ yang sekaligus Imam Besar Masjid Istiqal Jakarta, yang pernah menulis kolom bertajuk ‘’Haji Pengabdi Syetan’’. Beliau mengkritik, disaat bencana datang bertubi-tubi, ternyata beberapa pejabat yang ikut serta menunaikan ibadah haji (GATRA, 17/10). Ternyata, anak istri, orangtua, dan mertua, juga ikut serta menunaikan ibadah haji. Total, jumlah jama’ah yang ikut sekitar 60 orang, tetapi mereka membiayai sendiri keberangkatan haji ke tanah Suci.

Yang menjadi pertanyaan ialah, begitu giatnya sebagian orang Indonesia menunaikan ibadah haji hingga berkali-kali. Jangan-jangan, keberangkatan mereka itu bukan karena perintah-Nya, melainkan bisikan dan nyayian syetan yang sangat indah nan lembut.

Ali Mustafa melanjutkan:’’ jangan-jangan kita mengikuti bisikan syetan agar di mata orang awam disebut orang luhur. Banyak orang yang beranggapan, syetan hanya menyuruh kita berbuat jahat, tidak menyuruh beribadah. Iblis tidak menyuruh orang suka beribadah untuk mabuk, melainkan menyuruhnya, antara lain haji berkali-kali (GATRA, 17/2010).

Diterangkan dalam sebuah kisah klasik, seorang ahli ibadah menabung uang bertahun-tahun untuk bekal menunaikan ibadah haji. Ketika bekal (uang) sudah cukup. Dia melihat tetangganya yang sangat miskin, dan tidak mampu membeli makan. Demi memenuhi kebutuhan perut, khawatir tetangganya itu akan mengkonsumsi barang haram. Melihat tetangganya seperti itu, ia-pun merelakan uang yang akan digunakan berangkat haji untuk membantu tetangganya tersebut. Dia rela, tidak jadi menunaikan ibadah haji, demi menyelamatkan tetangganya. Dan hal ini ternyata dikabarkan, bahwa orang yang niat haji hakekatnya sudah menjadi haji mabrur.

Ini benar kiranya. Sebab, setiap orang yang sudah niat haji wajib, kemudian sudah menabung, tetapi dia gagal berangkat dengan alasan yang syar'i (agama), seperti; ditipu, uangnya dibawa kabur. Sesungguhnya, orang tersebut sudah dikategorikan telah menunaikan ibadah haji. Nabi Saw menuturkan:’’ barang siapa sudah niat (keluar rumah) menunaikan ibadah haji, maka ia senantiasa dalam naungan-Nya. Jika ia meninggal sebelum melaksanakan nusuk (ibadah haji) di Makkah, maka pahalnya tetap sempurna di sisi-Nya. [1]

Banyak sekali muslim Indonesia yang tertipu oleh travel dan KBIH nakal yang tidak memberangkatkan jamaahnya ke tanah suci. Tangisan mereka akan mengemparkan penduduk langit. Keluhan mereka akan sampai ke langit. Wajar, jika Nabi Saw menuturkan bahwa do’anya jama’ah haji itu tidak akan ditolak oleh Allah Swt. Sebab, mereka mengumpulkan uang sedikit demi sedikit, dengan niatan memenuhi panggilan-Nya, ternyata segelintir manusia berhati iblis membawa kabur keringat mereka.

Sungguh, inilah yang disebut dengan menunaikan haji yang sebenarnya. Walaupun mereka belum pernah melihat rumah Allah Swt, tetapi do’a mereka telah menembus dinding-dinding baitulah yang agung nan mulia.

Jika dianalogikan, yang pantas menjadi tamu (duta Allah) di Makkah, bukanlah mereka yang haji atau umrah berkali-kali. Tetapi, mereka yang menabung bertahun-tahun untuk berjumpa dengan-Nya melalui celah-celah rumah-Nya.

Jujur, seandainya uang mereka dipergunakan meng-hajikan hamba-hamba Allah yang sholih. Itu lebih baik, dari pada memenuhi nafsu hajinya. Sebab, nafsu haji berkali-kali itulah yang disebut dengan nyanyian syetan yang begitu indah nan merdu. Sehingga mereka mengira, bahwa panggilan itu panggilan Allah, padahal sejatinya adalah bisikan syetan.

[1] . Sayyid Muhammad, Dr. 2000. Al-Khasais al-Ummat al-Muhammadiyah (Maktabah Malik Fahad al-Wataniyah- Al-Madinah al-Munawarah), hlm 197

Penulis: Abdul Adzim Irsyad
Alumnus Umm Alqura University Makkah
Sumber: https://tarbawi.wordpress.com/2010/11/16/haji-antara-bisikan-syetan-dan-panggilan-allah
Next article Next Post
Previous article Previous Post