Kisah Muallaf: Dua Kali Cerai, Dipukul Dan Diinjak Saat Shalat

Kisah Muallaf: Dua Kali Cerai, Dipukul Dan Diinjak Saat Shalat

author photo
KabarMakkah.Com – Kisah muallaf ini sungguh sangat terjal dan mendaki. Berbagai ujian kehidupan seakan mewarnai perjuangannya untuk mendapatkan ganjaran yang melimpah. Dengan ujian ini pula, seorang muallaf akan terbukti apakah sungguh-sungguh dalam hijrahnya ataukah hanya berpura-pura demi tujuan duniawi.

Wanita muallaf baru ini mendapatkan hidayah ketika melanjutkan pendidikan pasca sarjana di sebuah tempat di Kota Bogor. Terlahir berketurunan Ambon, ia memeluk agama yang menjadi keyakinan keluarganya yakni Kristen Protestan. Namun bukannya mengikuti jejak keluarganya yang telah yakin, justru agama yang dianutnya menjadi sebuah keraguan. Sebuah ragu yang senantiasa menggelayut hingga terbawa dalam mimpi.

Kisah Muallaf: Dua Kali Cerai, Dipukul Dan Diinjak Saat Shalat
Ilustrasi
Dalam keraguannya, sempat terpikir mengenai aktivitas yang ia jalani sehari-hari. Aktivitas yang berulang mulai dari makan, berkegiatan dan tidur seakan hanya sebuah aktivitas semu tanpa ada tujuan. Sebuah aktivitas yang tidak memberikan apa yang dia cari selama ini.

Kehidupan kampusnya pun membuat ia bisa bertemu dengan para sahabat dari kalangan muslim dan muslimah. Ia melihat bahwa mereka merupakan sosok yang begitu taat dimana hampir shalat lima waktu tak pernah mereka tinggalkan. Padahal dalam benaknya, untuk beribadah ke gereja sekali saja sudah malasnya minta ampun.

Ketika tidur pun, kecamuk dalam pikirannya semakin membuatnya ketakutan. Ia bermimpi berada dalam sebuah lorong yang dipenuhi dengan api. Ketakutan dan rasa mencekam begitu nyata di hadapannya. Setelah beberapa hari kemudian barulah ia tahu bahwa mimpinya tersebut adalah sebuah lorong di neraka.

Dalam mencari kebenaran tersebut, ia akhirnya bertanya kepada beberapa teman muslimahnya perihal alam lain seperti surga dan neraka. Ia juga bertanya tentang ibadah berikut dengan ketentuannya. Ia merasa bahwa islam adalah agama yang sempurna dan mengatur hidup manusia dari hal yang terkecil hingga yang paling besar.

Dan tanggal 14 Juni 2013 menjadi hari dimana hidayah menyapanya. Ia dengan mantap memutuskan untuk bersyahadat setelah sebelumnya bermimpi menemukan cahaya yang membuat batinnya terbuka. Namun hidayah yang didapatkannya tak lantas membuat ia bisa tenang dan damai. Justru ujian demi ujian terus datang bertubi-tubi. Rasa perih dan menyakitkan sudah menjadi keseharian dari wanita asal Papua ini.

Ini karena dua hari setelah bersyahadat, ia diceraikan oleh suaminya dan tiga hari setelah bersyahadat, ia justru disuruh pulang oleh keluarganya. Alasan yang diutarakan pihak keluarga adalah sang ayah yang tengah sakit parah. Namun rupanya pihak keluarga berbohong ketika dirinya bersama dengan anaknya tiba di sana. Ayahnya terlihat segar bugar saat itu.

Pihak keluarga ternyata berkeinginan untuk mengajak kembali kepada agamanya dahulu. Akan tetapi keimanan yang telah menancap membuat dirinya tak gentar melawan sikap keluarga. Mereka lantas memberikan sikap yang lebih keras dengan harapan sang wanita mau kembali kepada ajarannya dahulu. Ketegasannya membuat pihak keluarga pun memukuli dan menginjak saat ia tengah melakukan shalat.

Dengan tekad yang kuat, ia ingin segera berangkat kembali ke Bogor secara sembunyi-sembunyi. Akhirnya ia pun bisa terhindar dari keluarganya yang dzalim dan menemukan seseorang yang mau menikahinya. Akan tetapi pernikahan keduanya pun hanya seumur jagung. Ia harus kembali menjanda setelah 120 hari masa pernikahan. Dan yang lebih disayangkan lagi adalah ia tengah mengandung dari mantan suaminya yang kasar dan tak memberi nafkah tersebut.

Kesabaran untuk tetap istiqamah dalam agama Islam akhirnya membuat ia bisa merasakan manisnya buah keimanan. Salah seorang sahabatnya yang baik hati dan taat beragama datang melamar dan mau menerima kedua anaknya sebagai anak kandungnya sendiri.

Laki-laki tersebut sudah melihat perjuangan yang dialami oleh sang wanita demi mempertahankan akidahnya dan ia pun ingin mendukungnya dengan menjadikannya istri yang saling bahu membahu dalam menggapai ridha illahi.

Kebahagiaan pun semakin terlihat jelas ketika pihak keluarga mengakui kesalahan mereka dan berusaha meminta maaf dengan datang ke Bogor. Pada akhirnya, kini ia benar-benar bisa merasakan buah keimanannya yang telah menguji dengan bertubi-tubi.

Semoga kisah Muallaf ini menjadikan kita benar-benar yakin bahwa memang sebuah perjuangan memerlukan pengorbanan.

Wallahu A’lam

Next article Next Post
Previous article Previous Post