Ibu, Pantaskah Surga Ada Di Bawah Telapak Kakimu?

Ibu, Pantaskah Surga Ada Di Bawah Telapak Kakimu?

author photo
KabarMakkah.Com - “Nak, Jangan pernah melawan perintah Ibu! Bukankah kamu tahu, Jika surga di bawah telapak kaki Ibu?”. Itulah kalimat ampuh bak senjata pamungkas yang sering dilontarkan oleh seorang Ibu jika sang anak berani melawan perintahnya. Namun masih pantaskah surga ada di bawah telapak kaki ibu?

Surga di bawah telapak kaki ibu


Saudariku yang telah dipercaya oleh Allah SWT mengemban amanah sebagai seorang ibu, renungkanlah... Jika kelakuan kita masih seperti point-point di bawah ini tanyakan pada hati nurani ‘Masih pantaskah surga itu ada di bawah telapak kaki kita?’

1. Tidak Mengharapkan Kehadiran Sang Anak

Ketika seorang wanita dinyatakan positif hamil karena hubungan di luar nikah maka bukan rasa senang dan bahagia yang menyelimuti perasaannya. Justru rasa benci, sedih, marah dan kesal, membuat malam-malamnya resah dan gelisah. Tidurnya tak lagi nyenyak. Makannya tak lagi enak. Ia tidak menginginkan dirinya hamil. Rasa frustasi akhirnya menjerumuskannya melakukan segala cara untuk menggugurkan kehamilan itu.

Namun takdir Allah berkata lain. Janin di dalam kandungannya tetap tumbuh dan akhirnya lahir dengan selamat. Coba bayangkan bagaimana hancurnya perasaan si anak jika ia tahu bahwa sang ibu tidak menginginkan kehadirannya. Coba bayangkan pedihnya perasaan si anak jika ia tahu sang ibu berusaha membunuhnya.

Lalu dengan perasaan tidak bersalah, sang ibu dengan seenaknya berkata bahwa surga ada di bawah telapak kakinya. Bagaimana mungkin surga itu ada di bawah telapak kaki seorang ibu yang telah berusaha menghalang-halangi kesempatan hidup keturunannya sendiri?

2. Tidak Menjaga Masa Kehamilan

Tipe wanita kedua adalah ia yang mengabaikan kesehatan diri dan janin yang tengah dikandungnya. Kesehatan yang dimaksud disini meliputi kesehatan fisik dan spiritual dimana masa kehamilan sembilan bulan lebih beberapa hari yang dialaminya tidak dimanfaatkan dengan optimal.

Ia tidak pernah menjaga pola makan, pola istirahat dan pola olahraga selama kehamilannya. Junk food masih menjadi keseharian menunya. Suapan demi suapan ke mulutnya pun tidak pernah diawali dengan Basmallah. Begadang menonton serial TV favorit masih tiap hari dilakoninya. Alhasil jangankan tajahud, sholat subuh pun lebih sering kesiangan. Ia tidak pernah pula menggerakkan badan berolahraga dan kerjaannya hanya bersantai di depan televisi.

Tak pernah terlintas di pikirannya untuk berkomunikasi dengan janin yang ada di rahimnya. Tak ada sentuhan-sentuhan lembut tangan sang Ibu yang dirasakan janin tersebut. Tak ada pula lantunan ayat-ayat suci Al Qur’an yang dapat didengar telinga seorang janin yang dikandungnya.
Lalu masih pantaskah surga ada di bawah telapak kaki Ibu yang demikian?

3. Tidak Memberi Tauladan Baik Bagi Anak

Anak adalah peniru yang sangat ulung. Ia akan meniru semua perkataan dan perbuatan orang-orang di sekelilingnya dengan sangat handal. Jika keseharian sang Ibu banyak diwarnai perbuatan dan perkataan tercela maka jangan menyalahkan siapa-siapa jika anaknya pun berbuat hal yang sama.
Bergunjing membicarakan aib orang lain, memfitnah sehingga terjadi adu domba, bertengkar hingga keluar kata-kata kasar bahkan berani melawan orang tua, semua itu adalah buah yang harus dipetik karena ibu salah memberi contoh.

Jika Ibu yang seharusnya memberi tauladan yang baik, justru banyak mencontohkan tauladan buruk. Maka apakah masih pantas surga ada di bawah telapak kaki Ibu?

4. Meninggalkan Dan Menelantarkan Anak

Anak yang masih berada dalam masa pertumbuhan sangat menggantungkan seluruh hajat hidupnya pada orang lain. Di sinilah keberadaan ibu sangat diperlukan. Pada masa ini Ibu harus mengajarkan pada seorang anak bagaimana cara mengurus diri dan bagaimana cara menjalani kehidupan yang benar. Masa ini disebut juga masa pembentukkan karakter dan kepribadian.

Namun apa jadinya jika orang yang sangat diperlukan kehadirannya itu justru meninggalkan dan menelantarkan sang anak. Anak yang merupakan titipan Allah pada seorang ibu, dititipkannya kembali pada orang lain. Anak tidak lagi mengenal baik ibunya, begitu pun ibu tidak lagi mengenal baik karakter anaknya. Anak justru lebih dekat dengan pengasuhnya.

Jika Ibu memang harus meninggalkan anaknya dengan alasan syar’i dan ia berusaha mencari seorang yang bertakwa untuk mengasuh anaknya sehingga anak tumbuh di lingkungan Islami, maka mungkin hal ini masih bisa diterima. Ia harus mencari pengasuh yang memiliki akhlakul karimah agar mengajarkan anaknya untuk mengenal Tuhan. Sholat dan mengaji pun menjadi keseharian sang anak.

Namun kecelakaanlah jika pengasuh hanya mengenalkan berbagai macam hiburan yang merusak moral dari media televisi. Dan siapakah kelak yang akan dimintai pertanggung-jawaban atas rusaknya moral anak? Apakah si pengasuh? Tentu saja bukan. Ibulah yang tetap akan dimintai tanggung jawabnya oleh Allah SWT kelak.

Lalu masih pantaskah surga ada di bawah telapak kaki Ibu?

5. Hanya Mementingkan Urusan Duniawi Sang Anak

Ada seorang ibu yang sangat sayang pada anaknya sehingga ia sibuk bekerja untuk memenuhi segala macam kebutuhan hidup si anak. Tak pernah ada permintaan anak yang tidak dipenuhinya. Dengan mudah si anak akan memperoleh segala apa yang diinginkan. Kerja keras sang ibu semata-mata didedikasikan untuk kesuksesan urusan duniawi anak.

Ia akan bangga jika anaknya kelak mempunyai rumah bak istana, mempunyai kendaraan mewah, tabungan di bank melimpah, menyandang gelar dan jabatan tinggi serta memiliki pendamping hidup yang setara dalam hal kaya harta. Maka ia mempersiapkan segala sesuatunya mulai dari sekarang. Ia tidak sadar bahwa dirinya justru sedang membentuk karakter anak yang tidak akan bisa berdiri dengan kaki sendiri. Anak yang tidak akan bisa bertahan jika dirinya dihadapkan pada berbagai kesulitan hidup.

Tak masalah baginya jika si anak tidak mengenal huruf alif dalam Al Qur’an. Tak masalah pula baginya jika si anak tak hafal bacaan sholat saking jarangnya anaknya sholat. Dirinya memang sering pergi menghadiri pengajian namun tak pernah sekalipun anaknya diajak turut serta. Ia sudah cukup puas jika anaknya tidak berperilaku buruk terhadap orang lain.

Lalu bagaimana bisa surga ada di bawah telapak kaki ibu macam ini?

6. Berlaku Aniaya Terhadap Anak

Acap kali media koran maupun elektronik memberitakan seorang ibu yang menganiaya anaknya sendiri. Padahal kesalahan yang dilakukan si anak sungguh hanya merupakan hal sepele. Namun sang ibu dengan tega melakukan kekerasan baik verbal maupun fisik. Kata-kata kasar, kutukan, layangan tangan serta kaki mendera tubuh kecil itu dengan bertubi-tubi.

Tak ada dekapan kasih sayang. Tak ada kata-kata sejuk penuh nasihat yang mengajarkan anak agar tidak berbuat salah. Hilang sudah perhatian dan pengertian. Semua kesalahan anak diselesaikan dengan amarah dan hukuman.

Pantaskah surga masih ada di telapak kaki ibu seperti itu?

Sungguh panggilan ibu sangat berarti besar dalam hidup seorang anak. Namun ternyata peran kita sangat kecil dalam menuntunnya ke jalan kebaikan. Panggilan mulia itu justru kita sepelekan begitu saja.

Wahai Saudariku muslimah.... mudah-mudahan kita tidak termasuk salah satu tipe ibu seperti di atas agar gelar ibu layak kita sandang dan agar surga pantas berada di bawah telapak kaki kita.
Next article Next Post
Previous article Previous Post