Kisah Nyata: Gagal Naik Haji Karena Tak Jujur Pada Istri

Kisah Nyata: Gagal Naik Haji Karena Tak Jujur Pada Istri

Kebaikan harus disampaikan dengan cara yang baik pula. Kebaikan yang dipasarkan dengan cara yang kurang baik apalagi buruk, akan berakibat fatal; baik bagi pelaku maupun objek kebaikan. Selayaknya dakwah yang berarti mengkampanyekan kebaikan, tatkala disampaikan dengan serampangan apalagi kekerasan, maka akibat fatalnya akan menimpa sang dai dan dakwah secara umum, juga penolakan dari objek dakwah.

Tersebutlah seorang suami yang biasa dipanggil Abah. Beliau adalah suami yang baik. Seorang petani yang juga pedagang padi. Beliau terbiasa membeli padi dari pemilik sawah di kampungnya, menyelipnya, kemudian menjualnya kepada masyarakat. Sebab amanahnya dalam berdagang, usahanya maju dan cukup dikenal oleh petani di luar kampungnya.

Tergolong muslim yang taat, Abah pun berniat menjalankan Ibadah Haji di Tanah Suci Makkah al-Mukarromah. Inilah ibadah unggulan yang hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang mampu, baik materi maupun non materi berupa ilmu, kesehatan dan sebagainya.

Arti Haji
Suasana Masjidil Haram

Guna mewujudkan niat mulianya itu, Abah mulai menyisihkan penghasilannya. Kala itu, belum banyak Bank yang menerima penyimpanan uang seperti sekarang. Alhasil, guna menghemat waktu mendatangi Bank, Abah menyimpan uangnya dalam sebuah celengan* yang terbuat dari bambu.

Dari sebatang bambu, dipotonglah satu ruas, kemudian bagian tengahnya diberi lubang untuk memasukkan uang. Bentuknya persis seperti kotak amal yang ada di masjid-masjid, namun celengan ini berbentuk bulat.

Hari demi hari, tabungan Abah semakin bertambah. Beliau menghitung setiap uang yang dimasukkan dalam celengannya agar mengetahui jumlahnya, dan bisa diketahui jika ternyata ada orang yang mencuri uang dari celengannya itu.

Abah merahasiakan apa yang dilakukannya dari seluruh anggota keluarganya, termasuk dari sang istri. Sebab itulah, sang istri kadang ‘ngedumel’ sebab jatah hariannya berkurang. Apalagi secara jelas terlihat bahwa usaha suaminya tengah menanjak. Sehingga timbullah pertanyaan, “Digunakan untuk apa uang hasil berdagang?”

Qadarullah, setelah berbilang tahun, dalam hitungan Abah tabungannya sudah cukup untuk disetorkan ke Bank. Lantas, beliau berniat membukanya. Niatnya, selepas dibuka, Abah hendak menunjukkannya kepada sang istri sebagai kejutan. Kemudian keduanya akan berangkat menuju Bank sembari berboncengan mesra untuk mendaftar sebagai peserta jama’ah haji tahun itu.

Diambillah sebilah parang untuk membelah celengan bambu menjadi dua. Namun, ketika celengan itu terbelah secara sempurna, mata abah melotot tak berkedip. Keningnya berkerut, telinganya memerah, sekujur tubuhnya merinding, perasaannya bergemuruh tak karuan.

Sebabnya, seluruh uang di celengan bambu itu dimakan rayap. Anehnya, dari setiap lembar uang, yang dimakan rayap hanya separuh bagian, tidak seluruhnya.

Lepas mengumpulkan sisa tenaga, Abah pun mendatangi istrinya dengan langkah gontai. Ia mengumpulkan seluruh keluarganya, kemudian menyampaikan apa yang telah dilakukannya selama bertahun-tahun itu.

Qadarullah, hingga akhir hayat, Abah belum sempat menunaikan Ibadah Haji.


*Celengan : Celengan merupakan nama umum untuk kotak pengakumulasian atau penabungan koin.



sumber: www.dakwahmedia.com
Next article Next Post
Previous article Previous Post