Awalnya Digadang-gadang Sebagai Jamu Anti Corona, Ahli Paru Sebut Empon-empon Tak Mempan Obati Corona: Hoax

Awalnya Digadang-gadang Sebagai Jamu Anti Corona, Ahli Paru Sebut Empon-empon Tak Mempan Obati Corona: Hoax

author photo
Awalnya Dielu-elukan Sebagai Jamu Anti Corona, Ahli Paru Sebut Empon-empon Tak Mempan Obati Corona: Hoax


Sejak Wabah Corona melanda Indonesia, semua perhatian masyarakat langsung terfokus pada virus yang satu ini.

Warga Indonesia seakan haus akan berita dan informasi wabah ini yang tak hanya melanda Indonesia.

Salah satu informasi yang paling banyak dicari adalah mengenai gejala terinfeksi virus Covid-19 ini.

Dalam acara; Pembahasan dan Tanya Jawab Seputar Covid-19 yang diadakan oleh Radio Sonora 97,4 FM Yogyakarta (14 April 2020) kemarin, gejala seseorang terinfeksi virus Covid-19 ini salah satu dari sekian banyak pertanyaan yang banyak ditanyakan.

Acara yang didukung oleh Paguyuban Alumni JB ini, salah satu pembicaranya adalah Dr. dr. Rizaldy Pinzon, MKes, SpS. Beliau adalah alumni JB 94.

Menurut Pinzon, begitu dokter ini akrab disapa, gejala seseorang yang terinfeksi Covid-19 ini memang 80% ringan.

Seperti apa? Sama seperti seseorang terkena flu biasa pada umumnya.

"Batuk kering, demam, nyeri tenggorok. Jadi persis influenza pada umumnya," papar Pinzon.

Memang ada juga yang merasakan, lanjut Pinzon melanjutkan, pusing, hingga seperti seseorang terkena stroke.

Bahkan menurutnya dari beberapa literatur ada juga menyebutkan, bisa timbul gejala di kulit.

Nah, karena gejalanya seperti itu, jika yang terinfeksi tidak sadar dirinya terkena Covid-19 berbahaya.

Tidak hanya bagi dirinya, tapi juga bagi orang lain.

Oleh sebab itu, jika kita mengalami gejala seperti di atas, ada baiknya lakukan isolasi mandiri di rumah.

"Karena bagaimana pun, penyakit yang disebabkan virus bisa sembuh dengan sendirinya, oleh kekuatan imunitas tubuh secara alami," papar Pinzon.

Nah, tegas Pinzon, karena kuncinya isolasi, "Ini yang harus benar ditegakan. Jadi tegakan isolasi mandiri dengan baik, semua perlengkapan dan perlatan sehari-hari wajib pisah, dengan anggota keluarga di rumah."

Mulai dari peralatan makan, pakaian, handuk, peralatan mandi, hingga kamar dan kamar mandi pun harus pisah, tersendiri tidak boleh tercampur dengan anggota keluarga lain.

Ingat, jangan kontak fisik dengan keluarga. Ambil jarak. Karenanya, anggota keluarga pun jangan masuk ke kamarnya.

Memberi makan cukup diletakan di luar kamar, dekat pintu, misalnya.

Nanti dikasih tahu kepadanya, dan yang bersangkutan akan mengambilnya sendiri.

Bagaimana untuk obat-obatan untuk mereka yang terinfeksi Covid-19?

Dalam kesempatan yang sama, dr. Gregorius Anung Triadi, MPH, JB angkatan 90, mengatakan,

"Hingga sekarang belum ada obatnya juga belum ada vaksinnya."

Bagaimana dengan bawang, jamu, empon-empon dan sebagainya yang kini laku karena digadang-gadang sebagai obat mujarab untuk mengobati corona?

Ini pun banyak ditanyakan oleh pemerisa dalam acara tersebut.

Menurut Direktur RS Khusus Paru RESPIRA, Dinas Kesehayan DIY ini, itu semua hoax.

Hal senada diutarakan oleh DR. Dr. Erlina Burhan, M.Sc, Sp.P(K), dalam acara ILC (25 Maret 2020), 80% gejala Covid-19 ringan.

"20% memerlukan perawatan di rumah sakit. 5% diantaranya jatuh pada keadaan kritis.," tegasnya.

Nah, yang 5% ini butuh perawatan intensif di rumah sakit.

Jadi, tegas dokter Erlina yang sekarang menjabat ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Cabang Jakarta periode 2017–2020, jika ada individu yang terinfeksi dengan gejala ringan, "Isolasi mandiri di rumah, lakukan pengobatan simptomatis."

Apa pengoatan simptomatis itu? Mengobati gejala yang muncul atau dikeluhkan oleh penderita.

Misal, demam tinggi, minum obat penurun panas parasetamol.

"Kenapa seperti itu? Karena hingga sekarang belum ada obat yang spesifik untuk SARS CoV2 alias Covid-19 ini," papar dokter Erlina.

Untuk diketahui, dokter Erlina menegaskan, obat yang banyak diberitakan dan digunakan sekarang ini bukan obat spesifik Covid-19. Contoh chloroquine.

Itu semua obat darurat. Sifatnya supportif dengan monitoring ketat.

"Jadi bukan obat yang bisa dibeli bebas dan digunakan masyarakat. Itu semua obat keras dan berbahaya," tegas dokter Erlina.
Next article Next Post
Previous article Previous Post