Keajaiban Jodoh: Tak Jadi Mencuri, Pemuda Ini Malah Dapatkan Jodoh

Keajaiban Jodoh: Tak Jadi Mencuri, Pemuda Ini Malah Dapatkan Jodoh

author photo
Di kota Damaskus terdapat sebuah masjid besar bernama At Taubah. Selama tujuh puluh tahun masjid itu senantiasa dijadikan tempat menyebarkan ilmu oleh seorang syaikh yang alim.  Kendati fakir, namun ia sangat dikenal memiliki kemuliaan hati, sangat menahan diri untuk meminta serta pengabdian yang tinggi bagi orang lain.

Keajaiban Jodoh: Tak Jadi Mencuri, Pemuda Ini Malah Dapatkan Jodoh


Suatu hari, ada seorang pemuda yang tinggal di masjid itu. Selama dua hari pemuda itu tidak makan. Saat hari ketiga ia merasakan perut yang amat lapar. Terbesit dalam benaknya kalau dalam kondisi seperti ini memakan bangkai atau mencuri diperbolehkan.

Dia memandang atap masjid, ia dapati ternyata atap itu tersambung dengan atap perumahan yang ada di sampingnya. Lantas ia pun memanjat ke atap, menyusuri atap beberapa rumah serta mengendap ke arah dapur untuk melihat kemungkinan ada makanan.

Kebetulan ia mencium bau masakan dari satu rumah. Rasa laparnya kian menyiksa dirinya. Dengan cepat ia sudah mencapai rumah tersebut. Ternyata bau masakan berasal dari panci yang berisi olahan terong yang menggoda untuk disantap. Tanpa berpikir panjang, ia langsung menggigit terongnya.

Di tengah ia menggigit, ia teringat dosa lantas berucap : A'udzubillah, aku seorang penuntut ilmu dan tinggal di masjid. Pantaskah aku masuk rumah orang dan mencuri di dalamnya. Ia merasa menyesal karena telah melakukan kesalahan besar lalu mengembalikan terong bekas gigitannya itu ke tempat semula.

Akhirnya ia kembali ke masjid dengan menahan rasa lapar. Ia lantas mendengarkan syaikh yang sedang mengisi pengajian. Rasa lapar yang menyiksa membuat ia tidak mampu memahami yang disampaikan gurunya.

Saat pengajian telah usai dan orang jamaah sudah pulang, datanglah seorang wanita yang mengenakan cadar bersama dengan seorang lelaki tua. Mereka berdua berbincang dengan Syaikh.

Pemuda itu tidak bisa mendengar apa pembicaraan di antara mereka. Namun tiba-tiba, syaikh memanggil pemuda itu seraya bertanya: "Apakah kamu sudah menikah?"

"Belum" jawabnya.

"Apakah kamu ingin menikah?"

Pemuda itu terdiam.

Syaikh mengulangi pertanyaannya lagi, "Apakah kamu ingin menikah?"

"Iya Syaikh, Tetapi demi Allah, saya tidak punya uang, Bagaimana aku bisa menikah?"

Ternyata Perempuan itu datang membawa kabar bahwa suaminya telah meninggal dan ia adalah orang asing di kota ini.

"Dia sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi kecuali pamannya ini yang sudah tua" kata Syaikh sambil menunjuk lelaki tua yang menemani perempuan itu.

"Perempuan ini telah diwarisi rumah dan usaha dari suaminya untuk dilanjutkan. Ia ingin ada seseorang yang menikahinya agar tidak sendirian dan diganggu orang.  Maukah kau menikah dengannya?" Lanjut Syaikh

Pemuda itu mengiyakan pertanyaan gurunya. Kemudian syaikh bertanya kepada perempuan itu "Apakah kau mau menerimanya sebagai suami?"

"Ya" jawab perempuan itu.

Kemudia syaikh mendatangkan dua orang saksi dan pamannya itu sebagai wali untuk dilangsungkan akad nikah dan membayarkan mahar untuk pemuda itu.

Selesai menikah, sang pemuda diajak oleh istrinya ke sebuah rumah. Pemuda itu lantas menyadari jika rumah istrinya ini pernah dimasukinya tempo hari.

Setelah keduanya masuk ke dalam rumah, sang istri membuka penutup wajahnya. Tampaklah ia seorang perempuan yang amat jelita.  Saat mengagumi wajah sang istri, istrinya berkata "Kau ingin makan ?"

"Ya" jawabnya.

Lalu ia membuka tutup panci di dapurnya dan ia terkejut mendapati salah satu irisan terongnya sudah digigit seseorang. Ia heran siapa yang berani memasuki rumah dan menggigit terong ini.

Pemuda itu tersadar dan menangis, lalu menceritakan kisahnya saat kelaparan. Istrinya pun berkomentar, "Ini adalah buah dari sifat amanah. kau jaga kehormatanmu dan kau tinggalkan terong yang haram itu. Lalu Allah belikan rumah dan isinya berikut pemiliknya dalam keadaan halal. Barang siapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka akan Allah ganti dengan yang lebih baik dari itu".

(Dinukil dari buku Ketawa Sehat bareng para ahli Fiqih karya Khaeron Sirin )
Next article Next Post
Previous article Previous Post