Cinta Ulama, Berarti Cinta Nabi

Cinta Ulama, Berarti Cinta Nabi

author photo
Semua sepakat bahwa ulama itu pewaris para nabi, karena ulama itu selalu berusaha meneladani Rasulullah SAW, baik busana, pitutur, sikap bahkan ibadahnya. Sebagai pewaris para nabi, sudah pasti kata-kata yang keluar dari lisanya baik, menyejukkan, serta penuh dengan hikmah. Kalau berpendapat, ulama itu selalu menyandarkan pada dalil, baik yang bersumber pada Al-Quran, maupun hadis. Jika tidak ditemukan, maka di qiyaskan.

Cinta Ulama, Berarti Cinta Nabi
Habib Syech Dan Habib Rizieq


Saat berbusana, seorang ulama itu biasanya tidak sembarangan. Mereka menjaga auratnya dengan baik. Setiap ulama memiliki kekhasan dalam berbusana, ulama Indonesia, selalu sarungan, peci hitam, kadang mengenakan busana batik. Ada juga yang meniru orang Arab pada umumnya, sebagaimana Rasulullah SAW memakai gamis panjang. Ada juga yang selalu memakai baju safari, selalu rapi, sebagaimana ulama di Turkey dan Syuriah. Tidak sedikit yang memakai busana kebesaran daerahnya masing-masing.

Dalam bertutur, para ulama itu selalu memilih kata-kata yang bagus, tidak kasar dan tidak kotor, seperti; kurang ajar, bedebah, bangsat. Karena itu kata-kata orang yang tidak pantas keluar dari lisan seorang ulama. Kalaupun tidak suka, pasti mereka tetap menggunakan kata-kata yang santun dan bermartabat yang mencerminkan sifat Rasulullah SAW dan para sahabatnya.

Bahkan secara khusus, Allah SWT memuji para ulama itu sosok yang memiliki rasa takut yang tinggi kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman “sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya itu hanyalah para ulama”. (QS Fathir (28). Para ulama itu memiliki rasa takut kepada Allah SWT, karena ulama itu memiliki ilmu sebagaimana firman Allah SWT yang artinya “Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat (QS al-Mujadilah(11).

Rasulullah SAW pernah bersabda “Tidak termasuk umatku orang-orang yang tidak memuliakan orang yang lebih tua dari kami, menyayangi yang lebih muda dari kami, dan tidak mengetahui hak seorang ulama”. (HR Ahmad).

Begitu besar jasa ulama di dalam menuntun umat, mengenalkan umat kepada Allah SWT, dan juga kepada Rasulullah SAW, juga mengenalkan kepada kitab suci Al-Quran. Jangan sekali-kali membenci, mencaci, apalagi sampai menfitnah para ulama, karena Rasulullah SAW bersabda “Mencaci seorang muslim adalah kefasikan dan memeranginya adalah kekufuran (HR Bukhori dan Muslim)

Namun pada kehidupan akhir zaman ini, karena ambisinya pada kekuasaan, fanatisme kepada golongannya, serta menuhankan terhadap hawa nafsunya, tidak sedikit dari manusia yang berani menghina dan merendahkan martabat para ulama.

Padahal, merendahkan dan menjatuhkan martabat ulama merupakan perilaku tercela dan menyalahi sunah. Dalam kitab Makanatul 'Ilmi wa 'Ulama, Asy-Syekh Muhammad Bazmul Hafizhahullah mengatakan, "Menjatuhkan kedudukan para ulama termasuk perilaku ahlul bid'ah dan pengekor hawa nafsu."

Ulama adalah orang yang mengabdikan hidupnya untuk mensyiarkan agama Allah SWT dan menuntun umat. Ia menyebarkan pengetahuan dengan ilmunya, menyemai keteladanan dengan akhlaknya, dan menjaga umat dengan doa-doanya.

Terkhusus para ulama terdahulu bangsa ini, mereka turut serta dalam mempertahankan Tanah Air dan bangsa dari penjajahan sejak era Portugis, Belanda, hingga Jepang. Ulamalah yang menggerakkan perlawanan terhadap penjajah, yang kemudian disambut para santri dan umat dengan semangat jihad dan pengorbanan.

Kedudukan dan peran ulama yang mulia ini menjadikan mereka ditempatkan oleh Allah SWT juga Rasul-Nya pada kedudukan yang tinggi. Allah SWT menjadikan penghormatan hamba-hamba-Nya kepada para ulama sebagai wujud ketakwaan kepada-Nya.

Ulama merupakan tanda kebesaran Allah SWT di muka bumi. Orang yang mengagungkan dan memuliakan tanda kebesaran Allah tumbuh dari ketakwaan diri. Allah SWT berfirman, "Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati." (QS al-Hajj: 32).

Begitu juga Rasulullah SAW. Beliau mendudukkan para ulama sebagai pewaris para Nabi. Sebagaimana sabdanya, "Sesungguhnya ulama itu pewaris para Nabi." (HR Ibnu Majah dan Ibnu Hibban). Untuk itu, khususnya kaum Muslimin dan pada umumnya rakyat Indonesia, sudah seharusnya kita mengormati dan memuliakan para ulama karena mereka dengan kesabaran dan keikhlasannya membina umat. Mereka juga berperan dalam merebut kemerdekaan dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Di antara bentuk penghormatan dan memuliakannya diri kita kepada para ulama, yakni dengan tidak menghujat dan menjatuhkan martabatnya meskipun mereka berbeda organisasi atau partai dengan kita ataupun berbeda aham dalam masalah furu'iyah. Selain itu, mengikuti bimbingan para ulama selama mereka tidak mengajak kepada sesuatu yang menyalahi aturan Allah SWT dan Rasul-Nya. Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada ketaatan terhadap seseorang dalam mendurhakai Allah Yang Mahasuci dan Mahaluhur." (HR Ahmad).

Yang tak kalah pentingnya lagi adalah mendoakan para ulama agar mereka diberi umur panjang dan kesehatan serta diberi keistikamahan dalam membina umat. Karena tanpa adanya mereka, kehidupan kita akan kehilangan keberkahan dan bisa menjadikan kita binasa di dunia dan akhirat. Naudzubillah.

Next article Next Post
Previous article Previous Post