Jika Wanita Shalehah Adalah Perhiasan Terindah, Maka Anak Shaleh Adalah Harta Yang Paling Berharga

Jika Wanita Shalehah Adalah Perhiasan Terindah, Maka Anak Shaleh Adalah Harta Yang Paling Berharga

author photo
Mungkin kita sudah sering mendengar, bahwa perhiasan dunia terindah adalah wanita atau istri yang shalihah, Namun bagaimana dengan anak shalih?

Jika Wanita Shalehah Adalah Perhiasan Terindah, Maka Anak Shaleh Adalah Harta Yang Paling Berharga


Anak shaleh adalah kekayaan yang sangat mahal. Mungkin karena saking mahalnya sehingga data yang mengungkapkan tentang anak yang shaleh begitu sulit terungkapkan. Anak shaleh nampaknya seperti misteri, keberadaannya ada, tapi mereka seperti sesuatu yang tidak ada.

Hal ini disebabkan, yang lebih banyak terdengar dan menghiasi lembaran informasi dunia justru aktivitas anak-anak nakal. Sekalipun mereka sering mengatasnamakan sebagai ABG atau remaja, bagaimanapun mereka adalah anak juga bagi orang tuanya, yang belum selayaknya melakukan tindakan-tindakan kriminal. Mereka itu bukan anak shaleh tapi 'anak salah' yang kian hari kian mengkhawatirkan. Terlepas dari kesalahan orang tua ataupun kesalahan anak sendiri, pemberitaan tentang anak-anak salah ini selayaknya telah cukup menyadarkan kita semua, bahwa memang sudah perlu adanya tindakan besar-besaran di kalangan orang tua dan pendidik. Bagaimanapun mereka adalah calon orang tua di masa mendatang. Bagaimanakah nasib masyarakat, bila nantinya lebih didominasi oleh orang-orang yang tidak kenal aturan?

Kita juga bisa membayangkan, betapa bahagianya orang tua yang memiliki anak-anak yang shaleh, yang penurut dan mau mendengarkan nasihat. Setidaknya menurut istilah agama adalah qurrata a'yun, menyedapkan mata bagi siapa saja yang melihatnya. Menjadikan orang tua bangga, sekaligus memberikan jaminan kepada mereka bahwa anak-anaknya nantinya tidak akan menjadi beban masyarakat, melainkan justru menjadi kekayaan dan sumber hidayah.

BERPIKIRAN JERNIH

Anak-anak shaleh tetap berpikir jernih di saat yang lain dipenuhi pemikiran yang sarat dengan kepentingan-kepentingan. Kejernihan pikirannya karena adanya filter dalam diri. Mereka menempa dirinya dengan bentangan luas samudera al-Qur'an. Qur'an dan kandungan wahyu di dalamnya menjadi nafasnya. Mereka menyelami kedalaman wahyu itu dengan rasa yang haus. Dengan penuh rasa haus pula mereka menangguk nasihat-nasihat wahyu Ilahi tersebut.

Yang membuat sepi hatinya adalah ketika mereka merasakan mulai ada jarak dengan Qur'an. Makin jauh jarak itu akan dirasakan sebagai sesuatu yang kering dan menyakitkan, menyayat-nyayat dan menusuk-nusuk batin. Mereka menangis dan menjerit bukan karena kehilangan harta benda, juga bukan karena ada luka pada anggota fisiknya. Tapi tangisan dan jeritannya lebih terdorong oleh adanya rasa kehilangan dalam dirinya, rasa sesal terlepas dari ikatan ruhaninya.

Pada anak-anak demikian, tidak sampai rasa iri yang muncul hingga mempengaruhi tindak lakunya. Tapi kesemuanya itu dapat dikendalikan, sehingga rasa hasud, dengki, cemburu, tidak dibiarkan meletup menjadi tingkah laku yang dapat mengurangi keharmonisan dan persahabatan. Mereka telah mengasah dirinya dengan bimbingan ketuhanan sehingga dapat mengontrol dengan baik segenap sikapnya.

BERHATI BERSIH

Ketika sebagian manusia sedang asyik berdansa dan menari-nari dalam dunia kemaksiatan, anak-anak shaleh dengan tekun dan penuh khidmat membuka lembaran demi lembaran wahyu di majlis-majlis dzikir. Mereka mengkaji dan berdiskusi tentang nikmat Allah dan sunnatullah di mana saja. Lingkaran aktivitas mereka tak lepas dari masjid, di manapun masjid itu berada. Hal ini akan menambah kontrol sosial baginya, yang semakin menjauhkannya dari lingkungan yang penuh dan membawa maksiat.

Pikirannya menjangkau dunia dan mengetahui apa yang terjadi di kanan kirinya, tapi mereka tidak larut dalam kehidupan dunia yang penuh tipuan ini. Tidak terjebak pada permainan-permainan yang merusak dan membuatnya jatuh tergelincir.

Mereka memiliki rem pengendali. Ketika sedang di ladang, di pasar, di kantor, di hotel dan di manapun jua di tempat-tempat yang sepi ataupun ramai mereka tidak mudah lepas dari ikatan aqidah dan keimanannya. Mereka tidak mau menjual permata keyakinannya dengan sesuatu yang bernilai rendah. Mereka memiliki harga diri, dan dapat mempertahankannya dengan kuat.

Mereka memahami dengan benar apa yang disampaikan Tuhannya. Ayat-ayat yang telah diturunkanNya telah diterima sebagai kebenaran, bukan sesuatu yang bernilai berita semata.

Mereka meyakini bahwasannya kebenaran-kebenaran itu semestinya ditegakkan, termasuk oleh dirinya sendiri. Ayat berikut ini menjadi tadabbur untuk selalu dapat berhati-hati dalam hidupnya:

"Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia adalah sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS Al-Kahfi: 45)

Ketika sebagian manusia bersikap tak acuh terhadap kedua orang tuanya, mereka para anak shaleh justru sangat menjunjung tinggi orang tua mereka. Saat tindakan kotor mendapatkan kehalalan oleh manusia, mereka dikaruniai akhlak yang tinggi oleh Allah dengan perangkat kemampuan selalu mengingatkan manusia kepada negeri akhirat.

"Sesungguhnya Kami telah mencucikan mereka (dengan menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manausia) kepada negeri akhirat." (QS Shaad: 46)

Mereka menyadari dengan sepunuh hati, bahwa segala tingkah laku ada pertanggungjawabannya. Dan pertanggungjawaban yang paling tidak bisa dimanipulasi adalah pertanggungjawaban di Pengadilan Tuhan kelak, ketika manusia diperhadapkan di hadapan Sang Hakim Agung Allah swt.

BERTINDAK ASIH

Karena kegemarannya kepada kebaikan, ia sangat senang melakukan amalan-amalan yang mengundang kesejukan. Kepada teman, kawan dan lingkungan yang ditonjolkannya bukan sifat arogan tapi sifat ruhama-nya, sifat kasih sayang dan penyantunnya. Sifat-sifat seperti itu yang menghiasi dirinya. Tingkah lakunya tidak memperturutkan kehendak di luar hatinya, tapi selalu melalui konfirmasi lebih dahulu dengan kata hati itu. Sikapnya sama sekali bukan untuk menari pujian dari orang lain. Semata-mata untuk menegakkan kebenaran yang telah bersarang dalam lubuk hatinya. Ia ingin sekali menjabarkan lembaran-lembaran al-Haq yang telah bersemayam itu, supaya juga dirasakan oleh segenap manusia. Sebab baginya, dengan melakukan amalan-amalan seperti itu kenikmatan-kenikmatan telah diperolehnya. Dan itu, jauh dari sekedar bentuk pujian dan sanjungan-sanjungan. Satu sunnah yang dijalankan, ada terasa satu derajat yang dinaikkan. Satu ayat diamalkan, kenikmatan-kenikmatan yang diperolehnya semakin berlipat-lipat. Karena tingkah lakunya yang serba asih ini, masyarakat merasakan benar kesejukan keberadaannya.

ORANG PILIHAN

Orang shaleh adalah orang-orang pilihan. Seperti yang termaktub dalam Al-Qur'an al-Karim: "Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik." (QS Shaad: 47)

Disebut orang pilihan, karena mereka telah lolos sensor dalam suatu pemilihan maha akbar yang diselenggarakan oleh Sang Maha Pencipta. Mereka telah 'berhasil' memenangkan pertandingan yang digelar untuk seluruh ummat manusia. Mereka mampu melewati berbagai ujian yang berkelok dan rumit. Hasil dari ujian itu tumbuh sifat-sifat mulia yang merupakan syarat-syarat kekhalifahan berupa akhlaqul-karimah, aqidah yang tertanam baik lagi kokoh, sifat kasih sayang yang menonjol, dan budi pekerti yang mulia. Mereka dengan karakter yang semacam itu, menjadi penyeimbang kehidupan. Keberadaan mereka menjadi semacam 'jaminan' bahwa saat kiamat masih jauh.

Dunia merindukan mereka tampil melindunginya, menjaganya dari kebinasaan. Dunia yang dipimpin olah orang yang nakal adalah dunia yang rusak. Dunia yang dikendalikan oleh orang-orang yang memperturutkan hawa nafsunya adalah dunia yang kacau-balau, dunia yang tidak pernah tenang oleh hingar-bingar dan permusuhann.

Karena rindunya terhadap orang-orang yang shaleh ini, yang mulia Nabiyullah Yusuf as, di puncak kekuasaaannya sebagai Perdana Menteri Mesir memohon ke hadirat Allah, kiranya untuk digabungkan ke dalam kelompok hamba-hamba yang shaleh:

"Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagaian ta'bir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi, Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku ke dalam (kelompok) orang-orang yang shaleh." (QS Yusuf: 101)

Anak yang shaleh adalah kekayaan yang tak ternilai harganya. Merekalah bakal-bakal manusia shaleh setelah dewasa. Semoga sikap istiqamah kita dalam beribadah mendorong kita menuju ke arah sana. Masuk ke dalam kelompok 'ibadihish-shalihiin, hamba-hamba-Nya yang shaleh.

Next article Next Post
Previous article Previous Post