Tataplah Wajah Anakmu, Walau Sekejap

Tataplah Wajah Anakmu, Walau Sekejap

author photo
Saudaraku,

Tengoklah sejenak anakmu. Tataplah wajahnya. Adakah engkau relakan wajahnya tersulut api nereka hingga melepuh kulitnya? Ingatlah sejenak ketika engkau merasa risau melihat mereka bertengkar dengan saudaranya. Adakah engkau bayangkan ia bertengkar denganmu di hadapan Mahkamah Allah Ta’ala karena lalai menanamkan tauhid dalam dirinya? Ada hari yang pasti ketika tak ada pilihan untuk kembali. Adakah ketika itu kita saling disusulkan ke dalam surga atau saling bertikai?

Tataplah Wajah Anakmu, Walau Sekejap


Maka, cintai anakmu untuk selamanya! Bukan hanya untuk hidupnya di dunia. Cintai mereka sepenuh hati untuk suatu masa ketika tak ada sedikit pun pertolongan yang dapat kita harap kecuali pertolongan Allah Ta’ala. Cintai mereka dengan pengharapan agar tak sekedar bersama saat dunia, lebih dari itu dapat berkumpul bersama di surga. Cintai mereka seraya berusaha mengantarkan mereka meraih kejayaan, bukan hanya untuk kariernya di dunia yang sesaat. Lebih dari itu untuk kejayaannya di masa yang jauh lebih panjang. Masa yang tak bertepi.

Saudaraku,

Sebagian di antara kematian adalah perpisahan yang sesungguhnya; berpisah dan tak pernah lagi berkumpul dalam kemesraan penuh cinta. Orangtua dan anak hanya berjumpa di hadapan Mahkamah Allah Ta’ala, saling menjadi musuh satu sama lain, saling menjatuhkan. Anak-anak yang terjungkal ke dalam neraka itu tak mau menerima dirinya tercampakkan sehingga menuntut tanggung-jawab orangtua yang telah mengabaikan kewajibannya mengajarkan agama


Alangkah besar kerugian di hari itu jika anak dan orangtua saling menuntut di hadapan Mahkamah Allah Ta’ala.

Saudaraku,

Inilah hari ketika kita tak dapat membela pengacara, dan para pengacara tak dapat membela diri mereka sendiri. Lalu apakah yang sudah kita persiapkan untuk mengantarkan anak-anak pulang ke kampung akhirat? Dan dunia ini adalah ladangnya…

Saudaraku,

Sebagian di antara kematian itu adalah perpisahan sesaat; amat panjang masa itu kita rasakan di dunia, tapi amat pendek bagi yang mati. Mereka berpisah untuk kemudian dikumpulkan kembali oleh Allah Jalla wa ‘Ala. Tingkatan amal mereka boleh jadi tak sebanding. Tapi Allah Ta’ala saling susulkan di antara mereka kepada yang amalnya lebih tinggi.

Saudaraku,

Allah Ta’ala berfirman: “Dan orang-orang yang beriman dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. Ath-Thuur, 52: 21)

Saudaraku,

Ingatlah sabda Rasulullah, “Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah, maka kedua orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani.” (HR. Bukhori Muslim)

Hari itu pasti akan tiba, hari dimana kita akan ditanya tentang kewajiban kita terhadap anak kita, apakah kita lalai terhadapnya, apakah kita sudah memberikan hak-haknya, apakah kita sudah benar-benar mendidiknya agar senantiasa berada di jalan yang lurus?

Atau malah kita mendidiknya dengan ajaran materialistis: berkiblat pada undang-undang sekuler serta menghamba pada dunia yang semu ini?

Naudzubillah min dzalik.
Next article Next Post
Previous article Previous Post