Amalan Sunnah Puasa Ramadhan Yang Sering Ditinggalkan

Amalan Sunnah Puasa Ramadhan Yang Sering Ditinggalkan

author photo
Amalan Sunnah Puasa Ramadhan Yang Sering Ditinggalkan - Alhamdulillah kita bisa menjumpai lagi bulan Ramadhan yang penuh berkah ini, Kehadiran bulan ini merupakan hadiah terindah bagi kaum muslimin dimanapun mereka berada, karena didalamnya kebaikan bernilai lebih bahkan dilipat gandakan, dan terdapat padanya amalan-amalan yang tidak terdapat pada bulan lainnya.

Amalan Sunnah Puasa Ramadhan Yang Sering Ditinggalkan


Sahabatku para pembaca Kabarmakkah yang dirahmati Allah subhanahu wa ta'ala, Ketahuilah bahwa bulan Ramadhan hanya terjadi setahun sekali, Manfaatkan sebaik mungkin, karena belum tentu di tahun berikutnya kita akan menjumpainya lagi.

Sabda Rasulullah SAW,

Barangsiapa puasa pada bulan Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala Allah SWT, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari)

Marilah kita berpuasa bukan hanya sekedar untuk melepaskan kewajiban, namun jalanilah dengan penuh keimanan dan mengharap balasan Allah seperti yang termaktub dalam hadits diatas. Insya Allah kita akan senang melakukannya dan tidak merasa terbebani. sehingga kita menjadi bagian dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, "Amalan setiap anak Adam dilipat gandakan sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Allah berfirman : ‘Kecuali puasa, ia adalah untuk-Ku. Aku yang membalasnya (tanpa batasan tadi). Ia (orang yang berpuasa-red) meninggalkan syahwat dan makanannya karena Aku". (HR. Muslim)

Berbicara mengenai ibadah, pasti ada hal-hal yang disunnahkan, termasuk dalam Puasa Ramadhan, Oleh karena itu, postingan kali ini akan menjelaskan beberapa Amalan Sunnah Puasa Ramadhan Yang Sering Ditinggalkan.


1. Makan sahur sekaligus mengakhirkan waktu makan sahur

Makan sahur itu disepakati oleh para ulama, hukumnya sunnah (Lihat Kifayatul Akhyar, hal. 252). Mengenai anjuran makan sahur disebutkan dalam hadits,

تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِى السَّحُورِ بَرَكَةً

Makan sahurlah karena sesungguhnya dalam makan sahur itu terdapat berkah.” (HR. Muslim).

Kata Muhammad Al Khotib rahimahullah, waktu makan sahur dimulai dari tengah malam, lihat Al Iqna’, 1: 410. Waktu sebelum itu tidak disebut makan sahur sebagaimana disebutkan dalam Hasyiyah Al Baijuri, 1: 563.

Namun waktu makan sahur yang terbaik adalah diakhirkan, artinya masih dibolehkan makan selama belum yakin tibanya fajar shubuh. Tujuan mengakhirkan makan sahur adalah untuk lebih menguatkan badan. Mengenai sunnah mengakhirkan makan sahur di sini disebutkan dalam hadits,

عَنْ أَبِى ذَرٍّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم -  لاَ تَزَالُ أُمَّتِى بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الإِفْطَارَ وَأَخَّرُوا السُّحُورَ

Dari Abu Dzar, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Umatku senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan waktu berbuka dan mengakhirkan sahur.” (HR. Ahmad).

Dalil lain yang mendukung hadits di atas adalah praktek Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam makan sahur sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut,

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ نَبِىَّ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – وَزَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ تَسَحَّرَا ، فَلَمَّا فَرَغَا مِنْ سَحُورِهِمَا قَامَ نَبِىُّ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِلَى الصَّلاَةِ فَصَلَّى . قُلْنَا لأَنَسٍ كَمْ كَانَ بَيْنَ فَرَاغِهِمَا مِنْ سَحُورِهِمَا وَدُخُولِهِمَا فِى الصَّلاَةِ قَالَ قَدْرُ مَا يَقْرَأُ الرَّجُلُ خَمْسِينَ آيَةً

Dari Anas bin Malik, Nabi Allah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Zaid bin Tsabit pernah makan sahur. Ketika keduanya selesai dari makan sahur, Nabi pun berdiri untuk pergi shalat, lalu beliau shalat. Kami pun berkata pada Anas, “Berapa lama jarak antara waktu selesai makan sahur dan waktu pengerjaan shalat?” Beliau menjawab, “Sekitar seseorang membaca 50 ayat.” (HR. Bukhari).

Ibnu Hajar berkata, “Hadits di atas menunjukkan jarak antara akhir makan sahur dan mulai shalat.” (Fathul Bari, 4: 138). Ibnu Abi Jamroh mengatakan, “Hadits ini menunjukkan bahwa sahur itu sunnah untuk diakhirkan.”


2. Menyegerakan berbuka puasa

Disunnahkan untuk menyegerakan berbuka puasa jika waktunya sudah tiba. Dalilnya adalah dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ

Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan waktu berbuka.” (HR. Bukhari)

Bahkan menyegerakan waktu berbuka bertujuan  untuk menyelisihi Yahudi dan Nashrani sebagaimana disebutkan dalam hadits,

لاَ يَزَالُ الدِّينُ ظَاهِرًا مَا عَجَّلَ النَّاسُ الْفِطْرَ لأَنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى يُؤَخِّرُونَ

Islam tetap terus jaya ketika manusia menyegerakan waktu berbuka karen Yahudi dan Nashrani sering mengakhirkannya.” (HR. Abu Dawud).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa berbuka puasa sebelum menunaikan shalat Maghrib dan bukanlah menunggu hingga shalat Maghrib selesai dikerjakan. Sebagaimana Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّىَ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَى تَمَرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya berbuka dengan rothb (kurma basah) sebelum menunaikan shalat. Jika tidak ada ruthob (kurma basah), maka beliau berbuka dengan tamr (kurma kering). Dan jika tidak ada yang demikian beliau berbuka dengan seteguk air.” (HR. Abu Daud).

Yang dianjurkan ketika berbuka adalah dengan ruthob (kurma basah), lalu tamr (kurma kering). Jika tidak didapati kurma, maka boleh digantikan dengan makanan yang manis-manis. Di sini dianjurkan dengan yang manis-manis ketika berbuka karena yang manis tersebut semakin menguatkan orang yang berpuasa. Sedangkan berbuka puasa dengan air bertujuan untuk menyucikan atau menyegarkan. Adapun jika berada di Makkah, dianjurkan berbuka dengan air zam-zam. Lihat Kifayatul Akhyar, hal. 251-252.

3. Berdo’a ketika berbuka

Perlu dicatat, bahwa salah satu waktu yang mustajab untuk berdo’a adalah ketika hendak berbuka puasa. Hal ini seperti yang disabdakan Rasulullah SAW,

ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حِينَ يُفْطِرُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

Ada tiga orang yang do’anya tidak ditolak : (1) Pemimpin yang adil, (2) Orang yang berpuasa ketika dia berbuka, (3) Do’a orang yang terdzolimi.” (HR. Tirmidzi)

Ketika berbuka puasa adalah waktu terkabulnya do’a karena ketika itu orang yang berpuasa telah menyelesaikan ibadahnya dalam keadaan tunduk dan merendahkan diri.

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berbuka beliau membaca do’a berikut ini,

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

Dzahabazh zhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah (artinya: Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allah)

Atau dengan doa buka puasa

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthortu (Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku berbuka)


اللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

Allahumma laka shumtu wa bika aamantu wa ‘ala rizqika afthortu


4. Tadarus Al-Quran dan Mengkhatamkannya

Salah satu amalan sunnah di bulan Ramadhan adalah Tadarus Al-Quran dan Mengkhatamkannya, Di bulan Ramadhan inilah Al Quran diturunkan pada kita. Oleh sebab itu aktifitas mengaji, tadarusan, sekaligus mengkaji isi dari bacaan Al-Quran termasuk amalan yang disunnahkan.

Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma menceritakan:

وَكَانَ جِبْرِيلُ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ

"Jibril menemuinya pada tiap malam-malam bulan Ramadhan, dan dia (Jibril) bertadarus Al-Quran bersamanya." (HR. Bukhari)

Imam An-Nawawi Rahimahullah menceritakan dalam kitab At Tibyan fi Aadab Hamalatil Quran, bahwa diriwayatkan oleh As Sayyid Al-Jalil Ahmad Ad Dawraqi dengan sanadnya, dari Manshur bin Zaadaan, dari para ahli ibadah tabi’in – semoga Allah meridhainya- bahwasanya di bulan Ramadhan dia mengkhatamkan Al-Quran antara Dzuhur dan Ashar, dan juga mengkhatamkan antara Maghrib dan Isya, dan mereka mengakhirkan Isya hingga seperempat malam.

Imam Abu Daud meriwayatkan dengan sanad yang shahih, bahwa Mujahid mengkhatamkan Al-Quran antara Maghrib dan Isya. Dari Manshur, katanya bahwa Al-Azdi mengkhatamkan Al-Quran setiap malam antara Maghrib dan Isya pada bulan Ramadhan.

Ibrahim bin Sa’ad menceritakan: bahwa ayahku kuat menahan duduk dan sekaligus mengkhatamkan Al-Quran dalam sekali duduk. Ada pun yang sekali khatam dalam satu rakaat shalat tidak terhitung jumlahnya karena banyak manusia yang melakukannya, seperti Utsman bin ‘Affan, At Tamim Ad Dari, Sa’id bin Jubeir –semoga Allah meridhai mereka- yang khatam satu rakaat ketika shalat di dalam Ka’bah.

Ada juga yang khatam dalam sepekan, seperti Utsman bin ‘Affan, Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Ubai bin Ka’ab, dan segolongan tabi’in seperti Abdurrahman bin Yazid, Al-Qamah, dan Ibrahim – semoga Allah merahmati mereka semua. (Lengkapnya lihat Imam An-Nawawi, At Tibyan, Hal. 60-61)


Allah SWT berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ


"Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)." (QS. Al-Baqarah (2): 185)

Tepatnya, Al-Quran diturunkan selama dua tahap sebagaimana dikatakan Ibnu ‘Abbas dan Asy Sya’bi Radhiallahu ‘Anhuma. (Rinciannya lihat dalam Tafsir Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari, Jami’ul Bayan, 24/531-532)

Tahap pertama, pada malam qadar (Lailatul Qadr) Al-Quran diturunkan dalam satu kesatuan dari Lauh Mahfuzh ke langit dunia. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada Lailatul Qadar (malam kemuliaan).” (Al-Qadr: 1)

Tahap kedua diturunkan secara bertahap, sejak 17 Ramadhan, hal ini diterangkan oleh ayat:

وَاعْلَمُوا أَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ إِنْ كُنْتُمْ آَمَنْتُمْ بِاللَّهِ وَمَا أَنْزَلْنَا عَلَى عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, Kerabat rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, Yaitu di hari bertemunya dua pasukan. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Al-Anfal: 41)


5. Berdakwah / Menyebarkan Ilmu Syar'i

Gunakanlah bulan Ramadhan untuk berbagi kebaikan dan menyebarkan ilmu-ilmu yang syar'i. Dengan itu kita bisa mengajak orang di sekitar untuk berubah agar menjadi baik. Contohnya simple, bagikan saja artikel ini pada teman-teman di sosial media seperti Facebook, Twitter dan sebagainya.

Firman Allah SWT,

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُون

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, Dan merekalah orang-orang yang beruntung” (QS. Al-Imran 104)

Namun berdakwah atau menyebar kebaikan juga harus punya landasan dalil yang jelas baik secara naqli dan aqli. Jangan latah share, kemudian ikut menyebarkannya tanpa melihat tulisannya terlebih dahulu.

6. Memberikan Makanan Berbuka Puasa (Ith’amu ath-tha’am)

مَنْ فَطَرَ صَائِمًا فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ وَلَا يَنْقُصُ مِنْ اَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئٌ 

Barang siapa yang memberikan makanan berbuka kepada orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang yang berpuasa itu” (HR. Tirmidzi)


7. Shalat Tarawih

Shalat tarawih merupakan salah satu ibadah sunah yang dilakukan di bulan Ramadhan.Shalat tarawih tidak harus dikerjakan di masjid. Namun juga bisa dikerjakan sendiri atau berjamaah dengan keluarga di rumah.

Rasulullah sendiri pernah merasa khawatir ketika melaksanakan shalat tarawih di masjid selama 3 hari berturut-turut secara berjamaah, Beliau takut jika nantinya shalat tarawih ini dianggap sebagai shalat yang wajib di lakukan berjamaah dan harus bertempat di masjid. Sehingga setelah itu beliau melaksanakan sholat tarawih di rumah.


8. Lebih banyak berderma dan bersedekah di bulan Ramadhan

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ ، وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِى رَمَضَانَ ، حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ ، وَكَانَ جِبْرِيلُ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – يَلْقَاهُ كُلَّ لَيْلَةٍ فِى رَمَضَانَ حَتَّى يَنْسَلِخَ ، يَعْرِضُ عَلَيْهِ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – الْقُرْآنَ ، فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيلُ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – كَانَ أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling gemar melakukan kebaikan. Kedermawanan (kebaikan) yang beliau lakukan lebih lagi di bulan Ramadhan yaitu ketika Jibril ‘alaihis salam menemui beliau. Jibril ‘alaihis salam datang menemui beliau pada setiap malam di bulan Ramadhan (untuk membacakan Al Qur’an) hingga Al Qur’an selesai dibacakan untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apabila Jibril ‘alaihi salam datang menemuinya, beliau adalah orang yang lebih cepat dalam kebaikan dari angin yang berhembus.” (HR. Bukhari)


Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih banyak melakukan kebaikan di bulan Ramadhan. Beliau memperbanyak sedekah, berbuat baik, membaca Al Qur’an, shalat, dzikir dan i’tikaf.” (Zaadul Ma’ad, 2/25)

Dengan banyak bersedekah seperti memberi makan berbuka dan sedekah sunnah dibarengi dengan berpuasa itulah jalan menuju surga. (Lathoif Al Ma’arif, 298)

Dari ‘Ali, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 إِنَّ فِى الْجَنَّةِ غُرَفًا تُرَى ظُهُورُهَا مِنْ بُطُونِهَا وَبُطُونُهَا مِنْ ظُهُورِهَا فَقَامَ أَعْرَابِىٌّ فَقَالَ لِمَنْ هِىَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لِمَنْ أَطَابَ الْكَلاَمَ وَأَطْعَمَ الطَّعَامَ وَأَدَامَ الصِّيَامَ وَصَلَّى لِلَّهِ بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ

Sesungguhnya di surga terdapat kamar-kamar yang mana bagian luarnya terlihat dari bagian dalam dan bagian dalamnya terlihat dari bagian luarnya.” Lantas seorang arab baduwi berdiri sambil berkata, “Bagi siapakah kamar-kamar itu diperuntukkan wahai Rasululullah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Untuk orang yang berkata benar, yang memberi makan, dan yang senantiasa berpuasa dan shalat pada malam hari diwaktu manusia pada tidur.” (HR. Tirmidzi)

Suatu ketika Rasulullah pernah ditanya, Sedekah manakah yang lebih utama? Beliau menjawab: Sedekah di bulan Ramadhan” (HR. Tirmidzi)


9. I’tikaf

I’tikaf merupakan sebuah perbuatan berdiam diri di masjid dengan tujuan untuk beribadah. Hal ini sering sekali di lakukan oleh Rosululllah pada waktu itu yakni pada awal, pertengahan dan paling sering 10 hari terakhir bulan Ramadhan.

Akan tetapi, ibadah ini kerap kali di anggap berat oleh umat muslim, sekarang semakin dikit orang yang melakukan i’tikaf di masjid. Padahal ibadah ini sangat baik dan pernah di komentari oleh Imam Az-Zuhri, “Aneh benar keadaan orang Islam, mereka meninggalkan i’tikaf padahal Rasulullah tidak pernah meninggalkannya sejak beliau datang ke Madinah sampai beliau wafat.”


10. Menghidupkan Malam Lailatul Qadar

Dengan kasih sayang dan rahmat-Nya, Allah Ta’ala menghadiahkan kita satu malam yang istimewa di bulan Ramadhan, malam yang barangsiapa menghidupkannya, akan diampuni dosanya yang telah lalu (HR. Bukhari).

Bahkan mendapat pahala yang berlipat ganda yang lebih baik dari amalan seribu bulan. Pahala seperti ini hanya ada pada malam itu. Allah Ta’ala berfirman tentangnya (yang artinya), “Malam Lailatul Qadar lebih baik dari seribu bulan” (QS. Al Qadar : 3).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghidupkan malam laitul qadar dan menganjurkan pad akita untuk menghidupkannya. Oleh karena itu, marilah kita berlomba-lomba untuk menghidupkan malam laitul qadar dengan memperbanyak amalan-amalan di bulan Ramadhan.


11. Umroh di Bulan Ramadhan

Jika anda diberi kelapangan rezeki di bulan Ramadhan ini, Gunakanlah rezeki tersebut untuk pergi umroh, karena pahalanya berlipat ganda bahkan setara dengan haji. Insya Allah akan diganti dengan yang lebih besar dari Allah.

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya pada seorang wanita,

مَا مَنَعَكِ أَنْ تَحُجِّى مَعَنَا

Apa alasanmu sehingga tidak ikut berhaji bersama kami?”

Wanita itu menjawab, Aku punya tugas untuk memberi minum pada seekor unta di mana unta tersebut ditunggangi oleh ayah fulan dan anaknya –ditunggangi suami dan anaknya-. Ia meninggalkan unta tadi tanpa diberi minum, lantas kamilah yang bertugas membawakan air pada unta tersebut. Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَإِذَا كَانَ رَمَضَانُ اعْتَمِرِى فِيهِ فَإِنَّ عُمْرَةً فِى رَمَضَانَ حَجَّةٌ

Jika Ramadhan tiba, berumrahlah saat itu karena umrah Ramadhan senilai dengan haji.” (HR. Bukhari)

Dalam lafazh Muslim disebutkan,

فَإِنَّ عُمْرَةً فِيهِ تَعْدِلُ حَجَّةً

Umrah di bulan Ramadhan setara dengan haji.” (HR. Muslim)

Dalam lafazh Bukhari yang lain disebutkan,

فَإِنَّ عُمْرَةً فِى رَمَضَانَ تَقْضِى حَجَّةً مَعِى

Sesungguhnya umrah di bulan Ramadhan seperti berhaji bersamaku.” (HR. Bukhari)


Baca Juga:





Demikian Amalan Sunnah Puasa Ramadhan Yang Sering Ditinggalkan, Semoga kita mampu mengerjakan semua amalan ibadah sunnah tersebut dengan niat ikhlas dan mengharap ridho Allah SWT. Aamiin.
Next article Next Post
Previous article Previous Post