“Demi Allah, Mereka Berteriak ‘Ya Husain!’”

“Demi Allah, Mereka Berteriak ‘Ya Husain!’”

author photo
Berita Haji - Tragedi Mina pada musim Haji 1436 H, Kamis (24/09/2015), mengakibatkan banyak korban jamaah haji. Selain itu, juga meninggalkan sejuta tanda tanya yang melahirkan opini simpang-siur ke ranah publik.

Tragedi Mina


Ibnu Abdurrahman, salah satu kontributor majalah Hidayatullah, yang kebetulan juga ikut haji tahun ini, berusaha menemui beberapa saksi mata.

Hari Ahad (27/09/2015), empat hari pasca musibah, Ibnu Abdurrahman menemui seorang jamaah haji asal Indonesia berinisial Abdullah di sebuah tenda di Mina. Abdullah (30) merasakan dan menyaksikan langsung detik-detik kejadian yang menewaskan lebih dari 1600 jiwa itu. Ia bahkan sempat putus asa.

“Selain karena badan kecil, juga rasa rasanya oksigen sudah tidak terhirup lagi,” ujarnya Abdullah.

Berikut hasil wawancaranya Ibnu dengan Abdullah. Selamat membaca!*

Assalamualaikum… Bagaimana kondisi kesehatan Anda sekarang?

Waalaikumsalam… Alhamdulillah, Mas, berkat karunia Allah saya bisa dikatakan tidak ada luka, cuman ada goresan-goresan sedikit. Dan ini (sembari memegang bibirnya) tidak mau hilang gemetarnya. Mungkin karena (masih) shock melihat mayat-mayat di sana-sini.

Bagaimana suasana yang Anda rasakan saat kejadian Mina itu?

Posisi saya waktu itu sekitar di Jalan 204. Subhanallah, Mas. Terus terang ketika itu kepadatan manusia memang luar biasa. Selain itu, cuaca matahari pagi, Kamis (24/09/2015) itu cukup menyengat. Sehingga jamaah haji banyak yang kelelahan.

Memang banyak keran-keran air minum di sana-sini, tapi lebih banyak dari mereka mungkin malas mengantri. Sehingga daya tahan tubuh terkuras oleh sesaknya keadaan, ramainya manusia, dan kurangnya asupan air. Bahkan seakan tidak ada lagi sirkulasi udara.

Desak-desakan manusia tidak tertahankan lagi. Hampir sekitar 20 menitan jamaah dorong-mendorong, hingga banyak yang tidak kuat dan berjatuhan dengan sendirinya. Tidak sedikit yang terinjak-injak.

Yang terpikir oleh saya ketika itu bagaimana saya bisa selamat. Terus terang saya juga sempat putus asa; tidak ada harapan untuk selamat. Selain karena badan kecil, juga rasa-rasanya oksigen sudah tidak terhirup lagi.

“Allahu Akbar, Allahu Akbar, la haula wala quwwata illa billah,” itulah yang terucap dari bibir saya.

Jujur, saya menangis melihat keadaan ketika itu. Ada jamaah yang memanjat ke tenda-tenda dengan (maaf) tanpa busana.

Lantas apa yang Anda lakukan untuk bisa selamat?

Usaha yang saya lakukan, sebisa mungkin menerobos padatnya manusia. Karena kebanyakan manusia ketika itu roboh, hingga ada celah-celah yang bisa saya lewati.

Perjalanan saya luar biasa untuk sampai ke tempat lontar (Jumrah Aqabah), karena begitu memilukan. Mayat mayat bergelimpangan dan beberapa korban sempat terinjak.

Bahkan terus terang saya juga menginjak dan melompati korban yang terjatuh. Saya hanya berzikir dengan memohon ampun kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Sambil berusaha menunduk dan melewati bawah ketiak orang hitam maupun putih.

Menurut Anda, apa penyebab terjadinya Tragedi Mina ini?

Astaghfirullah! Astaghfirullah!

Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Tahu. Demi Allah, Kala itu, saya melihat orang-orang berteriak, “Yaa Husain! Yaa Husain!”, di saat di mana jamaah haji yang lain beristigfar kepada Allah Ta’ala.

Saya sempat menegur mereka itu, “Limadza ‘Yaa Husain’? ‘Yaa Allah’ as sohih (Kok ‘Ya Husain? ‘Ya Allah’ yang benar).”

Mereka (para penyeru Husain. Red) datang dari arah yang berlawanan. Bahkan saya melihat orang-orang hitam ada juga yang berteriak “Ya Husain!”. Saya tidak mengatakan merekalah yang memulai kekacauan, tapi mari kita yang menilainya. Inilah realita yang ada.

Bagaimana pelayanan  Pemerintah Arab kala itu?

Pelayanan Arab Saudi luar biasa. Bahkan ketika saya menjenguk temanku, saya dapati pejabat-pejabat (Kerajaan) yang menjenguk langsung ke rumah-rumah sakit.

Ada salah satu pejabat yang marah ketika mendapati pelayanan rumah sakit yang terlihat kurang memuaskan. Pejabat itu marah-marah sembari berharap kepada petugas rumah sakit agar memberikan pelayanan dan perhatian terbaik, apalagi korban adalah duyufurrahman (tamu-tamu mulia).

Saya berharap, ke depan, setiap jamah haji dibekali peta dan letak kemah masing-masing. Karena ini sangat membantu mereka dalam berhaji. Kalau perlu satu orang satu peta. Dan pelaksanaan manasik haji kalau perlu sampai benar-benar matang.

Harapan saya juga, Arab Saudi harus lebih ekstra lagi dalam meminimalisir masuknya orang-orang Syiah (sebagai jamaah calon haji. Red).

Kalau ada kesempatan di lain waktu, apakah Anda ingin kembali berhaji?

Berdasarkan tuntunan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, ibadah haji sebenarnya cukuplah sekali pelaksanaan dalam hidup seseorang. Selama pelaksanaannya benar-benar shahih memenuhi syarat, rukun-rukun haji, dan ketentuan lainnya. Haji yang selebihnya (kedua dan seterusnya) terhitung sunnah.

Namun, seorang Muslim mana yang nggak akan rindu akan kehadiran bulan haji dan melaksanakan haji lagi. Karena betapa nikmatnya amalan tersebut bagi yang bisa menjiwai.

Maka dari itu, secara pribadi saya sebenernya ingin berangkat kembali pada kesempatan yang akan datang, insya Allah. Insya Allah saya akan meniatkan untuk kakek serta nantinya lagi untuk nenek ana (saya).

Tidak takut kejadian serupa musibah Mina terulang lagi?

Sebenarnya kalau membahas ini, jelas adanya perkara ini berhubungan dengan keimanan kita kepada takdir yang diberikan oleh Allah. Secara pribadi ana sih nggak ada takut akan kejadian itu terulang kembali.

Karena semua hal sudah dituliskan bagaimana takdir kita, termasuk bagaimana keadaan kita ketika ajal menjemput, su’ul khotimah-kah atau khusnul khotimahkah. Seharusnya yang perlu kita sedihkan adalah diri kita ini, bagaimanakah takdirnya nanti? Bagaimanakah akhir hayat kita nanti? Allahu musta’an.

Pesan Anda untuk umat Islam Indonesia khususnya yang belum berhaji?

Bagi kita semua, jangan sampai berburuk sangka kepada Allah dalam ujian ini. Apapun keputusan Allah itulah yang terbaik bagi kita. Wajib bagi kita untuk ber-khusnudzon kepada Allah. Karena Allah-lah yang hakekatnya mengetahui mana yang terbaik bagi kita.

Dengan kejadian kemarin, secara pribadi ana menganggap, sekian banyak kaum Muslimin ahlus sunnah wal jama’ah yang jadi korban itu bisa syahid, insya Allah.

Yang jelas di akhirat nanti, orang yang syahid sangat menguntungkan pihak keluarga, kerabat dekat, dan sahabat-sahabatnya. Yaitu dengan adanya syafaat 70 orang yang sesuai diinginkan si syahid, dari orang-orang yang dicintai serta disayanginya ketika di dunia ini.

Memang betul, untuk menyikapi dengan sabar dan pasrah akan keadaan yang diterima oleh pihak keluarga sangatlah sulit. Apalagi keluarga yang masih begitu terikat erat hatinya kepada dunia ini. Kecuali Muslimin dan Muslimah yang senantiasa ikhlas dalam peribadahan kepada Allah, serta yang mendapat bantuan-Nya!* (Ibnu Abdurrahman/Hidayatullah)

Next article Next Post
Previous article Previous Post